Endhog-endhogan
Endhog-endhogan (kadang-kadang ditulis endog-endogan atau ndog-ndogan) adalah tradisi yang dilakukan oleh Suku Osing dan warga etnis lainnya di Kabupaten Banyuwangi dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad.[1] Kata endhog dalam Bahasa Osing dan Jawa berarti telur, maka dari itu Endhog-endhogan adalah tradisi yang menggunakan telur yang dihias sedemikian rupa, ditancapkan ke batang pisang yang juga dihias, dan diarak keliling kampung lalu telur tersebut dibagi-bagikan kepada warga.[2][3][4]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Cikal bakal tradisi ini karena pembicaraan Syaikhona Kholil kepada murid-muridnya. Syaikhona Kholil mengatakan "Sekarang, kembangnya Islam itu sudah lahir di nusantara ini berupa sebuah telur, kulit telurnya adalah sebuah perkumpulan, sedangkan isinya adalah amaliyah (pengamalan). Kulit tanpa isi adalah kosong, dan isi tanpa kulit akan berantakan". Perkataan ini diterjemahkan bermacam-macam oleh para muridnya. Salah satu muridnya, RM. Mudasir atau dikenal sebagai KH. Abdullah Faqih yang berasal dari Dusun Cemoro, Desa Balak, Songgon, Banyuwangi menerjemahkan perkataan ini dengan mengumpulkan telur dan batang pisang, lalu telur tersebut dihias dan ditancapkan ke batang pisang,[5] sekembalinya ia berguru pada Syaikhona Kholil pada tahun 1911.[6]
Tradisi ini menyebar, dari awalnya hanya diikuti oleh para santri KH. Abdullah Faqih hingga berlanjut menjadi tradisi yang dilakukan oleh para warga di Banyuwangi. Mulai tahun 1995, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mulai memberi perhatian pada tradisi ini sehingga diadakan Pawai Endhog-endhogan.[1] Bahkan Pawai Endhog-endhogan ini masuk dalam rangkaian acara Banyuwangi Festival pada tahun 2018.[7]
Filosofi
[sunting | sunting sumber]Penggunaan telur untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad, memiliki makna tersendiri. Telur yang terdiri dari 3 lapisan (kulit, puth telur dan kuning telur) melambangkan Iman, Islam dan Ihsan.[1][5] Sedangkan hal-hal lainnya ditujukan untuk menunjukkan nilai-nilai keislaman. Menurut budayawan Hasnan Singodimayan, dahulu endhog-endhogan menggunakan telur bebek, karena bebek adalah hewan yang jika bertelur ia akan diam (tidak menyombongkan diri), dan penggunaan batang pisang (yang oleh masyarakat disebut jodhang) dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pohon pisang adalah pohon yang jika dipotong ia akan tumbuh lagi (pantang menyerah).[5]
Sumber lain menyebutkan bahwa kesatuan jodhang tersebut terdiri dari batang pisang yang tancapi telur yang dihiasi kertas yang berbentuk seperti mawar, melambangkan sebuah pohon kehidupan yang berbuah telur dan berbunga mawar. Mawar dipakai dengan alasan bunga mawar adalah bunga yang dicintai para sufi, yang diilhami dari kisah Nabi Muhammad SAW saat melakukan Isra Mikraj dan berada di surga, surga demikian indah sehingga keringat Nabi menjadi mawar[8][9]
Variasi pelaksanaan
[sunting | sunting sumber]Telur yang digunakan dalam tradisi ini adalah telur yang sudah matang.[10] Lalu telur tersebut di letakkan di wadah yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kemasan air mineral gelas bekas atau karton yang dibentuk sesuai ukuran telur. Lalu wadah tersebut dihias dengan kertas warna-warni lalu dicat. wadah tersebut lalu diikatkan ke stik bambu yang sudah diraut ujungnya agar mudah nantinya saat ditancapkan ke batang pisang. Wadah dan stik bambu yang sudah menjadi satu tersebut disebut sebagai kembang endhog (Bahasa Indonesia : bunga telur).[6][11][12] Batang pisang yang sudah dihias dan ditancapi kembang endhog tadi lalu diarak berkeliling desa atau kampung menggunakan becak atau mobil, atau hanya diletakkan di masjid atau panggung acara.
Tradisi endhog-endhogan ini biasanya diadakan di masjid, dengan mengadakan acara lain seperti ceramah keagamaan (tausiyah), pembacaan Al-Quran, pembacaan Berzanji yang biasanya dilagukan (atau disebut dzikir maulid),[13][14] atau kesenian hadrah, samrah, atau qasidah. Tradisi ini biasanya dilakukan pada tepat tanggal 12 Rabiul Awal sesuai dengan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi ada juga yang tidak tepat namun masih dalam bulan Rabiul Awal.[1]
Kendati pada awalnya endhog-endhogan menggunakan telur bebek, namun saat ini lebih banyak menggunakan telur ayam yang lebih mudah didapat. Jodhang yang digunakan selain menggunakan batang pisang ada juga yang mensiasati menggunakan pipa paralon panjang.[15]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Syafa'at, SH, MHI., Endhog Endhogan dalam Tradisi Maulid di Banyuwangi, diakses 1 November 2019, 20.22 WIB
- ^ Ragam Perayaan Maulid Nabi Berbalut Tradisi, diakses 1 November 2019, 21.09 WIB
- ^ Haorrahman. Filosofi Telur dalam Tradisi Endhog-Endhogan Banyuwangi untuk Peringati Maulid Nabi Muhammad, diakses 1 November 2019, 20.24 WIB
- ^ Arifin, Syamsul. Endhog - endhogan, Ribuan Telur Ayam Diarak dan Disantap Bersama, diakses 1 November 2019, 21.40 WIB
- ^ a b c Suwito, Rindi. Sejarah Tradisi Endhog-Endhogan Maulid di Banyuwangi Diarsipkan 2019-10-23 di Wayback Machine., diakses 1 November 2019, 20.22 WIB
- ^ a b M. Kurniawan, Sholeh & Alawai, Abdullah. Kembang Endhog, Tradisi Masyarakat Banyuwangi Peringati Maulid Nabi, diakses 1 November 2019, 22.23 WIB
- ^ Sodiqin, Ali.Ribuan Orang Meriahkan Festival Endhog-Endhogan di Banyuwangi Diarsipkan 2019-11-01 di Wayback Machine., diakses 1 November 2019, 20.22 WIB
- ^ Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. 2003. Surakarta : Pustaka Firdaus. ISBN-13: 979-9-6935-1411-6
- ^ Schimmel, Annemarie. Dan Muhammad Adalah Utusan Allah. 2019. Jakarta : Noura Book Publising. ISBN-13: 978-6-0238-5749-4
- ^ Endhog-endhogan, Tradisi Maulid Nabi Warga Banyuwangi Diarsipkan 2019-11-01 di Wayback Machine., diakses 1 November 2019, 21.04 WIB
- ^ Uny, Ade. Kenalan Tradisi Kembang Ndok Ala Banyuwangi, diakses 1 November 2019, 21.00 WIB
- ^ Rachmawati, Ira. Tradisi Muludan Endog-endogan di Banyuwangi, diakses 1 November 2019, 21.04 WIB
- ^ Syiar Islam Lewat Lomba Dzikir Maulid Dan Hadrah[pranala nonaktif permanen], diakses 1 November 2019, 20.59 WIB
- ^ Sholihah, Mar'a.Mensyukuri Ni'mat Alloh dengan Maulid, diakses 1 November 2019, 20.59 WIB
- ^ Fanani, Ardian. Festival Endhog-endhogan, Peringatan Maulid Nabi ala Banyuwangi, diakses 1 November 2019, 21.08 WIB