Christopher Nolan di film ini tidak hanya melampaui kesuksesan film terdahulunya secara kualitas dan teknis, tetapi akhirnya Nolan juga berhasil membuat film yang mudah dimengerti oleh semua pihak. Nolan sepertinya benar-benar melakukan intropeksi besar-besaran pasca film Tenet yang menurutku gagal.

Jujur, aku sangat suka sama film ini. Aku tidak menyangka bahwa aku akan ketakutan dan kaget melihat film biografi. Aku tidak menyangka pula Nolan sangat pinter banget bikin jumpscare yang sangat cantik. Dalam aspek naratif, aku tidak terkejut dengan ceritanya yang melompat maju-mundur karena itu memang sebuah ciri khas Nolan dan aku jujur tidak merasa berat dalam mengikuti susunan penceritaan seperti itu. Nolan sangat senang memainkan semua aspek teknis maupun kualitas filmnya sehingga tidak heran bahwa film-filmnya terlihat selalu totalitas.

Aspek naratifnya yang paling aku suka di sini adalah Nolan membawa dua kiasan, yaitu Prometheus dan Dewa Wisnu, kalau tidak salah. Oppenheimer tidak hanya dianggap sebagai Bapak Bom Atom tapi juga sebagai The American Prometheus. Bak Prometheus yang mencuri api dari Zeus lalu memberikannya kepada manusia, Oppenheimer menciptakan sebuah bom yang harusnya digunakan untuk memenuhi hak para ilmuwan justru menjadi alat pembunuh massal yang dijatuhkan di dua kota besar Jepang. Tidak hanya berhenti di situ, bagaikan atom yang terus bereaksi dalam sebuah ledakan, Jepang menyerah dan Indonesia merdeka.

And he still become Death, The Destroyer of the World.

Jujur, Nolan pinter banget bikin jumpscare. Biasanya jumpscare datang secara tidak terduga, tetapi di sini aku sudah menduga bakal ada jumpscare dan aku masih terkejut ketika jumpscare-nya muncul. WOW banget. Kualitas audionya juga tidak main-main tanpa Hans Zimmer, dibawah arahan Ludwig Goransson, film Oppenheimer berhasil menyuguhkan sebuah pengalaman sinematik yang tidak akan terlupakan.