Lompat ke isi

Permainan video

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Dua anak bermain Pong pada televisi.
Pong generasi pertama pada Computerspielemuseum Berlin

Permainan video atau gim video (bahasa Inggris: video game) adalah permainan elektronik yang melibatkan interaksi antarmuka pengguna atau perangkat masukan – seperti peranti tuas kendali, stik kendali (controller), papan tombol, maupun pengindra gerakan – untuk menghasilkan umpan balik visual. Umpan balik ini akan ditampilkan pada video perangkat layar, seperti perangkat TV, monitor, layar sentuh, atau perangkat jemala realitas. Permainan video sering kali dilengkapi dengan umpan balik audio melalui pengeras suara atau penyuara telinga (headphone), dan terkadang dengan jenis umpan balik lainnya, seperti teknologi haptic. Permainan video ditentukan berdasarkan pelantar mereka, yang mencakup permainan dingdong, permainan konsol, dan permainan untuk komputer pribadi (PC). Baru-baru ini, industri permainan video telah berkembang ke permainan seluler melalui ponsel pintar dan komputer tablet, sistem realitas virtual dan realitas berimbuh, serta permainan dengan remote cloud. Permainan video diklasifikasikan ke dalam berbagai genre berdasarkan jenis permainan dan tujuannya.

Purwarupa permainan video pertama di tahun 1950-an dan 1960-an adalah ekstensi sederhana dari permainan elektronik menggunakan keluaran seperti video dari komputer ukuran ruangan yang besar. Permainan video konsumen pertama adalah permainan video dingdong Ruang Komputer pada tahun 1971. Pada tahun 1972 muncul permainan dingdong hit ikonik Pong, dan yang pertama konsol rumah, Magnavox Odyssey. Industri yang berkembang pesat menderita crash dari pasar video game Amerika Utara pada tahun 1983 karena hilangnya kendali penerbitan dan kejenuhan pasar. Setelah crash atau anjlok, industri menjadi matang, didominasi oleh perusahaan Jepang seperti Nintendo, Sega, dan Sony, dan praktik serta metode yang mapan seputar pengembangan dan distribusi video game untuk mencegah kecelakaan serupa di masa depan, banyak yang terus diikuti. Saat ini, pengembangan video game membutuhkan banyak keterampilan untuk membawa game ke pasar, termasuk pengembang, penerbit, distributor, pengecer, konsol, dan pihak ketiga lainnya produsen, dan peran lainnya.

Pada hari-hari ini, pengembangan permainan video membutuhkan sejumlah keahlian, visi, kerja sama tim, dan hubungan antara berbagai pihak, termasuk pengembang, penerbit, distributor, pengecer, produsen perangkat keras, dan pemasar lainnya, untuk berhasil menghadirkan permainan kepada konsumen. Pada tahun 2020, pasar permainan video global memperkirakan pendapatan tahunan sebesar US$159 miliar di seluruh perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan. Ini tiga kali lipat ukuran industri musik global 2019 dan empat kali lipat dari industri film 2019.[1]

Tennis for Two (1958), permainankomputer analog awal yang menggunakan osiloskop untuk tampilan.
Spacewar! (1962), sebuah permainan komputer mainframe awal, digambarkan berjalan pada komputer PDP-1

Sejarah awal

[sunting | sunting sumber]

Permainan-permainan awal menggunakan perangkat elektronik interaktif yang menggunakan berbagai format paparan. Contoh berawal ialah pada tahun 1947—sebuah "Perangkat Hiburan Tabung Sinar Katoda" (Cathode Ray Tube Amusement Device) difailkan bagi mendapatkan paten pada 25 Januari 1947 oleh Thomas T. Goldsmith Jr. dan Estle Ray Mann, dan diisukan pada 14 Disember 1948 sebagai U.S. Patent 2455992.[2] Terinspirasi dari teknologi tampilan radar, itu termasuk dari sebuah perangkat analaog yang memungkinkan seorang pengguna untuk mengontrol sudut parabola dari sebuah titik di layar untuk mensimulasikan rudal yang ditembakkan ke target, yang merupakan gambar kertas yang ditempel di layar.[3] Contoh awal lainnya seperti permainan catur Christopher Strachey, komputer Nimrod di Festival of Britain tahun 1951; OXO, sebuah permainan tic-tac-toekomputer oleh Alexander S. Douglas untuk EDSAC pda tahun 1952; Tennis for Two, permainan interaktif elektronik yang direkayasa oleh William Higinbotham pada tahun1958; dan Spacewar!, ditulis oleh mahasiswa Massachusetts Institute of Technology Martin Graetz, Steve Russell, dan Wayne Wiitanen pada komputer DEC PDP-1 pada tahun 1962. Setiap permainan mempunyai arti yang berbeda dalam ditampilkan: NIMROD memiliki panel lampu untuk memainkan permainan Nim,[4] OXO memiliki tampilan grafis untuk memainkan tic-tac-toe,[5] Tennis for Two memiliki osiloskop untuk menampilkan tampilan samping lapangan tenis,[3] dan Spacewar! memiliki tampilan vektor DEC PDP-1 untuk membuat dua pesawat ruang angkasa saling bertarung.[6]

Industri permainan video sekarang

[sunting | sunting sumber]

Nvidia dan AMD memperkenalkan kartu grafis pada tahun 2020 dengan dukungan perangkat keras untuk ray tracing secara real-time, yang juga merupakan komponen utama yang diperkenalkan dengan konsol Microsoft dan Sony berikutnya, Xbox Series X/S dan PlayStation 5, keduanya dirilis pada November 2020. Peningkatan signifikan dalam teknologi juga meningkatkan kemampuan untuk menampilkan tekstur yang sangat detail, memungkinkan photorealism dalam adegan permainan video yang dirender di resolusi tinggi dan frame rate tinggi. Perubahan ini memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar untuk memori tekstur pada perangkat keras dan bandwidth yang lebih besar antara memori penyimpanan dan prosesor grafis. Kedua konsol baru ini menyertakan opsi SSD khusus yang dirancang untuk menyediakan opsi penyimpanan bandwidth tinggi, yang memiliki manfaat tambahan untuk menghilangkan waktu pemuatan secara virtual di banyak game, khususnya yang menampilkan in-game streaming untuk game dunia terbuka.

Sebuah permainan video, seperti bentuk media lainnya, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa genre berdasarkan banyak pertimbangan, seperti cara bermain, tujuan, dan seni di dalamnya. Karena genre bergantung pada isi, genre banyak berubah dan bertambah. Genre dapat merupakan gabungan genre lainnya. Genre juga dapat merupakan bawaan, permainan, seperti musik dan horor. Beberapa genre yang terdapat dalam permainan video adalah FPS (First Person Shooter), RPG (Role Playing Game), Adventure, Platfomer, Action - Adventure, Strategy, Racing, Simulation, MMO, dan banyak genre lainnya.

Mesin permainan video arcade di aula permainan arkade Sugoi di Malmi, Helsinki, Finlandia

Untuk membedakannya dari permainan elektronik, sebuah permainan video pada umumnya dipertimbangkan membutuhkan sebuah platform, perangkat keras yang berisi elemen komputasi, untuk memproses interaksi pemain dari beberapa jenis perangkat masukan dan menampilkan hasilnya ke sebuah layar keluaran video.[7]

Perangkat masukan

[sunting | sunting sumber]
Sebuah pengontrol permainan Super NES Amerika Utara dari awal tahun 1990

Permainan video dapat menggunakan beberapa jenis perangkat input untuk menerjemahkan tindakan manusia ke dalam permainan. Yang paling umum adalah penggunaan pengontrol permainan seperti gamepad dan joystick untuk sebagian besar konsol, dan sebagai aksesori untuk sistem komputer pribadi bersamaan dengan pengontrol keyboard dan tetikus. Kontrol umum pada pengontrol terbaru termasuk tombol wajah, pemicu bahu, stik analog, dan papan berarah ("d-pads"). Konsol biasanya termasuk pengontrol standar yang dikirim atau dikemas dengan konsol itu tersebut, sementara pengontrol periferal tersedia sebagai pembelian terpisah dari produsen konsol atau vendor pihak ketiga.[8] Set pengontrol dibuat ke dalam konsol genggam dan ke dalam kabinet arkade. Peningkatan teknologi terbarukan telah memasukkan teknologi tambahan ke dalam pengontrol atau platform permainan, seperti sensor layar sentuh dandeteksi gerakan yang memberikan lebih banyak opsi tentang bagaimana pemain berinteraksi dengan permainan. Pengontrol khusus dapat digunakan untuk genre permainan tertentu, termasuk setir balapan, senjata ringan dan papan dansa. Kamera digital dan deteksi gerakan dapat menangkap gerakan pemain sebagai input ke dalam permainan, yang dalam beberapa kasus, secara efektif dapat menghilangkan kontrol, dan pada sistem lainnya seperti realitas virtual, yang digunakan untuk meningkatkan pengalaman ke dalam permainan.

Tampilan dan keluaran

[sunting | sunting sumber]
Unit genggam, seperti Game Boy, termasuk layar keluaran internal dan speaker suara.

Menurut definisi, semua permainan video diharapkan untuk mengeluarkan grafik ke sebuah tampilan video eksternal, seperti televisi tabung sinar katode, televisi layar kristal cair (LCD) yang lebih baru, dan layar terintegrasi, proyektor atau monitor komputer, tergantung pada jenis platform tempat permainan dimainkan. Fitur seperti kedalaman warna, kecepatan refresh, kecepatan bingkai, dan resolusi layar merupakan sebuah kombinasi dari keterbatasan platform permainan dan perangkat penampil dan efisiensi program dari permainan itu sendiri. Keluaran permainan dapat berupa tampilan tetap menggunakan elemen LED atau LCD, permainan berbasis teks, grafik dua dimensi dan tiga dimensi, dan tampilan realitas tertambah.

Grafik dari permainan seringkali bersamaan dengan suara yanng diproduksi oleh pengeras suara dalam dari platform permainan atau pengeras suara eksternal yang terpasang pada platform, sesuai arahan pemrograman permainan. Ini sering kali menyertakan efek suara yang terkait dengan tindakan pemain untuk memberikan umpan balik audio, serta musik latar untuk permainan.

Beberapa platform mendukung mekanik umpan balik tambahan kepada pemain yang dimana sebuah permainan dapat mengambil keuntungan. Ini adalah teknologi haptik yang paling umum dibangun ke dalam pengontrol permainan, seperti menyebabkan kontroler bergetar di tangan pemain untuk mensimulasikan gempa bumi yang terjadi dalam permainan.

E3 adalah salah satu perhelatan pameran dagang khas industri permainan video.
Pengunjung pada Gamescom tahun 2015 bermain sebuah permainan video

Sejarah awal dari industri permainan video, setelah dirilis perangkat keras permainan pertama dan hingga tahun 1983, hanya memiliki sedikit struktur. Permainan video dengan cepat berkembang pesat selama zaman keemasan permainan video arkade dari akhir tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an, namun industri yang baru ditemukan ini sebagian besar terdiri dari pengembang permainan dengan sedikit pengalaman bisnis. Hal ini mengakibatkan sejumlah perusahaan dengan mudahnya membuat klon dari permainan terkenal untuk kapitalisasi pasar.[9] Akibat hilangnya kontrol penerbitan dan jenuhnya pasar, pasar permainan video rumahan di Amerika Utara anjlok pada tahun 1983, pendapatannya menurun dari sekitar US$3 miliar pada tahun 1983 menjadi US$100 juta pada tahun 1985. Banyak perusahaan Amerika Utara yang didirikan pada tahun-tahun sebelumnya tutup. Industri permainan Jepang yang sedang berkembang sempat terguncang oleh krisis ini namun masih mampu bertahan dalam jangka pendek, dan Nintendo membantu untuk memperbaiki industri dengan perilisan Nintendo Entertainment System di Amerika Utara pada tahun 1985.[9] Bersamaan dengan itu, Nintendo menetapkan sejumlah praktik industri inti untuk mencegah pengembangan permainan tanpa izin dan mengontrol distribusi permainan di platform mereka, metode yang terus digunakan oleh produsen konsol saat ini.[9]

Industri ini tetap lebih konservatif setelah krisis tahun 1983, terbentuk di sekitar konsep dikotomi penerbit-pengembang, dan pada tahun 2000an, menyebabkan industri terpusat pada risiko rendah, permainan triple-A dan studio dengan anggaran pengembangan besar dengan setidaknya minimal US$10 juta atau lebih.[10] Munculnya Internet membawa distribusi digital sebagai sarana yang layak untuk mendistribusikan permainan, dan berkontribusi pada pertumbuhan pengembangan permainan independen yang lebih berisiko dan eksperimental sebagai alternatif dari permainan triple-A pada akhir tahun 2000-an dan terus tumbuh sebagai bagian penting dari industri permainan video.[11][12]

Pasar regional utama

[sunting | sunting sumber]

Industri ini sendiri tumbuh di Amerika Serikat dan Jepang pada tahun 1970an dan 1980an sebelum memiliki kontribusi yang lebih besar di seluruh dunia. Saat ini, industri permainan video sebagian besar dipimpin oleh perusahaan-perusahaan besar di Amerika Utara (terutama Amerika Serikat dan Kanada), Eropa, dan Asia tenggara termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Produksi perangkat keras masih menjadi bidang yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan Asia yang terlibat langsung dalam desain perangkat keras atau bagian dari proses produksi, tetapi distribusi digital dan pengembagan permainan indie pada akhir tahun 2000-an telah memungkinkan pengembang permainan berkembang hampir di mana saja dan mendiversifikasi bidang tersebut.[13]

Penjualan permainan

[sunting | sunting sumber]
Sebuah tampilan ritel di Swiss dengan banyak pilihan permainan untuk platform yang populer di awal tahun 2000-an

Menurut perusahaan riset pasar Newzoo, industri permainan video global menghasilkan pendapatan sekitar lebih dari US$159 miliar pada tahun 2020. Permainan seluler menyumbang pangsa pasar terbesar, yaitu sebesar 48%, diikuti oleh permainan konsol sebesar 28% dan permainan komputer pribadi sebesar 23%.[14]

Penjualan dari jenis-jenis permainan yang berbeda sangat bervariasi antar negara karena preferensi lokal. Konsumen Jepang cenderung membeli lebih banyak permainan genggam daripada permainan konsol dan terutama permainan PC, dengan preferensi kuat untuk permainan yang sesuai dengan selera lokal.[15][16] Perbedaan utama lainnya adalah, meskipun mengalami penurunan di Barat, permainan arkade tetap menjadi sektor penting dalam industri permainan Jepang.[17] Di Korea Selatan, permainan komputer umumnya lebih disukai daripada permainan konsol, terutama permainan MMORPG dan permainan strategi waktu nyata. Permainan komputer juga populer di Tiongkok.[18]

Perhelatan The Art of Video Games di Museum Seni Amerika Smithsonian pada tahun 2012

Budaya permainan video merupkan subkultur media baru seluruh dunia yang dibentuk pada sekitar permainan video dan bermain permainan. Seiring dengan meningkatnya popularitas permainan komputer dan video dari waktu ke waktu, mereka telah mempunyai pengaruh yang signifikan di budaya populer. Budaya permainan video juga berkembang seiring waktu seiring dengan budaya internet serta meningkatnya popularitas permaianan seluler. Banyak orang yang bermain permaian video mengidentifikasi diri sebagai gamer, yang bisa berarti siapa saja, mulai dari orang yang menikmati permaian hingga orang yang menggemarinya. Seiring dengan semakin sosialnya permainan video dengan kemampuan multipemain dan daring, gamer menemukan mereka berkembang dalam jaringan sosial. Permainan bisa menjadi hiburan sekaligus kompetisi, karena tren baru yang dikenal sebagai olahraga elektronik semakin diterima secara luas. Pada tahun 2010-an, permainan video dan diskusi tentang tren dan topik permaian video dapat dilihat di media sosial, politik, televisi, film dan musik. Pandemi COVID-19 pada tahun 2020–2021 semakin meningkatkan visibilitas permainan video sebagai hiburan untuk dinikmati bersama teman-teman dan keluarga daring sebagai sarana pembatasan sosial.[19][20]

Sejak pertengahan tahun 2000 telah terjadi perdebatan apakah permainan video termasuk dalam kategori seni, terutama karena interaktivitas bentuk tersebut mengganggu tujuan artistik dari karya tersebut dan bahwa karya tersebut dirancang untuk daya tarik komersial. Sebuah debat yang signifikan tentang masalah ini muncul setelah kritikus film Roger Ebert mempublikasikan sebuah esai "Permainan video tidak pernah akan menjadi sebuah seni",[21] yang menantang industri untuk membuktikannya dan kritik lainnya salah.[22] Pandangan dimana permainan video merupakan sebuah bentuk seni diperkuat pada tahun 2011 ketika Mahkamah Agung AS memutuskan dalam kasus penting Brown v. Entertainment Merchants Association bahwa permainan video adalah bentuk kebebasan berbicara yang dilindungi dan memiliki nilai artistik.[23] Sejak saat itu, pengembang permainan video telah muncul untuk menggunakan bentuk kasusnya sebagai ekspresi artistik, termasuk pengembangan permainan seni,[24] dan warisan budaya permainan video sebagai karya seni, melebihi kapabilitas teknis mereka, telah menjadi bagian dari perhelatan besar museum, termasuk The Art of Video Games di Museum Seni Amerika Smithsonian dan melakukan tur di museum lain dari tahun 2012 hingga 2016.

Selanjutnya, permainan video dapat menjadi sebuah lingkungan virtual dibawah pengawasan penuh dari produser untuk membuat karya baru. Dengan kemampuan untuk merender aktor dan pengaturan 3D secara waktu-nyata, jenis kerja baru machinima (singkatan untuk "machine cinema") tumbuh dari penggunaan mesin permainan video untuk membuat narasi.[25] Seiring dengan semakin tingginya fidelitas mesin permainan video, mereka juga menjadi bagian dari alat-alat yang digunakan dalam pembuatan film tradisional. Unreal Engine telah digunakan sebagai tulang punggung Industrial Light & Magic untuk teknologi StageCraft mereka untuk film seperti The Mandalorian.[26]

Kontroversi

[sunting | sunting sumber]

Seperti jenis media lainnya, video dan game komputer sering dikaitkan dengan kontroversi dan sensor karena gambar kekerasan grafis, tema seksual, advergaming (iklan dalam game), penyalahgunaan narkoba, alkohol, rokok, propaganda, atau bahasa kotor di beberapa game. . . Kritikus video game termasuk kelompok keluarga, politisi, kelompok agama dan kelompok advokasi lainnya-

Pengembangan

[sunting | sunting sumber]
Pengembang menggunakan berbagai macam alat untuk membuat permainan video. Di sini seorang editor sedang menyempurnakan sistem kamera virtual.

Pengembangan dan kepenulisan permaian video, seperti kebanyakan bentuk hiburan lainnya, seringkali merupakan bidang lintas disiplin. Pengembang permainan video, sebagai karyawan di industri ini pada umumnya disebut, terutama termasuk programmer dan desainer grafis. Selama bertahun-tahun, hal ini telah berkembang hingga mencakup hampir setiap jenis keterampilan yang mungkin terlihat lazim dalam pembuatan film atau program televisi apa pun, termasuk desainer suara, musisi, dan teknisi lainnya; serta keterampilan yang khusus untuk permainan video, seperti perancang permainan. Semua ini dikelola oleh produser.

Pada hari-hari awal industri, umumnya untuk satu orang untuk mengatur semua peran yang dibutuhkan untuk membuat sebuah permainan video. Seiring dengan semakin kompleksnya dan semakin kuatnya platform dalam menyajikan materi, tim yang lebih besar diperlukan untuk menghasilkan semua karya seni, memprogram, sinematografi, dan banyak lainnya. Ini bukan berarti era “toko satu orang” sudah berakhir, karena hal ini masih kadang-kadang ditemukan di pasar permainan kasual dan perangkat genggam,[27] di mana permainan yang lebih kecil lebih banyak diminati karena keterbatasan teknis seperti keterbatasan RAM atau kekurangan kapabilitas merender grafik 3D terkhususkan pada platform tujuan (misalnya, beberapa PDA).[28]

Dengan pertumbuhan ukuran tim pengembang di industri, Masalah biaya meningkat. Studio pengembangan membutuhkan bakat terbaik, sementara penerbit mengurangi biaya untuk mempertahankan keuntungan atas investasi mereka. Biasanya, tim pengembangan konsol permainan video berkisar antara 5 hingga 50 orang, dan beberapa melebihi 100. Pada Mei 2009, Assassin's Creed II melaporkan bahwa mempunyai staf pengembang berjumlah 450 orang.[29] Pertumbuhan ukuran tim yang dikombinasikan dengan tekanan yang lebih besar untuk menyelesaikan proyek di pasar untuk mulai mendapatkan kembali biaya produksi telah menyebabkan meningkatnya kejadian tenggat waktu yang terlewat, permainan yang terburu-buru, dan perilisan produk yang belum selesai.[30]

Sementara pemrograman permainan amatir dan hobi telah ada sejak akhir tahun 1970-an dengan pengenalan dari komputer rumaha, tren terbaru sejak pertengahan tahun 2000-an adalah pengembangan permainan indie. Permainan indie dibuat oleh tim kecil di luar kendali penerbit langsung, permainan mereka memiliki cakupan yang lebih kecil dibandingkan dengan studio permainan"AAA" yang lebih besar, dan sering kali merupakan eksperimen dalam alur permainan dan gaya seni. Pengembangan permainan indie game dibantu dengan ketersediaan distribusi digital yang besar, termasuk pasar permainan seluler terbaru, dan alat pengembangan yang mudah didapat dan berbiaya rendah untuk platform ini.[31]

Pengumpulan dan pelestarian

[sunting | sunting sumber]

Terdapat banyak museum permainan video di seluruh dunia, termasuk National Videogame Museum di Frisco, Texas,[32] yang melayani sebagai museum terbesar yang keseluruhannya di dedikasikan untuk menampilkan dan pelestarian dari artefak industri yang sangat penting.[33] Eropa menjadi tuan rumah bagi museum permainan video seperti Museum Permainan Komputer di Berlin[34] dan Museum Mesin Arkade Soviet di Moskow dan Saint-Petersburg.[35][36] Museum of Art and Digital Entertainment di Oakland, California adalah salah satu museum permainan video yang didedikasikan yang berfokus perhelatan permainan komputer dan konsol yang dapat dimainkan.[37] Video Game Museum of Rome juga didedikasikan untuk melestarikan permainan video dan sejarahnya.[38]International Center for the History of Electronic Games di The Strong di Rochester, New York mempunyai salah satu dari koleksi terbesar dari permainan elektronik dan permainan yang berkaitan dengan materi sejarah di dunia, termasuk sebuah perhelatan 5.000-kaki-persegi (460 m2) yang memungkinkan para tamu untuk memainkan jalan mereka melalui sejarah permainan video.[39][40][41]Smithsonian Institution di Washington, DC memiliki tiga permainan video yang dipajang secara permanen: Pac-Man, Dragon's Lair, dan Pong.[42]

Museum of Modern Art telah menambahkan total dari 20 permainan video dan satu konsol permainan video ke Koleksi Arsitektur dan Desain permanennya sejak tahun 2012.[43][44] Pada tahun 2012,Smithsonian American Art Museum menjalankan sebuah perhelatan pada "The Art of Video Games".[45] Namun, ulasan mengenai pameran tersebut beragam, termasuk yang mempertanyakan apakah permainan video layak berada di museum seni.[46][47]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Bagaimana COVID-19 membawa game dan esports ke level selanjutnya". {{cite web}}: Unknown parameter |penerbit= ignored (bantuan); Unknown parameter |pertama= ignored (bantuan); Unknown parameter |tanggal akses= ignored (bantuan); Unknown parameter |tanggal= ignored (bantuan); Unknown parameter |terakhir= ignored (bantuan)
  2. ^ Templat:US Patent
  3. ^ a b Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  4. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  5. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  6. ^ Rabin, Steve (2005) [14 June 2005]. Introduction to Game Development. Massachusetts: Charles River Media. ISBN 978-1-58450-377-4.
  7. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama eu game industry
  8. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  9. ^ a b c Ernkvist, Mirko (2008). "Down many times, but still playing the game: Creative destruction and industry crashes in the early video game industry 1971–1986". In Gratzer, Karl; Stiefel, Dieter (ed.). History of Insolvancy and Bankruptcy. Södertörns högskola. pp. 161–191. ISBN 978-91-89315-94-5.
  10. ^ Demaria, Rusel; Wilson, John (2002). High Score!: The Illustrated History of Electronic Games (1st ed.). McGraw-Hill Osborne Media. ISBN 0-07-222428-2.
  11. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  12. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama indie dreams2
  13. ^ Sotamaa, Olli (2009). "Studying Game Development Cultures". Games and Culture. 4: 276. doi:10.1177/1555412009339732. S2CID 8568117.
  14. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama vg industry size 20202
  15. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  16. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  17. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  18. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  19. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  20. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  21. ^ Ebert, Roger (2010-04-16). "Video games can never be art". Chicago Sun-Times. Diarsipkan dari asli tanggal 2011-10-10. Diakses tanggal 2010-08-31.
  22. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  23. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  24. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  25. ^ Lowood, Henry (2005). "Real-Time Performance: Machinima and Game Studies" (PDF). The International Digital Media & Arts Association Journal. 2 (1): 10–17. ISSN 1554-0405. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 1 January 2006. Diakses tanggal 2013-03-22.
  26. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  27. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  28. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  29. ^ "Assassin's Creed II dev team triples in size", Christopher Reynolds, 18 May 2009, NOW Gamer. Diarsipkan 15 May 2016 di Portuguese Web Archive
  30. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  31. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  32. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  33. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  34. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  35. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  36. ^ "Red Penguin: Review of the Museum of Soviet arcade machines". redpenguin.net. Diarsipkan dari asli tanggal 21 September 2013. Diakses tanggal 1 June 2013.
  37. ^ "About The MADE". themade.org. Diarsipkan dari asli tanggal 30 May 2013.
  38. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  39. ^ Wolf, Mark J.P., ed. (2012). "International Center for the History of Electronic Games (ICHEG)". Encyclopedia of Video Games: The Culture, Technology, and Art of Gaming. p. 329.
  40. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  41. ^ "eGameRevolution". International Center for the History of Electronic Games. Diarsipkan dari asli tanggal 27 Mei 2013. Diakses tanggal 26 Mei 2013.
  42. ^ "History of Computing: Video games – Golden Age". thocp.net. Diarsipkan dari asli tanggal 26 December 2011.
  43. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  44. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  45. ^ Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  46. ^ Barron, Christina (29 April 2012). "Museum exhibit asks: Is it art if you push 'start'?". The Washington Post. Diarsipkan dari asli tanggal 4 June 2013. Diakses tanggal 12 February 2013.
  47. ^ Kennicott, Philip (18 March 2012). "The Art of Video Games". The Washington Post. Diarsipkan dari asli tanggal 4 June 2013. Diakses tanggal 12 February 2013.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • Kent, Steve L. (2001). The Ultimate History of Video Games. Prima. ISBN 0-7615-3643-4.
  • Wolf, Mark (2007). "Chapter 1: What Is a Video Game?". In Wolf, Mark (ed.). The Video Game Explosion. Westport, CT: Greenwood Press. ISBN 978-0313338687.
  • Perron, Bernard (2013). "From gamers to players and gameplayers: The example of interactive movies". In Wolf, Mark JP; Perron, Bernard (ed.). The Video Game Theory Reader. Routledge. ISBN 9781135205188.
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • Perron, Bernard (2009). "Games of Fear: A Multi-Faceted Historical Account of the Horror Genre in Video Games". Horror Video Games: Essays on the Fusion of Fear and Play. McFarland & Company. ISBN 978-0786441976.
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • Arsenault, Dominic (2009). "Video Game Genre, Evolution and Innovation". Eludamos. Journal for Computer Game Culture. 3 (2): 149–176. doi:10.7557/23.6003. S2CID 62171492.
  • Keogh, Brendan (2015). "Between Triple-A, indie, casual, and DIY: Sites of tension in the videogames cultural industries". The Routledge Companion to the Cultural Industries. Routledge.
  • Gintere, Ieva (2019). A New Digital Art Game: The Art of the Future. Society. Integration. Education. Proceedings of the International Scientific Conference. Vol. 4.

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • Costikyan, Greg (1994). "I Have No Words & I Must Design". Diarsipkan dari asli tanggal 12 August 2008.
  • Crawford, Chris (1982). The Art of Computer Game Design. Diarsipkan dari asli tanggal 2 July 2015. Diakses tanggal 2 February 2011.
  • Lieu, Tina (August 1997). "Where have all the PC games gone?". Computing Japan. Diarsipkan dari asli tanggal 12 January 1998.
  • Pursell, Carroll (2015). From Playgrounds to PlayStation: The Interaction of Technology and Play. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press.
  • Salen, Katie; Eric Zimmerman (2005). The Game Design Reader: A Rules of Play Anthology. The MIT Press. ISBN 978-0-262-19536-2.
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • Lua error in Modul:Citation/CS1/Utilities at line 82: bad argument #1 to 'message.newRawMessage' (string expected, got nil).
  • John Wills (1 October 2002). "Digital Dinosaurs and Artificial Life: Exploring the Culture of Nature in Computer and Video Games". Cultural Values (Journal for Cultural Research). 6 (4): 395–417. doi:10.1080/1362517022000047334. S2CID 144132612.
  • Williams, J.P.; Smith, J.H., ed. (2007). The players' realm: studies on the culture of video games and gaming. Jefferson, NC: McFarland & Co.
  • The Ultimate History of Video Games, Volume 2: Nintendo, Sony, Microsoft, and the Billion-Dollar Battle to Shape Modern Gaming by Steven L. Kent, Crown, 2021, ISBN 1984825437

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]