Sunan Muria
As-Syekh Raden Umar Said | |
---|---|
Gelar | Sunan Muria |
Nasab | bin Raden Sahid |
Nisbah | Al - Abdurrahman |
Meninggal | 1560 Kesultanan Pajang |
Dimakamkan di | Colo, Dawe, Kudus |
Kebangsaan | - Kesultanan Demak - Kesultanan Pajang |
Jabatan | ~ Dewan Walisongo |
Firkah | Sunni |
Murid dari | Sunan Kalijaga, Sunan Ngudung, Sunan Ngerang, Guru-gurunya |
Mempengaruhi | |
Istri |
|
Keturunan | |
Orang tua | Raden Sahid (ayah) Dewi Saroh (ibu) |
Sunan Muria merupakan Ulama yang termasuk dalam anggota dewan Wali Songo. Nama lahirnya adalah Umar Said. Ia adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.[1][2]
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat Sunan Muria dimakamkan. Sunan Muria wafat pada tahun 1560 M.
Di dalam tradisi penulisan tembang, Sunan Muria dianggap sebagai pencipta tembang-tembang cilik (sekar alit) jenis Sinom dan Kinanthi.
Sunan Muria menjalankan dakwah melalui pendekatan budaya. Dalam seni pewayangan, misal, Sunan Muria diketahui suka menggelar sejumlah lakon carangan pertunjukan wayang gubahan Sunan Kalijaga, seperti : Dewa Ruci, Dewa Srani, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning, Semar Ambarang Jantur, dan sebagainya.
Melalui media pertunjukan wayang, Sunan Muria memberikan penerangan-penerangan kepada masyarakat tentang berbagai hal dalam kaitan dengan tauhid. Dengan pendekatan lewat pertunjukan wayang, tembang-tembang, tradisi-tradisi lama, dan praktik-praktik keagamaan lama yang sudah diislamkan, Sunan Muria berhasil mengembangkan dakwah Islam di daerah Jepara, Tayu, Juwana, bahkan sekitar Kudus.
Sumber versi catatan sejarah menyebutkan asal usul Sunan Muria sebagai anak kandung dari sunan ngudung/sunan mandalika sangat tidak sesuai karena bukti kebenaran otentik dewi sujinah istri sunan muria adalah putri dari Sunan Ngudung "Raden Usman Haji" bin As-Sayyid Ali Murtadho Sunan Gisik kakak sunan ampel
Rekam Jejak
[sunting | sunting sumber]Menjadi Murid sekaligus menantu Sunan Ngerang
[sunting | sunting sumber]Selama berguru kepada Sunan Ngerang, dikisahkan bahwa suatu saat Sunan Ngerang mengadakan syukuran untuk putrinya, Dewi Roroyono yang usianya genap dua puluh tahun.
Para murid seperti Sunan Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak dari Mandalika Jepara, Kapa dan adiknya, Gentiri, diundang untuk hadir.
Ketika Dewi Roroyono dan adiknya, Roro Pujiwati, keluar menghidangkan makanan dan minuman, hati Adipati Pathak Warak terpesona oleh kecantikan putri gurunya itu. Ia memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip.
Putri Sunan Ngerang itu telah membuat Adipati Pathak Warak tergila-gila dan melakukan tindakan tidak pantas terhadap putri gurunya itu. Bahkan, pada malam hari, Dewi Roroyono dibawa lari ke Mandalika.
Sewaktu Sunan Ngerang mengetahui bahwa putrinya diculik oleh Pathak Warak, ia berikrar akan menikahkan putrinya itu dengan siapa saja yang berhasil membawanya kembali.
Setelah melalui berbagai rintangan yang berat termasuk melumpuhkan Adipati Pathak Warak, membinasakan Kapa dan Gentiri yang berkhianat.
Raden Umar Said berhasil membawa kembali Dewi Roroyono. Lalu Sunan Ngerang menjodohkan putrinya, Dewi Roroyono, dengan Raden Umar Said (Sunan Muria).
Pernikahan
[sunting | sunting sumber]Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah putri Sunan Ngudung, adik dari Sunan Kudus dan Sunan Muria menikah dengan dewi Roroyono Putri Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang.[3] Sunan Muria menikah dengan dewi sujinah dikaruniai seorang anak bernama Syech Jangkung.
Sedangkan, pernikahan Sunan Muria dengan dewi Roroyono Putri Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang dikaruniai tiga orang anak, yaitu :
- Sunan Nyamplungan
- Raden Ayu Nasiki
- Pangeran Santri (Sunan Kadilangu).
Selain itu adapula putra Sunan Muria yang terkenal ialah (Panembahan Pangulu) Pangeran Jogodipo, yang makamnya berada satu kompleks di Colo.
Pemakaman
[sunting | sunting sumber]Kompleks Makam Sunan Muria berada di Bukit Muria yang terletak di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah dan berada pada ketinggian lebih dari 1600 meter di atas permukaan laut.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ Nahdliyin, Suara (2019-01-07). "Menelusuri Jati Diri dan Jejak Dakwah Sunan Muria". Suara Nahdliyin (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-29.
- ^ Wisata Religi Pulau Mandalika. Ziarah ke makam Sunan Ngudung dan Adipati Patak Warak., diakses tanggal 2022-04-29
- ^ Silsilah Sunan Kudus | Habib Luthfi bin Yahya, diakses tanggal 2022-04-29
Pustaka
[sunting | sunting sumber]- Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, Halaman 305.