Concursus
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Desember 2022. |
Concursus merupakan istilah dalam ilmu hukum pidana yakni gabungan tindak pidana dalam waktu tertentu seseorang telah melakukan beberapa tindak pidana dimana tindak tersebut belum ada putusannya dan didakwakan sekaligus. Concursus digunakan kepada seseorang yang melakukan beberapa peristiwa tindak pidana.
Batas-batas concursus adalah
- yang melakukan tindak pidana seseorang. Ini yang membedakan concorsus dengan penyertaan
- seseorang melakukan tindak pidana lebih dari satu tindak pidana
- bahwa dua atau lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
Dalam merumuskan sanksi pidananya, perbarengan tindak pidana ini menggunakan sistem penyerapan (absorbsi), artinya pelaku tindak pidana perbarengan akan dikenakan satu ancaman tindak pidana yang terdapat di satu pasal saja namun dipilih pasal yang terberat, bisa jadi malah ada pemberat sanksi pidana. Hal itu tergantung jenis perbarengan yang dilakukan oleh seseorang. Jenis-jenis perbarengan dalam KUHP ada 3 (tiga) yakni perbarengan berlanjut, concursus idealis dan concursus realis.
Bentuk-Bentuk Concorsus
[sunting | sunting sumber]Perbarengan Berlanjut
[sunting | sunting sumber]Perbarengan berlanjut merupakan gabungan dari beberapa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, namun perbuatan yang satu dengan perbuatan lainnya belum pernah (diselingi) dengan putusan hakim yang mengikat. Perbarengan berlanjut ini berdasarkan pada Pasal 64 ayat (1) KUHP: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut itu belum begitu jelas terkait dengan rumusannya dalam undang-undang. Hal itu dikemukakan oleh ahli hukum Lamintang, dia mengungkapkan “ "Undang-undang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai perkataan beberapa perbuatan itu harus mempunyai hubungan yang demikian rupa. Hubungan ini dapat ditafsirkan secara macam-macam, misalnya, karena adanya persamaan waktu, persamaan tempat dari terjadinya beberapa perbuatan itu dan sebagainya. Hoge Raad mengartikan tindakan yang dilanjutkan itu sebagai perbuatan-perbuatan yang sejenis dan sekaligus merupakan pelaksanaan dari satu maksud yang sama. Demikian itu pendapat Hoge Raad antara lain di dalam arrestnya tanggal 19 Oktober 1932, N.J. 1932".[1]
Ada beberapa petunjuk untuk bisa mengetahui perbuatan tersebut adalah perbuatan berlanjut. Hal ini diuraikan dalam Memorie van Toelichting, ada tiga petunjuk yang bisa dijadikan rujukan, di antaranya (1) harus ada satu keputusan kehendak, (2) Masing-masing perbuatan harus sejenis, dan (3) Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Dalam pemberian sanksi pidananya itu menggunakan sistem absorbsi, maksudnya hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka, dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat.[2]
Concursus Idealis
[sunting | sunting sumber]Concursus idealis ini adalah dalam satu tindak pidana melanggar dua atau lebih aturan pidana. Concursus idealis ini diatur dalam Pasal 63. Dalam Pasal 1 dikatakan: “Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat” Concursus idealis bisa dikenakan kepada seseorang, apabila orang tersebut melakukan satu tindak pidana, tetapi dengan melakukan satu tindak pidana itu, ia memenuhi rumusan dari beberapa ketentuan pidana (perbarengan peraturan).
Concursus Realis
[sunting | sunting sumber]Seseorang yang melakukan beberapa perbuatan tindak pidana, sedangkan masing-masing perbuatannya itu berdiri sendiri atau hubungan delik yang satu dengan lainnya itu berdiri sendiri-sendiri, begitulah yang dimaksud dengan concursus realis. Dalam concursus realis ini diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71 KUHP. Concursus realis ini dalam pemberian sanksi pidananya itu berbeda-beda. Utrecht memberikan pembedaan mengenai pemberian sistem pidana yang diberikan kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana yang masuk dalam kategori concursus realis.
Ada 3 (tiga) sistem ukuran pemidanaan untuk menetapkan beratnya hukuman dalam concursus realis yang diatur dalam KUHP, yakni sistem absorbsi diperberat, sistem kumulasi yang diperingan, dan sistem kumulasi (yang murni, dan tidak terbatas).
Sistem Sanksi Pada Concorsus
[sunting | sunting sumber]Sistem Absorbsi
[sunting | sunting sumber]Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.
Sistem Kumulasi
[sunting | sunting sumber]Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan.
Sistem Absorbsi Diperberat
[sunting | sunting sumber]Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah sepertiga dari yang terberat.
Sistem Kumulasi Terbatas
[sunting | sunting sumber]Apabila seeorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masing-masing delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah sepertiga dari kumulasi hukuman.