ARTIKEL
ARTIKEL
ARTIKEL
ABSTRAK
jembatan rangka baja yang direncanakan membentangi sungai aktif selebar 60 m.
Pelaksanaan konstruksi jembatan hanya dimungkinakan untuk dilakukan dengan metode
kantilever satu arah. Maka dari itu, akan didirikan struktur penunjang selama fase
kosntruksi, yaitu jembatan penyeimbang sepanjang 30 m yang akan dihubungkan dengan
jembatan utama menggunakan batang penghubung. Jembatan penyeimbang dilengkapi
dengan dengan beban penyeimbang dan angkur. Dimensi beban penyeimbang dan angkur
akan direkayasa dengan tujuan menghasilkan momen penahan untuk menahan momen
guling akibat beban fase konstruksi. Selain itu,akan dilakukan pemeriksaan kapasitas
pondasi dan defleksi pada ujung bentang jembatan kantilever 60 m saat fase konstruksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban penyeimbang yang optimal adalah kombinasi
pasir berdimensi 10mx 8,8m x 2m dan sistem angkur. Angkur berupa 8 buah channel
200x80x7,5x11 dengan 4 buah tulangan berdiameter 19 mm pada masing-masing channel.
Batang penghubung menggunakan profil WF 490x400x20x25. Seluruh sistem pondasi
mampu memikul beban
pada setiap fase dengan angka keamanan minimal 1,16. Nilai defleksi maksimum fase
konstruksi adalah 399,81 mm, sehingga akan diberikan peninggian 600 mm pada pangkal
jembatan. Seluruh elemen jembatan telah telah didesain untuk mampu menahan gaya dalam
akibat pembebanan fase konstruksi dan fase layan dengan mengacu pada SNI 1725:2016.
KATA KUNCI: jembatan rangka baja, metode kantilever satu arah, angkur, beban
penyeimbang,batang penghubung, fase konstruksi, fase layan
PENDAHULUAN
Jembatan kantilever umumnya dibuat dengan tiga bentang, yang bentang luarnya
berbentuk kantilever ditambatkan pada ujung yang berlawanan ke tepi lereng yang
berlawanan untuk dilintasi, seperti lembah sungai, yang di atasnya ujung bebas bentang
memanjang ke arah masing-masing bentang. lainnya. Bentang tengah bertumpu pada bentang
luar yang kantilever. Jembatan kantilever dapat memikul beban vertikal seperti jembatan
balok yang ditopang secara sederhana . Ketika balok bentang utama membengkok akibat
beban tersebut, bentang tersebut mengalami kompresi horizontal di bagian atas dan tegangan
horizontal di bagian bawah. Bentang utama membawa gaya-gaya ini ke bentang luar, yang
membawanya melalui kompresi vertikal ke pondasi bentang luar. Sebagai alternatif, bentang
utama dapat memikul beban vertikal seperti jembatan rangka bentang tunggal yaitu, oleh
gaya tarik pada tali busur bawah (bagian horizontal) dan tekan pada tali busur atas serta
tarikan atau tekan pada bagian rangka batang vertikal dan diagonal. Rangka kantilever
kemudian memikul bebannya melalui gaya tarik pada tali busur atasnya dan kompresi pada
tali busur bawahnya. Setiap rangka kantilever dapat ditopang oleh sebuah menara, yang
bagian dalamnya menyalurkan tekan ke pondasinya sedangkan bagian luarnya membawa
tegangan ke pondasi jauh bentang luar. Jembatan kantilever umumnya membawa beban berat
di atas air, sehingga pembangunannya dimulai dengan penenggelaman caisson dan pendirian
menara serta jangkar. Caissons—kotak atau silinder besar yang terbuat dari kayu, logam, atau
beton ditenggelamkan ke dasar saluran air dan diisi dengan beton untuk membentuk fondasi
jembatan. Untuk jembatan kantilever baja , rangka baja kemudian dibangun dari menara di
atas caisson menuju pusat dan abutment. Jika diperlukan bentang tengah yang relatif pendek,
bentang tersebut biasanya diapungkan dan dinaikkan ke tempatnya. Dek ditambahkan
terakhir.
Beban yang harus ditanggung dan kapasitas poer pada setiap titik yang ditinjau dapat dilihat
pada Tabel 2
Desain sistem angkur dilakukan secara capacity design terhadap kapasitas tarik 4 tiang
pancang. Jumlah angkur yang terpasang telah didesain secara capacity design dengan rasio
jumlah pemasangan terhadap yang dibutuhan sebesar 2,09. Double kanal C menerima beban
terpusat dari 4 tulangan yang terpasang. Double kanal C juga didesain secara capacity design
terhadap kapasitas tarik tulangan. Double kanal C memiliki nilai Mu/⌀Mn sebesar 0,38 dan
nilai Vu/⌀Vn sebesar 0,92 sehingga menghasilkan interaksi geser dan lentur sebesar 0,96.
4.4 Defleksi
Pemeriksaan defleksi dalam metode kantilever secara satu arah sangat penting. Hal ini
dikarenakan nilai defleksi diperlukan agar dapat dilakukan peninggian sesuai dengan defleksi
yang terjadi pada ujung kantilever. Nilai defleksi yang terjadi pada jembatan penyeimbang
dan jembatan utama saat fase konstruksi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Nilai Defleksi pada Fase Konstruksi
Mengacu pada nilai defleksi pada ujung kantilever 60 m sebesar 399,813 mm, akan dilakukan
peninggian sebesar 1,5 kali defleksi estimasi yang terjadi yaitu sebesar 600 mm pada titik
awal ereksi (Gambar 7).
Hubungan antara elemen truss menggunakan pelat penyambung yang terdiri dari gusset plate,
flange splices, dan web splices seperti dapat dilihat pada Gambar 8. Setiap elemen elemen
truss akan isambung dengan cara dibaut pada gusset plate. Antar elemen truss juga
disambung pada bagian flange dengan flange splices dan pada bagian web dengan web
splices. Baut yang digunakan untuk sambungan ialah tipe High Strength Friction Grip grade
8.8. Kapasitas baut ialah akumulasi kapasitas friksi dan
kapasitas geser dari baut. Kapasitas sambungan juga ditentukan kapasitas tumpu pelat
penyambung.Kapasitas pelat penyambung juga ditinjau terhadap kapasitas leleh luasan gross
dan kapasitas putus luasan netto dari pelat penyambung.
Elemen rangka baja didesain terhadap fase konstruksi dan fase layan. Kedua kondisi ini
menghasilkan gaya dalam dengan kondisi yang berbeda (tekan/tarik). Kapasitas chord beserta
gaya dalam ultimit pada masing-masing fase dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Link set
yang menghubungkan jembatan utama dengan jembatan penyeimbang pada fase konstruksi
akan menggunakan elemen truss dengan dimensi terbesar yaitu profil
WF 400 x 490 x 20 x 25.
Tabel 6. Perbandingan Kapasitas Elemen Chord terhadap Gaya Dalam pada Jembatan
Utama
Tabel 7. Perbandingan Kapasitas Elemen Chord terhadap Gaya Dalam pada Jembatan
Utama (Lanjutan)
5. KESIMPULAN
1. Metode kantilever satu arah dapat dilakukan dengan merekayasa momen penahan agar
nilainya lebih besar dari momen pengguling. Momen penahan diperoleh dari kontribusi
angkur dan counterweight dengan dimensi 10 m, x 8,8 m x 2 m dengan angka keamanan
sebesar 2,76.Counterweight diletakkan pada dua segmen paling belakang dari jembatan
penyeimbang.
2. Semua pondasi tiang pancang memiliki kapasitas yang cukup dengan angka keamanan
minimum sebesar 1,16.
3. Sistem angkur menggunakan 8 buah channel 200 x 80 x 7,5 x 11 dengan 4 tulangan
diameter 19 mm pada masing-masing channel untuk menahan cross girder paling belakang
dari jembatan penyeimbang dengan angka keamanan 2,09. Interaksi geser dan lentur
beban terhadap kapasitas profil channel 200 x 80 x 7,5 x 11 adalah sebesar 0,96.
4. Defleksi yang terjadi pada ujung sistem kantilever saat fase konstruksi ialah sebesar 399,81
mm sehingga perlu dilakukan peninggian pada pangkal jembatan sebesar 600 mm.
5. Link set yang berfungi sebagai batang penghubung antara jembatan penyeimbang dengan
jembatan utama akan profil WF 400 x 490 x 20 x 25.
6. Seluruh kapasitas elemen jembatan telah didesain untuk mampu menahan gaya dalam yang
terjadi akibat beban pada saat fase konstruksi maupun fase akhir dengan rasio beban
terhadap kapasitas maksimal sebesar 0,99.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. (2016). Pembebanan untuk Jembatan, SNI 1725-2016. Badan
Stadardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. (2005). Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, RSNI T-
03-2005. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.