Commodus
Commodus | |||||
---|---|---|---|---|---|
Kaisar ke-18 dari Kekaisaran Romawi | |||||
Berkuasa | 177 – 31 December 192 | ||||
Pendahulu | Marcus Aurelius, ayah | ||||
Penerus | Pertinax | ||||
Co-emperor | Marcus Aurelius (177–180) | ||||
Kelahiran | Lanuvium, dekat Roma | 31 Agustus 161||||
Kematian | 31 Desember 192 (usia 31) Roma | ||||
Pemakaman | Roma | ||||
Pasangan | Bruttia Crispina (istri) Marcia (gundik) | ||||
| |||||
Dinasti | Nerva–Antonine | ||||
Ayah | Marcus Aurelius | ||||
Ibu | Faustina |
Commodus (nama lengkap: Lucius Aelius Aurelius Commodus; 31 Agustus 161 M – 31 Desember 192 M) adalah seorang kaisar Romawi yang memerintah dari tahun 180 M hingga 192 M. Commodus dikenal sebagai salah satu kaisar paling kontroversial dalam sejarah Kekaisaran Romawi, yang masa pemerintahannya ditandai dengan perubahan radikal dalam politik dan kebijakan kekaisaran, serta perilaku pribadinya yang eksentrik dan kadang kejam. Ia adalah putra dari kaisar terkenal Marcus Aurelius, tetapi memiliki karakter yang sangat berbeda dari ayahnya.
Kehidupan Awal
Commodus lahir pada 31 Agustus 161 di Lanuvium, dekat Roma, sebagai anak kesepuluh dan anak laki-laki pertama dari Marcus Aurelius dan Faustina yang Muda. Sejak kecil, ia mendapatkan pendidikan yang cermat, sebagaimana lazim untuk seorang putra kaisar. Ia dibesarkan di lingkungan kekaisaran yang didominasi oleh filsafat Stoa karena pengaruh ayahnya, Marcus Aurelius, yang terkenal sebagai "kaisar filsuf."
Pada usia lima tahun, Commodus diangkat sebagai Caesar, menandakan bahwa ia adalah pewaris takhta yang ditunjuk. Ini merupakan langkah yang sangat jarang dalam sejarah Romawi, karena kekaisaran biasanya diwariskan kepada jenderal yang kuat atau tokoh politik berpengaruh daripada melalui keturunan langsung.
Pemerintahan Bersama Marcus Aurelius
Commodus diangkat sebagai rekan kaisar (co-emperor) oleh ayahnya pada tahun 177 M. Selama masa pemerintahannya bersama, Commodus ikut serta dalam beberapa kampanye militer di perbatasan utara Kekaisaran Romawi, di mana Marcus Aurelius sedang berusaha menanggulangi ancaman dari suku-suku Jermanik dan bangsa Sarmatia. Meskipun terlibat dalam upaya militer, Commodus tidak memiliki minat yang mendalam dalam hal ini, berbeda dengan ayahnya yang menganggap perang di perbatasan sebagai tugas utama kekaisaran.
Ketika Marcus Aurelius wafat pada 17 Maret 180 M, Commodus naik takhta sebagai satu-satunya kaisar. Banyak sejarawan memandang peristiwa ini sebagai titik balik yang dramatis dalam sejarah Romawi. Di bawah pemerintahan Marcus Aurelius, kekaisaran menikmati periode yang relatif stabil dan makmur, sementara di bawah Commodus, kekaisaran mengalami penurunan moral dan disiplin yang signifikan.
Pemerintahan Sebagai Kaisar Tunggal
Setelah menjadi kaisar tunggal, Commodus dengan cepat menunjukkan perbedaan besar dalam gaya pemerintahannya dibandingkan dengan ayahnya. Salah satu keputusan pertamanya adalah menarik pasukan Romawi dari perbatasan utara, menandakan berakhirnya perang melawan suku-suku Jermanik, yang sudah dimulai oleh Marcus Aurelius. Perdamaian yang dicapai melalui kesepakatan dengan musuh ini dianggap memalukan oleh banyak orang, karena Marcus Aurelius telah menghabiskan sebagian besar masa pemerintahannya berusaha menundukkan suku-suku tersebut.
Di dalam negeri, Commodus mulai menjauhkan diri dari tugas administratif, lebih tertarik pada hiburan dan kenikmatan pribadi. Ia sangat menikmati pertunjukan gladiator, bahkan sampai-sampai ia sering berpartisipasi dalam pertarungan gladiator di arena, sesuatu yang dianggap sangat tidak pantas bagi seorang kaisar. Selain itu, ia mengklaim dirinya sebagai inkarnasi dari dewa Herkules, lengkap dengan mengenakan pakaian dan atribut yang menyerupai sang pahlawan mitologi Yunani.
Kultus Pribadi dan Kebijakan Ekstravaganza
Commodus mendirikan kultus pribadi yang mendewakan dirinya sebagai "Herkules Romawi." Patung-patung Commodus dalam pakaian Herkules dipasang di seluruh kekaisaran, dan ia menuntut untuk dipanggil dengan gelar dewa. Obsesi Commodus terhadap dirinya sendiri terlihat jelas dalam kebijakan domestiknya. Ia mengganti nama Roma menjadi "Colonia Commodiana," dan bahkan mengubah nama Senat menjadi "Komunitas Commodiana."
Sebagai bagian dari kultus pribadinya, Commodus menggelar serangkaian pertunjukan gladiator dan perburuan binatang di Colosseum. Ia secara pribadi bertarung sebagai gladiator, meskipun sebagian besar pertarungan diatur sedemikian rupa sehingga ia pasti menang. Sebagai kaisar, ia tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya, membunuh sejumlah besar lawan politik dan mereka yang ia anggap sebagai ancaman, termasuk anggota keluarganya sendiri.
Krisis Ekonomi dan Sosial
Di bawah pemerintahan Commodus, kekaisaran mengalami krisis ekonomi yang serius. Pengeluaran besar-besaran untuk hiburan publik, gaya hidup mewah, dan kebijakan yang sembrono membuat kas negara terkuras. Korupsi merajalela, dan Commodus jarang terlibat dalam urusan pemerintahan yang serius. Pemerintahan sehari-hari sering kali dikelola oleh para kasim dan favorit istana, yang beroperasi dengan sedikit pengawasan dan sering kali mengambil keuntungan pribadi dari kekuasaan mereka.
Selain krisis ekonomi, terdapat ketidakpuasan yang meluas di antara elit politik dan militer Roma. Banyak yang memandang Commodus sebagai pemimpin yang tidak kompeten dan berbahaya, yang mengabaikan urusan kenegaraan demi mengejar kepuasan pribadi.
Konspirasi dan Pembunuhan
Ketidakpuasan terhadap Commodus akhirnya mencapai puncaknya pada akhir tahun 192 M. Sekelompok konspirator, termasuk kekasihnya Marcia, kasim pribadinya Eclectus, dan prefek praetorian Quintus Aemilius Laetus, merencanakan pembunuhannya. Pada tanggal 31 Desember 192, setelah upaya untuk meracuninya gagal, Commodus dicekik sampai mati oleh seorang pegulat bernama Narcissus.
Lihat Pula
Referensi
- Cassius Dio, Sejarah Romawi
- Herodian, Sejarah Kekaisaran Romawi
- Anthony Birley, Marcus Aurelius: A Biography
- Edward Gibbon, Decline and Fall of the Roman Empire