Badan Pembinaan Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Republik Indonesia | |
---|---|
Gambaran umum | |
Dibentuk | 20 Maret 1958 |
Dasar hukum | Peraturan Presiden Nomor 155 Tahun 2024 tentang Kementerian Hukum |
Susunan organisasi | |
Kepala | Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H., M.Hum. |
Situs web | |
http://bphn.go.id/ |
Badan Pembinaan Hukum Nasional (disingkat BPHN) adalah unsur penunjang pelaksanaan tugas pokok Kementerian Hukum yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan hukum nasional. Dalam menyelenggarakan tugas, Badan Pembinaan Hukum Nasional mempunyai fungsi:
- Perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis di bidang pembinaan hukum nasional;
- Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan hukum nasional;
- Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi;
- Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Badan;
- Pembinaan dan pengembangan sistem hukum nasional;
- Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana pembangunan hukum nasional dan program legislasi nasional (prolegnas);
- Pembinaan, pembimbingan dan koordinasi serta kerjasama di bidang penyuluhan hukum;
- Penyelenggaraan kegiatan dalam upaya membentuk budaya hukum masyarakat; dan
- Pembinaan dan pengembangan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum serta perpustakaan hukum.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) Tahun 1958
[sunting | sunting sumber]Pertama kali didirikan tanggal 30 Maret 1958 institusi ini bernama Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) dibentuk berdasarkan Keputusasn Presiden RI No. 107 tahun 1958 dan ditempatkan langsung di bawah Perdana Menteri. sebagai badan khusus untuk melakukan pekerjaan pembinaan hukum nasional, peninjauan kembali perundang-undangan masa penjajahan secara sistematis yang dilandasi oleh cita-cita untuk mewujudkan Sistem Hukum Nasional.
Tugas LPHN pada waktu itu adalah membantu Pemerintah untuk mencapai suatu tata hukum nasional dengan melakukan berbagai upaya yang antara lain meliputi penyusunan peraturan perundang-undangan yang selaras dengan keadaan dan kepentingan negara dan rakyat berdasarkan UUD 1945, pengusulan peraturan perundang-undangan zaman Hindia Belanda yang harus diubah atau dicabut, penterjemahan dan pembakuan peristilahan hukum.
Susunan LPHN terdiri dari Ketua Umum, Pimpinan harian, sekretariat serta penasihat yang terdiri dari Menteri Kehakiman, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung. Sedangkan Anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil dari kalangan teoritisi, polisi dan praktisi hukum.[1]
LPHN Tahun 1958-1961
[sunting | sunting sumber]Dalam periode 1958-1961 Lembaga Pembinaan Hukum Nasional belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya dikarenakan situasi politik dan sosial pada waktu itu yang tidak memungkinkan institusi tersebut bekerja dengan baik. Oleh karenanya pada tanggal 6 Mei 1961 Lembaga ini dibentuk kembali dengan Keputusan Presiden RI No. 194 tahun 1961 dan tidak lagi berada di bawah Perdana Menteri melainkan berada dalam lingkungan tugas Menteri Kehakiman.
Sedangkan tugasnya tetap melaksankan pembinaan hukum nasional sebagaimana dikehendaki oleh ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960 yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang asas-asas serta landasan Pembinaan Hukum Nasional.
Berbeda dengan LPHN 1958 maka LPHN 1961 yang diketuai oleh Drs. Soesanto Tirtoprodjo, SH dengan Sekretaris M Rasad St. Sulaeman memiliki suatu Badan Perencana yang menetapkan garis-garis dan dasar-dasar serta tata kerja pelaksanaan tugas lembaga. Badan perencana tersebut berjumlah 14 orang terdiri dari 7 orang Guru Besar dari berbagai Fakultas Hukum Negeri dan 7 anggota lainnya dari beberapa pejabat departemen, anggota ABRI dan kalangan praktisi hukum (hakim dan pengacara). Sedangkan penasehat lembaga adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong, ketua Mahkamah Agung, Menteri/Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Menteri/Ketua Dewan Perancang Nasional, Ketua-ketua Fakultas Hukum Negeri.[1]
LPHN Gaya Baru Tahun 1964
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1964 LPHN yang dibentuk tahun 1961 diakhiri masa tugasnya dengan pertimbangan jangka waktu pelaksanaan tugas yang diberikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara kepada LPHN dalam Ketetapan No. II/MPRS/1960 telah lampau. Namun pembinaan hukum nasional perlu dilanjutkan dan lebih digiatkan kembali dan digaya barukan mengenai tugas, susunan dan tata kerjanya. Maka dikeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 282 tahun 1964 tentang Menggaya Barukan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional.
Pembaharuan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional dengan bentuk Menggaya Barukan ini dengan cara mengubah persyaratan anggotanya: Berporoskan Nasakom serta dengan menyederhanakan keanggotan penasehat Lembaga menjadi seorang yaitu Ketua Mahkamah Agung saja. LPHN ini dikepalai oleh: JCT Simorangkir SH dengan Sekretaris Ibnu Susanto, SH dengan Badan Perencana dan Panitia-panitia Kerja.
Pada tahun 1965 terjadi tragedi Nasional peristiwa G 30 S/ PKI . Setelah peristiwa 1965 itu LPHN tetap terus berjalan dengan mendasarkan pada Keputusan Presiden RI No. 282 tahun 1964 dengan meniadakan unsur komunis dalam keanggotaannya. Lembaga ini terus bekerja dengan mendasarkan pada Surat Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/ KEP /11/1966 tanggal 3 Nopember 1966 Pasal 4 ayat 3 yang berbunyi: “Badan yang berdiri sendiri dalam lingkungan Departemen yang menurut undang-undang yang masih berlaku tetap berjalan sampai ada ketentuan lain”
Sebagai catatan, bahwa pada tahun 1967 Pimpinan MPRS telah menyampaikan surat kepada Ketua Presedium Kabinet dan Ketua DPR-GR antara lain mengenai kedudukan lembaga ini agar ditempatkan di bawah Presiden yang dalam penyelenggaraan sehari-hari dilaksanakan oleh Presidium Kabinet atau alat kelengkapan yang sederajat dengan itu dengan pemberian hak otonomi seluas-luasnya kepada Kepalanya untuk memungkinkan bekerja sebaik mungkin sesuai dengan perkembangan masuarakat.[1]
LPHN menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 1971-1974
[sunting | sunting sumber]Sampai dengan tahun 1971 LPHN tetap berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 282 tahun 1964 tetapi khusus mengenai Sekretariat Lembaga Pembinaan Hukum Nasional diatur dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J. S.4/8/1 tanggal 1 Juni 1971 yaitu mengenai Struktur Organisasi, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Sekretariat Lembaga Pembinaan Hukum Nasional departemen Kehakiman.
Pada tahun 1974 Presiden Soeharto dalam pidato pengambilan sumpah Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung serta pelantikan Menteri Kehakiman Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H.,LL.M dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan antara lain:” Dalam rangka pembangunan hukum nasional itu saya minta agar Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang telah ada lebih digiatkan lagi”
Harapan Presiden Soeharto tersebut oleh Pimpinan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sangat direspon dan dengan dukungan Menteri Kehakiman maka diselenggarakanlah Seminar Hukum nasional III di Surabya yang memiliki arti penting karena dalam sambutan tertulisnya Presiden Soeharto antara lain mengatakan:
“ Saya menaruh perhatian yang khusus pada Seminar Hukum Nasional III yang diadakan di Surabya ini, karena hukum mempunyai kedudukan dan harus memainkan peranan yang penting dalam pembangunan bangsa kita. Sehubungan dengan itu saya sangat gembira, karena permintaan saya begitu cepat terlaksanan dalam wujud diadakannya Seminar Hukum Nasional III ini oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional”
Pada tahun 1974 terjadi perubahan mendasar dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 45 tahun 1974. Lembaga Pembinaan Hukum Nasional diubah menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional dan mempunyai kedudukan sebagai Eselon I di bawah Departemen Kehakiman.[1]
BPHN Tahun 1974 – 2008 (tahun emas 50 tahun)
[sunting | sunting sumber]Hingga sekarang diusianya yang ke-57 tahun BPHN lebih memfokuskan pada tugas perencanaan hukum serta penyusunan Program Legislasi Nasional, Pembinaan dan Pengembangan Sistem Hukum melalui kegiatan penelitian dan pengkajian hukum serta penyediaan layanan informasi hukum, perpustakaan hukum melalui Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) secara Nasional serta meningkatkan kasadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan atau diseminasi hukum guna terwujudnya sistem dan politik hukum nasional yang mantap dalam rangka tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia.[1]