Lompat ke isi

Rawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Januari 2024 02.24 oleh 2001:448a:2017:54a8:9078:61e0:4246:9110 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Rawa di Florida, Amerika Serikat

Rawa atau rawang (bahasa Inggris: swamp) adalah lahan yang secara alami tergenang air akibat penyaliran yang terhambat, baik genangan itu terjadi secara berkala atau pun terus menerus selama waktu yang panjang dalam setahun. Digolongkan pula ke dalam rawa, lahan-lahan yang selalu jenuh air karena muka air tanahnya yang dangkal. Rawa berbeda dengan danau dan telaga, karena biasanya airnya lebih dangkal serta pada umumnya ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang mencuat di atas air. Rawa yang ditumbuhi oleh tetumbuhan lunak (terna) dan rumput-rumputan dikenal sebagai paya.

Rawa dapat digolongkan sebagai wilayah atau mintakat peralihan, karena baik unsur tanah maupun air berperan penting dalam pembentukan ekosistem ini.[1] Rawa ditemukan di seluruh dunia, dan bervariasi ukurannya dari yang kecil hingga sangat luas. Airnya pun bervariasi mulai dari air tawar, air payau, hingga air asin.

Hidrologi

[sunting | sunting sumber]
Perbedaan antara rawa (swamp) dan paya (marsh)

Rawa dicirikan oleh tanahnya yang jenuh air dan aliran airnya yang lambat.[2] Air rawa berasal dari banyak sumber, semisal hujan, air tanah, atau juga pasang surut air laut dan air tawar.[3] Proses-proses hidrologi yang terkait akan menentukan bagaimana energi dan unsur hara mengalir masuk dan keluar ekosistem rawa. Ketika air mengalir lambat melalui rawa, zat hara, sedimen, dan polutan secara alami akan tersaring, tertahan di rawa. Unsur kimia seperti fosfor dan nitrogen yang terbawa air, akan diserap dan dimanfaatkan oleh tetumbuhan air penghuni rawa, dan dengan demikian memurnikan airnya. Sisa-sisa atau kelebihan bahan kimia yang ada akan terakumulasi di dasar rawa, terendapkan dan terperangkap dalam sedimen.[1] Lingkungan biogeokimiawi dari suatu rawa ditentukan oleh hidrologinya, yang berpengaruh terhadap aras dan ketersediaan sumber daya seperti oksigen, unsur hara, pH air serta toksisitasnya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem.[3]

Penggolongan rawa

[sunting | sunting sumber]

Rawa-rawa terjadi karena tanah-tanah yang kerendahan, datar atau cekung, tergenangi oleh air hujan, luapan air sungai yang banjir, dan atau oleh pasang air laut.

Pada sisi yang lain, wilayah-wilayah daerah aliran sungai bagian bawah (downstream) dapat dibedakan atas tiga zona. Yakni Zona 1, yang merupakan wilayah pasang surut air asin/payau; Zona 2, yang merupakan wilayah pasang surut air tawar; dan Zona 3, yakni wilayah yang tidak lagi terkena pengaruh pasang surut laut, atau disebut juga wilayah rawa lebak.[4] Terkait dengan hal itu maka dikenal adanya rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa lebak peralihan.

Rawa pasang surut

[sunting | sunting sumber]
Paya pasang surut di belakang hutan mangrove Muara Gembong, Bekasi yang didominasi oleh rumput endong (Schoenoplectus subulatus)

Rawa pasang surut adalah rawa-rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Rawa-rawa yang berada dekat atau relatif dekat dengan pantai (Zona 1) terkena pengaruh asinnya air laut, yang masuk ke darat di waktu pasang naik mengikuti alur sungai dan anak sungai, sehingga terbentuk paya asin (salt marsh), atau paya dan rawa payau (brackish marsh/swamp). Rawa mangrove, begitu pula hutan payau dan paya-paya belakang pantai, terbentuk di zona ini. Rawa-rawa dan paya di Zona 1 ini juga dikenal sebagai rawa pantai.[5]

Pada batas tertentu yang terletak lebih ke pedalaman pulau—terutama di pulau-pulau besar yang dataran rendahnya luas dan relatif datar di dekat laut—asinnya air laut sudah tidak lagi berpengaruh, namun dinamika pasang surut laut masih mempengaruhi pasang surutnya air tawar di sungai, dan di rawa-rawa kanan kirinya. Inilah yang dikenal sebagai rawa-rawa pasang surut Zona 2, yang airnya tidak lagi terasa payau.[5]

Sementara itu, ada pula yang membedakan lahan pasang surut ke dalam empat tipe berdasarkan pola genangannya. Yakni:[6]

  1. Tipe A, yakni lahan rawa yang tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
  2. Tipe B, lahan rawa yang tergenang hanya pada waktu pasang besar;
  3. Tipe C, lahan rawa yang tidak tergenang air pasang, tetapi kedalaman air tanahnya pada waktu pasang kurang dari 50 cm;
  4. Tipe D, tidak tergenang air pasang, dan pada waktu pasang kedalaman air tanahnya lebih dari 50 cm, tetapi pasang surutnya air masih terasa atau terlihat pada saluran tersier.

Rawa lebak

[sunting | sunting sumber]
Rawa (paya) lebak di dataran tinggi Kerinci, ditumbuhi oleh mensiang (Actinoscirpus grossus)

Rawa lebak terbentuk oleh air hujan atau luapan banjir air sungai, sehingga banyak didapati di kanan kiri aliran sungai di pedalaman. Dengan demikian, rawa ini meluas di musim hujan dan berangsur-angsur menyusut, bahkan bisa jadi mengering, di waktu kemarau. Akan tetapi rawa-rawa ini tidak mengalami pasang surut air harian.[4][6]

Formasi lahan tempat rawa lebak ini terbentuk bervariasi mulai dari dataran banjir (floodplains) pada sungai-sungai yang relatif muda, hingga ke dataran banjir bermeander (meandering floodplains) di kanan-kiri sungai-sungai besar yang lebih tua umur geologisnya; termasuk ke dalamnya dataran bekas aliran sungai tua, dan wilayah danau-danau tapal kuda (oxbow lake).[4]

Rawa lebak selanjutnya dibedakan atas:[6]

  1. Rawa lebak dangkal atau rawa lebak pematang. Yakni rawa yang memiliki kedalaman air kurang dari 50 cm. Rawa ini biasanya terletak di sepanjang tanggul sungai, dengan lama genangan air sekitar 3 bulan.
  2. Rawa lebak tengahan. Yaitu rawa dengan kedalaman air antara 50–100 cm; lama genangannya berkisar antara 3-6 bulan.
  3. Rawa lebak dalam. Yaitu rawa lebak yang dalamnya melebihi 100 cm. Rawa ini biasanya terletak agak jauh dari sungai ke sebelah pedalaman, dan genangan airnya bertahan lebih lama dari 6 bulan.

Perjanjian Ramsar

[sunting | sunting sumber]

Perjanjian Ramsar adalah perjanjian tentang tempat rawa-rawa yang dianggap penting secara internasional yang memiliki makna sebagai tempat tinggal burung air. Tujuan perjanjian itu adalah untuk pencegahan kerusakan rawa yang semakin menggerogoti nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, ilmiah dan sebagai sumber wisata.[7] Perjanjian Ramsar diratifikasi atas masyarakat dunia pada 1971 di Ramsar, Iran.[8]

Daftar Ramsar

[sunting | sunting sumber]

Negara yang akan menjadi anggota dalam perjanjian Ramsar itu harus mendaftarkan satu tempat rawa dalam wilayahnya ke dalam "daftar rawa-rawa yang penting secara internasional", yang biasanya disebut "daftar Ramsar". Negara anggota memiliki kewajiban bukan hanya terhadap perlindungan tempat rawa yang terdaftar, melainkan juga membangun dan melaksanakan proyek rencana tingkat pemerintah untuk menggunakan rawa secara bijaksana. Salah satu situs Ramsar di Indonesia adalah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang terletak di Sulawesi Tenggara.[9]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Society, National Geographic (2011-01-21). "swamp". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-26. 
  2. ^ "Classification and Types of Wetlands". EPA. 9 April 2015. 
  3. ^ a b Mitsch, W.J. & J.G. Gosselink (2015). Wetlands. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons Inc.
  4. ^ a b c Subagjo, H. (2006). "Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa". dalam D.A. Suriadikarta dkk. (Eds.) Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa, hlm. 1-23. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Balitbang Pertanian.
  5. ^ a b Suriadikarta, D.A. (2012). "Teknologi pengelolaan rawa berkelanjutan: studi kasus kawasan ex PLG Kalimantan Tengah", J. Sumberdaya Lahan, 6(1):45-54 (Juli 2012).
  6. ^ a b c WI IP (t.t.). Mengenal tipe lahan rawa gambut. Brosur Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.
  7. ^ Indrawan, Mochamad (2012). Biologi Konservasi: Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 315. ISBN 9789794612880. 
  8. ^ Siburian, Robert (2016). Konservasi Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 113. ISBN 9789794619933. 
  9. ^ Adi, Dwi Arinto (2020). Prosiding Seminar Nasional Biologi—Jurusan Biologi FMIPA UHO 2019: Eksplorasi dan Pemanfaatan Biodiversitas dalam Menunjang Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Kendari: Universitas Haluoleo Press. hlm. 20–21. ISBN 9786025835285. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]