Parasara
परशर | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Parasara |
Ejaan Dewanagari | परशर |
Ejaan IAST | Paraśara |
Kitab referensi | Mahabharata |
Kasta | Brahmana |
Profesi | Resi |
Ayah | Sakti/Saktri |
Ibu | Adrusyanti |
Anak | Byasa |
Parasara (Dewanagari: परशर; IAST: Paraśara ) adalah seorang tokoh dalam agama Hindu yang menulis buku Jyotisha (Astronomi Hindu) dan Purana, khususnya Wisnupurana. Ia merupakan putra dari Bagawan Sakti dengan Adrusyanti, dan merupakan cucu dari Maharesi Wasista. Ia seorang resi yang sangat sakti dan berasal dari keluarga resi yang sakti dan terkenal pula. Riwayatnya muncul sekilas dalam Mahabharata. Dalam kitab tersebut, ia dikisahkan menikah dengan Satyawati dan menurunkan seorang putra bernama Byasa atau Resi Weda Wyasa. Dalam pewayangan Jawa dikenal sebagai Abyasa.
Parasara adalah Maharesi dalam Regweda dan penulis banyak sastra India Kuno. Ada beberapa kitab yang memberikan referensi untuk Parasara sebagai penulis/pembicara. Sarjana modern percaya bahwa ada banyak orang yang menggunakan nama ini sepanjang waktu, sedangkan yang lain menyatakan bahwa Parasara yang sama mengajarkan berbagai sastra tersebut dan waktu penulisannya bervariasi.
Garis keturunan
[sunting | sunting sumber]Menurut Weda, Brahma menciptakan Wasista yang menikah dengan Arundati memiliki seorang anak bernama Sakti, yang merupakan ayah dari Parasara. Dengan Satyawati, Parasara mempunyai anak Byasa. Byasa menjadi ayah dari Dretarastra, Pandu dan Widura melalui istri-istri saudara tirinya Wicitrawirya yang wafat karena sakit. Byasa berputra Suka, melalui pernikahan dengan putri Jabali yang bernama Pinjala (Watika). Jadi Parasara adalah kakek-buyut dari kedua pihak yang bertikai dari Mahabharata, para Korawa dan Pandawa.
Parasara dalam Mahabharata
[sunting | sunting sumber]Kisah Begawan Parasara muncul dalam jilid pertama Mahabharata, yaitu Adiparwa. Pada suatu hari, Begawan Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati (alias Durgandini atau Gandawati) menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Sang Parasara terpikat oleh kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk.
Ayah Satyawati berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya akan dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara mengatakan bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakitnya, lalu ia meraba kulit Satyawati. Tak berapa lama kemudian, bau harum semerbak tersebar dan bahkan dapat tercium pada jarak seratus yojana. Karena Resi Parasara berhasil menyembuhkannya, maka ia berhak menjadikan Satyawati sebagai istri.
Setelah lamaran disetujui oleh orang tua Satyawati, Parasara dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua mempelai menikmati malam pertamanya di atas sebuah perahu yang terapung di tengah sungai Yamuna. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar perahunya tidak dapat dilihat orang. Perahu tersebut bagaikan sebuah pulau yang diselimuti kabut tebal. Dari hasil hubungannya, lahirlah Rsi Byasa yang sangat luar biasa.
Parasara dalam Pewayangan Jawa
[sunting | sunting sumber]Begawan Parasara adalah putra Bambang Sakri, Bambang Sakri adalah putra Bambang Kalingga atau Bambang Sakutrem. Bambang Kalingga adalah putra Begawan Manumanasa, Begawan Manumanasa adalah putra Bambang Parikenan. Begawan Parasara beristrikan Dewi Durgandini atau Dewi Lara Amis, putri Prabu Basuketi raja Kerajaan Wirata. Begawan Parasara berputra Raden Dipayana yang nanti akan menggantikan Begawan Parasara sebagai pertapa di Saptaarga dengan gelar Begawan Byasa. Begawan Parasara juga beristrikan Dewi Kekayi, putri Prabu Kekaya raja Kencapura. Dari pernikahannya dengan Dewi Kekayi lahirlah Rupakenca dan Kencakarupa. Begawan Parasara memiliki anak bernama Rajamala dan Dewi Sudesna yang merupakan hasil pernikahannya dengan Dewi Watari putri Sang Hyang Rekatatama.
Begawan Parasara juga termasuk leluhur raja-raja dan ksatria-ksatria darah Kuru yang disebut Pandawa dan Kurawa, peran Begawan Parasara dalam hal ini adalah sebagai penurunan garis witaradya (keturunan brahmana) lewat jalur Begawan Abiyasa. Dari garis keturunan Begawan Abiyasa inilah lahir Destarastra, Pandu dan Widura' salah satu putra Begawan Abiyasa yakni Pandu lantas menjadi raja di Hastina sehingga memiliki lima orang putra diantaranya Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Arjuna, putra ketiga Pandu menjadi ksatria yang berhak mewarisi darah witaradya dari Begawan Abiyasa yang membuatnya sering melakukan tapa brata dan berguru ilmu spiritual kepada para brahmana di seluruh daerah hindustan. Lewat Arjuna inilah lahir seorang ksatria bernama Abimanyu yang gugur pada saat menjadi panglima tempur dalam perang Bharatayudha.
Abimanyu berhasil menurunkan satu-satunya keturunan dari trah witaradya yang meneruskan pemerintahan di Hastina, anak dari Abimanyu itulah kelak bernama Parikesit. Walaupun begitu, seusai Bharatayudha' beberapa keturunan Arjuna tidak ada yang menjadi brahmana seperti halnya Arjuna sendiri yang pernah bertapa di Gunung Indrakila saat proses pengasingan selama 13 tahun.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Brihat Parasara Hora sastra oleh Maharesi Parasara
- Sriwaisnawa.Org Diarsipkan 2009-06-03 di Wayback Machine.