Penicillium camemberti
Penicillium camemberti
| |
---|---|
Taksonomi | |
Superkerajaan | Eukaryota |
Kerajaan | Fungi |
Divisi | Ascomycota |
Kelas | Eurotiomycetes |
Ordo | Eurotiales |
Famili | Trichocomaceae |
Genus | Penicillium |
Spesies | Penicillium camemberti |
Penicillium camemberti merupakan salah satu spesies fungi yang berasal dari genus Penicillium. Fungi tersebut digunakan dalam produksi keju Camembert dan Brie, Langres, Coulommiers, dan Cambozola. P. camemberti dapat membentuk kerak putih dengan tekstur yang keras di permukaan keju. Penicillium camemberti berperan dalam memberikan cita rasa yang khas terhadap keju-keju yang dihasilkan. Alergi terhadap penisilin tidak selalu menandakan keberadaan alergi terhadap keju yang dibuat menggunakan P. camemberti.[1] Saat membuat keju dengan P. camemberti, kultur yang digunakan dapat dicampur ke dalam bahan sebelum ditempatkan di dalam cetakan, atau dapat ditambahkan pada bagian luar keju setelah dikeluarkan dari cetakan keju.[2] P. camemberti juga memiliki peranan dalam memberikan tekstur lembut pada keju Brie dan Camembert,. Namun, konsentrasi yang terlalu tinggi dari fungi tersebut dapat menyebabkan rasa pahit yang tidak diinginkan.[3] Pertumbuhan miselium P. camemberti dapat dikontrol dengan menggunakan teknik PCR.[4] Pertumbuhan sangat penting untuk dikontrol agar dapat mempertahankan tingkat senyawa yang diinginkan dengan tujuan untuk mempertahankan cita rasa dan menjaga toksisitas berada pada tingkat yang aman.[5]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Fungi tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Charles Thom pada tahun 1906.[6] P. camemberti dianggap sebagai objek yang baik untuk digunakan dalam eksperimen dan pengujian. P. camemberti dapat tumbuh pada kondisi buatan, membentuk kepadatan, miselium enzimatik, dan dapat diisolasi dari keju. P. camemberti dapat memberikan pengaruh secara ekonomi terhadap industri keju.[7] Terdapat dua puluh empat isolat Penicillium yang diketahui, hal tersebut mengakibatkan adanya kebingungan yang cukup besar dalam bidang taksonomi. Akan tetapi, strain tersebut hanya terkait secara antigen, kesamaan karakteristik mikromorfologi, laju pertumbuhan, produksi toksin, dan kemampuan untuk tumbuh di dalam air dan pada temperatur rendah. Isolat tersebut kemudian dikelompokan kedalam 9 subdivisi di bawah tingkat spesies. Dari hal tersebut, ditemukan bahwa P.commune Thom merupakan jenis liar, atau strain yang terbentuk di alam dan merupakan ancestor dari P. camemberti.[8] Pada tahun 2014, urutan genom P. camemberti diterbitkan.[5][9]
Karakteristik Pertumbuhan
[sunting | sunting sumber]Diameter koloni P. camemberti yang ditumbuhkan pada media Czapek Yeast Extract Agar (CYA) memiliki ukuran 19–27 mm pada suhu ruang (24-26 ℃) setelah 10 hari. Koloni pada CYA tampak kuning / jingga atau hijau hingga coklat kekuningan hingga berwarna coklat pucat / biru. Pada media Malt Extract Agar (MEA), koloni memiliki diameter 12–27 mm. Koloni tersebut juga memiliki warna kuning/jingga atau warna hijau. Suhu optimum untuk pertumbuhan P. camemberti sendiri berada para rentang 20-25℃ dan pH 3,5-6,5. Penicillium camemberti memiliki batas aktivitas air (aw) untuk pertumbuhannya yang sama dengan nilai aw P. roqueforti dengan nilai optimum 0.998 untuk pertumbuhan pada 25℃. Dari segi pH, P. camemberti dapat berperan sebagai starter yang baik pada pH 4,6 selama 24 jam pertama, dan setelah proses pematangan pH akan meningkat hingga 5.5 di bagian tengah keju, sedangkan di bagian luar dapat mencapai pH 7.0. Kemampuan toleransi jamur terhadap garam serta kemampuannya untuk tumbuh pada aw 0,93 menyebabkan jamur dapat tumbuh pada permukaan keju Camembert selama proses pematangan. Namun, hal tersebut terjadi setelah 1 minggu pematangan dan dapat menutupi seluruh permukaan keju dalam waktu 2-3 minggu. Selama proses tersebut, jamur memetabolisme laktat menjadi CO2 dan H2O di permukaan keju sehingga terbentuk gradien pH yang merupakan faktor utama dalam proses pematangan, sehingga dihasilkan pH yang lebih tinggi. Efek tersebut dapat dilihat pada permukaan keju, dimana akan terbentuk gradien pH ke arah tengah keju yang mengakibatkan laktat bermigrasi ke permukaan dan kemudian akan diasimilasi oleh Penicillium sebagai sumber karbon. Adanya penipisan laktat di bagian tengah mengakibatkan kasein terdegradasi oleh enzim dari rennet dan oleh enzim yang dihasilkan dari kultur starter berupa bakteri asam laktat. Pada permukaan keju, amonia terbentuk dari asam amino sehingga terjadi peningkatan pH. Adanya peningkatan pH tersebut dapat mengaktivasi enzim proteinase yang dihasilkan oleh P. camemberti dan bermigrasi secara perlahan ke dalam keju. Selama proses pematangan, konsentrasi CO2 di atmosfer dapat mempengaruhi dinamika sporulasi P. camemberti. Sebagai contoh, jumlah spora yang terdapat pada kulit buah berjumlah sekitar 104 cfu g−1 selama 6 hari pertama dengan CO2 sebesar 6%. Akan tetapi, pada 2% CO2 jamur dapat bersporulasi lebih cepat, di mana pada hari ke-6 pertumbuhan jumlah spora dapat mencapai 106 cfu g−1. Setelah hari ke-11 hingga ke-40, sporulasi berada pada kondisi stasioner dengan jumlah spora mendekati 106 cfu g−1. Di luar dari konsentrasi CO2, miselium P. camemberti mulai tumbuh sejak hari ke-4 yang kemudian akan tampak miselium dan miselium aerial. Miselium tumbuh dan menutupi seluruh permukaan keju antara hari ke 5 dan 12. Peningkatan konsentrasi CO2 yang tinggi diatas 2% dapat memberikan dampak buruk terhadap pertumbuhan fungi pada keju. Karena diketahui pada keju Camembert, P. camemberti diinokulasi dalam kultur campuran dengan Geotrichum, di mana CO2 dapat mempengaruhi keseimbangan antara dua strain tersebut. Kandungan CO2 yang tinggi dapat mendukung pertumbuhan G. candidum, sedangkan pertumbuhan P. camemberti akan semakin buruk.[10]
Produksi Enzim
[sunting | sunting sumber]P. camemberti dapat menghasilkan berbagai proteinase yang berbeda-beda, termasuk dua endopeptidase yang sifatnya ekstraseluler. Salah satu endopeptidase ekstraseluler adalah metaloprotease yang merupakan enzim proteolitik yang dapat aktif ketika kondisi mendekati pH netral (pH 6,5). Pada pH rendah, P. camemberti menghasilkan protease asam. Enzim proteolitik lainnya yang dapat diproduksi adalah aminopeptidase dan karboksipeptidase, kedua enzim tersebut berperan penting dalam pematangan keju. Perbedaan strain dapat mempengaruhi jenis proteinase yang dihasilkan. Namun, variasi lebih besar terjadi antara strain P. camemberti dalam menghasilkan enzim lipolitik ekstraseluler. Lipase aktif pada kondisi dengan kisaran pH 5,5-9,5 dan suhu di 1-35℃.[10]
Penicillium camemberti sebagai Agen Biokontrol pada Keju
[sunting | sunting sumber]Kultur starter dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan kontaminan jamur dan produksi mikotoksin dalam makanan fermentasi. Ketika P. camemberti digunakan sebagai kultur starter sekunder, ia dapat memberikan efek yang kuat dalam menghambat banyak kontaminan keju seperti Cladosporium herbarum, P. roqueforti, P. caseifulvum, dan P.commune. Aktivitas antagonis dari P. camemberti jauh lebih kuat ketika digunakan sebagai kultur murni, sedangkan aktivitas antagonis atau penghambatan akan sangat berkurang ketika digunakan dalam kultur campuran, misalnya dengan G. candidum.[10]
Metabolit Sekunder dan Toksin
[sunting | sunting sumber]Toksin Penicillium dapat diidentifikasi terdapat pada keju yang terkontaminasi, termasuk roquefortin C, isofumigaclavine A, asam cyclopiazonic (CPA), asam mycophenolic, dan yang lebih jarang contohnya ochratoxin A dan toksin PR. Beberapa strain P. camemberti diketahui dapat menghasilkan beberapa metabolit sekunder seperti asam siklopaldat, rugulovasine A, dan rugulovasine B serta palitantin. CPA merupakan senyawa toksin paling signifikan yang diproduksi oleh P. camemberti, ia memiliki sifat neurotoksik dan dapat berperan sebagai imunosupresi. Toksisitas CPA sebagian besar disebabkan oleh adanya penghambatan spesifik ATPase yang bergantung pada kalsium yang terletak di retikulum sarkoplasma, yang dapat menyebabkan perubahan tingkat seluler (Ca2þ) sehingga mengakibatkan adanya peningkatan kontraksi otot. CPA dapat hampir ditemukan secara eksklusif pada permukaan, tidak di dalam inti keju. CPA merupakan ancaman besar bagi konsumen dengan kadar tertinggi dilaporkan dapat mencapai >2 ppm atau <4 mg CPA dalam porsi keju yang paling terkontaminasi. Namun, adanya kumpulan metabolit yang dihasilkan dinilai menunjukkan bahwa efek jangka panjang akibat CPA tidak mungkin terjadi. Meskipun P. camemberti dapat menghasilkan CPA, sampai saat ini tidak ada toksisitas akut yang terjadi akibat dari konsumsi makanan yang diproduksi. Hal tersebut mungkin juga disebabkan karena banyaknya metabolit lain yang mungkin diproduksi dan metabolit tersebut dapat memberikan efek antagonis sehingga dapat menetralkan atau menghilangkan toksisitas dari mikotoksin. Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendukung teori tersebut.[10] Terkait keamanan, umumnya konsumen hanya akan menerima asam cyclopiazonic (CPA) dengan dosis yang rendah, yaitu kurang dari 4 μg. Namun, jamur yang lebih lemah lebih disarankan karena sekresi toksin merupakan suatu hal yang alami dan perlu dilakukan.[5][11]
Penicillium camemberti sebagai Penentu Cita Rasa Keju
[sunting | sunting sumber]Produksi senyawa-senyawa yang terlibat dalam rasa keju Camembert memiliki hubungan erat dengan aktivitas enzimatik P. camemberti. Sementara kehadiran jamur pada permukaan keju dapat membentuk ciri khas keju secara visual, senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah yang dihasilkan dari proses metabolisme dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rasa. Senyawa volatil memiliki peranan penting, dimana ia merupakan komponen dari molekul dengan berat molekul rendah. Asam lemak volatil merupakan senyawa yang paling melimpah dalam fraksi volatil. Selama proses pembuatan, terjadi lipolisis. Lipolisis merupakan tahap penting yang terjadi, di mana asam lemak bebas dapat diperoleh hingga 10% dari keseluruhan asam lemak yang ada. P. camemberti memiliki enzim lipase yang mirip dengan P. roqueforti, dan juga menghasilkan protease. Lipase dan protease terlibat dalam proses degradasi asam lemak rantai pendek dan peptida. Produk yang dihasilkan berupa amonia, metil keton, alkohol primer dan sekunder, ester, aldehid, lakton, dan senyawa sulfur yang dapat mempengaruhi cita rasa dan aroma. Metil keton merupakan senyawa bersifat netral yang jumlahnya melimpah dalam fraksi volatil dari keju yang telah matang. Seperti contonya, 2-nonanone, 2-undecanone, 2-heptanone, dan 2-pentanone dan alkohol sekunder. Keton dan metil keton memiliki peranan penting dalam menentukan keseluruhan rasa keju yang matang pada permukaan. Lalu alkohol sekunder 1-okten-3-ol secara khusus bertanggung jawab dalam memberikan rasa khas pada keju Camembert. Kemudian, ester memiliki aroma seperti bunga dan buah-buahan, hal tersebut diyakini bahwa ester memberikan pengaruh terhadap aroma secara keseluruhan serta meminimalisir ketajaman bau dan rasa pahit yang ditimbulkan oleh asam lemak dan amina.[10]
Jenis Keju yang Melibatkan Penicillium camemberti
[sunting | sunting sumber]Camembert
[sunting | sunting sumber]Pada pembuatan keju Camembert, susu pasteurisasi dihangatkan hingga 29-33℃ dan dimatangkan menggunakan kultur starter berupa bakteri asam laktat. Keasaman susu yang tinggi dapat menekan pertumbuhan organisme lain yang dapat berperan sebagai kontaminan. Enzim koagulasi ditambahkan untuk membantu proses pembentukan dadih selama 1-2 jam. Dadih yang dihasilkan kemudian dicelupkan kedalam tempat kecil berlubang dan dibiarkan mengalir selama 1-2 hari, dengan pengulangan yang sering dilakukan. Keju kemudian diangkat dan diasinkan, kemudian kultur yang mengandung jamur dan bakteri diinokulasi. Proses pengawetan keju Camembert merupakan proses yang kompleks serta tidak hanya melibatkan pengembangan dari agen pematangan tertentu, tapi juga dilakukan pengeringan dadih secara bertahap. Untuk memenuhi proses tersebut, ruangan yang digunakan dalam proses diatur sedemikian rupa pada suhu 13℃ dan kelembaban relatif 90%. Tekstur lembut dan semi liquid di bagian dalam merupakan karakteristik keju Camembert yang disebabkan oleh aktivitas P. camemberti. Kultur fungi dapat dicampur dengan susu, ditaburkan pada dadih, atau dioleskan di atas keju bersama dengan garam. Setelah 2 minggu, fungi tumbuh pada permukaan membentuk lapisan tipis, berwarna putih-keabu abuan, tampak seperti kulit, dan tidak menembus ke dalam keju. Keju kemudian dibungkus dan disimpan di dalam kotak. Keju berada dalam kondisi prima setelah 4-5 minggu di mana pada kondisi tersebut keju baik untuk dikonsumsi. Keju Camembert yang matang dapat menghasilkan bau amonia yang merupakan hasil dari aktivitas deaminasi. Cacat rasa pada keju dapat terjadi ditandai dengan munculnya rasa khas seluloid yang berasal dari produksi stirena yang terkadang muncul selama proses pematangan atau penyimpanan keju yang berjamur, stirena diproduksi oleh jamur. P. camemberti. Jamur tersebut dapat menghasilkan stirena dan fenilalanin melalui aktivitas fenilalanin amonia lyase kemudian dilanjutkan oleh reaksi dekarboksilasi yang dikatalisis oleh cinnamic acid decarboxylase.[10]
Brie
[sunting | sunting sumber]Brie merupakan jenis keju yang sangat mirip dengan Camembert. Namun, terdapat perbedaan dalam proses pematangan serta pada rasa dan aroma keju. Proses pembuatan keju Brie dimulai dengan pemanasan awal hingga suhu mencapai 32℃ dan dilanjutkan dengan penambahan enzim koagulasi untuk memulai pembentukan dadih selama 2-3 jam. Dadih yang diperoleh kemudian dicelupkan ke dalam media dengan lingkaran kecil, kemudian dadih dibiarkan mengalir selama 24 jam. Lingkaran kemudian dilepas, lalu keju dibalik dan diasinkan pada kondisi yang kering. Pematangan awal dilakukan di ruang pengering berventilasi baik selama sekitar 8 hari pada suhu 13-16℃. Selama proses tersebut, dadih dapat melunak dengan cepat dan timbul warna yang sedikit kuning dan sedikit transparan. Selain itu, terdapat lapisan jamur yang berwarna putih di permukaan. Kemudian keju dipindahkan ke ruangan yang gelap dan lembab. Kondisi ruangan diatur sedemikian rupa pada suhu 11℃ dengan kelembaban relatif 85% selama 2-4 minggu. Lapisan jamur yang awalnya putih lama kelamaan akan berubah menjadi kekuningan dan ditumbuhi oleh bakteri Gram-positif. pH keju akan semakin meningkat dan dadih memiliki warna kuning serta bertekstur lembut. Pertumbuhan P. camemberti selama proses pematangan mempengaruhi rasa khas dari keju Brie. Seperti Camembert, Brie dapat matang dengan waktu yang cepat, mudah rusak, dan harus segera dikonsumsi setelah matang.[10]
Kegunaan pada Makanan Lain
[sunting | sunting sumber]P. camemberti memiliki kemampuan untuk menentukan rasa dan aroma pada keju, maka jamur tersebut juga digunakan untuk membumbui makanan lain, seperti sosis fermentasi. José M. Bruna dan timnya melihat bahwa rasa dipengaruhi oleh senyawa yang dihasilkan oleh jamur, seperti amonia, metil keton, alkohol primer dan sekunder, ester, dan aldehid. Pada pembuatan sosis fermentasi, P. camemberti diinokulasi pada sosis untuk meningkatkan sifat sensorisnya. P. camemberti dapat memicu proteolisis dan lipolisis sehingga menghasilkan asam amino bebas, asam lemak bebas, dan senyawa volatil yang mendukung cita rasa dan aroma. P. camemberti membentuk miselium, menjaga kandungan lipid, dan menciptakan rasa dan aroma sosis yang lebih baik. Karena hal itu, maka jamur tersebut merupakan kultur starter yang potensial untuk digunakan dalam industri sosis fermentasi.[5][12]
Metode Lanjutan untuk Identifikasi Penicillium camemberti
[sunting | sunting sumber]Saat ini, banyak industri yang menggunakan sistem deteksi berbasis Electronic Nose (E-Nose) untuk mengontrol kualitas makanan dalam proses pembuatan, penyimpanan, dan pembusukan oleh bakteri dan jamur. E-Nose melibatkan analisis bahan kimia yang terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan kromatografi gas yang dikombinasikan dengan spektrometri massa (GC-MS). E-nose juga dapat dilakukan menggunakan kromatografi cair yang digabungkan dengan spektrometri massa dan membentuk kromatografi cair-spektrometri massa (LC-MS). Taksa fungi kemudian dapat diidentifikasi dengan melihat jenis metabolit yang dihasilkan. Dengan demikian, digunakan hasil metabolit yang memiliki sifat volatil yang berbeda untuk mengidentifikasi organisme pada sampel. Dalam kondisi tertentu, metode tersebut juga dapat digunakan dalam kemotaksonomi. Karlshøj dan rekannya menunjukkan bahwa P. camemberti dapat diidentifikasi secara jelas setelah 3 hari pertumbuhan pada media Glucose Yeast Extract (GYA). Dengan menggunakan E-Nose, mereka dapat menunjukkan kemampuan metode tersebut untuk mengidentifikasi jamur yang berkerabat dekat, kondisi pertumbuhan yang bersifat khusus, dan tingkat spesies. Spesies fungi dapat memiliki perbedaan dalam jenis mikotoksin yang dihasilkan. Karena hal tersebut, E-Nose dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi jamur yang dapat mengkasilkan toksin dalam suatu makanan.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Wolke, Robert L. "Cheese Course". Washington Post.
- ^ Helweg, Richard (2010). The Complete Guide to Making Cheese, Butter, and Yogurt at Home: Everything You Need to Know Explained Simply. Atlantic Publishing Company. hlm. 148–149. ISBN 9781601383556.
- ^ Michelson, Patricia (2010). Cheese: Exploring Taste and Tradition. Gibbs Smith. hlm. 12. ISBN 9781423606512. Diakses tanggal September 12, 2013.
- ^ Dréan, G. Le; Mounier, J.; Vasseur, V.; Arzur, D.; Habrylo, O.; Barbier, G. (31 March 2010). "Quantification of Penicillium camemberti and P. roqueforti mycelium by real-time PCR to assess their growth dynamics during ripening cheese". International Journal of Food Microbiology. 136 (1–2): 100–107. doi:10.1016/j.ijfoodmicro.2009.12.013. PMID 20060187.
- ^ a b c d "Penicillium camemberti". 22 Desember 2020. Diakses tanggal 25 Desember 2020.
- ^ Thom C. (1906). "Fungi in cheese ripening; Camembert and Roquefort". U.S.D.A. Bureau of Animal Industry Bulletin. 82: 1–39 (see p. 33).
- ^ Dox, Arthur Wayland (1910). The Intracellular Enzymes of Penicillium and Aspergillus. U.S. Dept. of Agriculture, Bureau of Animal Industry. hlm. 70.
- ^ Polonelli, L.; Morace, G.; Rosa, R.; Castagnola, M.; Frisvad, J.C. (1987). "Antigenic characterization of Penicillium camemberti and related common cheese contaminants". American Society for Microbiology. 53 (4): 872–878. doi:10.1128/AEM.53.4.872-878.1987. PMC 203771 . PMID 3579286. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-21. Diakses tanggal 2020-12-28.
- ^ Cheeseman K, Ropars J, Renault P, et al. (2014). "Multiple recent horizontal transfers of a large genomic region in cheese making fungi". Nature Communications. 5: 2876. Bibcode:2014NatCo...5.2876C. doi:10.1038/ncomms3876. PMC 3896755 . PMID 24407037.
- ^ a b c d e f g h Abbas, A; Dobson, A. D. W (2011). "Penicillium camemberti". Encyclopedia of Dairy Sciences. doi:10.1016/b978-0-12-374407-4.00364-2.
- ^ Bars, J. Le (1979). "Cyclopiazonic acid production by Penicillium camemberti Thom and natural occurrence of this mycotoxin in cheese". American Society for Microbiology. 38 (6): 1052–1055. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-19. Diakses tanggal 2020-12-28.
- ^ Bruna, José M.; Hierro, Eva M.; de la Hoz, Lorenzo; Mottram, Donald S.; Fernández, Manuela; Ordóñez, Juan A. (15 August 2003). "Changes in selected biochemical and sensory parameters as affected by the superficial inoculation of Penicillium camemberti on dry fermented sausages". International Journal of Food Microbiology. 85 (1–2): 111–125. doi:10.1016/s0168-1605(02)00505-6. PMID 12810276.