Teleskop
Ia memandangimu dari jauh: sebuah teleskop tua, yang tak akan kelihatan,
seseorang yang sedikit sok-tahu tapi maklum: pejalan cahaya yang
sebenarnya takut menyentuhmu.
Itu sebabnya, nak, pada sebuah sore, ia bertekad pergi ke pohon tumbang
itu, tempat kau pada suatu hari duduk. Tak ada jejak di sana. Mungkin
tubuhmu selamanya tak menginjak bumi: seperti capung dengan mata
yang tak tampak dan sayap yang bergetar berulang kali.
Ia tahu tanganmu menanting jam. Berkeringat. Tapi ia tak akan berani
menghambur ke depan menawarkan akhir yang lain. Ia hanya akan
kembali memandangimu dari jarak yang tak tentu. Merasa makin tua,
merasa makin jauh, dalam ruang yang memuai, meskipun ia tetap sisipkan
teleskop itu
di saku jaketnya. Sebenarnya sejak tahun itu, sejak ia melihatmu terdiam
di depan pintu itu, ia sudah ingin berkata: Lihat, aku tak menguntitmu.
Tapi ia tak pernah yakin kepada siapa ia berkata. Ia cuma yakin suaranya
tak mengejutkan. Hanya jam itu, di tanganmu, yang selamanya mengejutkan.