Cerita pendek

karya tulis pendek dalam sastra

Cerita pendek atau biasa disingkat cerpen merupakan salah satu jenis prosa yang isi ceritanya bukan kejadian nyata tetapi cerita fiksi (tidak sebenarnya). Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novelet maupun novel. Jumlah kata di dalam cerita pendek tidak lebih dari 10.000 kata atau kurang dari 10 halaman kuarto.[1] Penulisan cerita pendek menggunakan gaya bahasa yang naratif.

Unsur intrinsik cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama. Adapun irama tersebut berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon telah dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia sering kali diartikan cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan misalnya Joko Dolog. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu, contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat, contohnya Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Prancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Prancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

Cerita-cerita pendek modern

sunting

Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya Anton Chekhov.

Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.

Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.

Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam intagram:reza drmawan.

Ciri-ciri

sunting

Cerita pendek tidak memiliki alur cerita yang rumit. Kejadian, alur dan penempatan cerita umumnya hanya satu. Cerita pendek juga hanya memiliki jumlah tokoh yang terbatas serta waktu penceritaan yang singkat.[2] Cerita yang cukup panjang di dalam cerita pendek cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dengan suasana yang dramatis serta memiliki pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya. Selain itu, terdapat peristiwa di dalam cerita yang menimbulkan pertentangan di antara para tokoh sehingga terjadi peningkatan aksi dan momen penting. Bagian akhir dari cerita pendek merupakan penyelesaian dari permasalahan-permasalahan yang telah terjadi di dalam cerita serta penyampaian pesan moral.[3]

Cerita pendek modern hanya sedikit mengandung alur cerita dengan pengantar dan pertentangan antartokoh. Awal cerita pendek modern umumnya dimulai dari aksi yang mendadak. Alur dari cerita pendek modern memiliki klimaks atau titik balik. Cerita pendek modern umumnya diakhiri dengan mendadak. Keberadaan pesan moral di akhir cerita juga tidak dapat dipastikan [4]

Tema dalam sebuah cerpen lebih jelas karena peristiwa-peristiwa dalam cerpen dipilih dengan cara karikatural menonjol dan tampak sebagai mozaik sebuah pesan pendalaman terhadap pesan dilakukan di dalam cerpen. Jumlah kata dalam cerpen berkisar antara 800 kata hingga 2300 kata jika menggunakan halaman A4 jumlah halaman cerpen sekitar 4 sampai dengan 7 halaman dengan spasi satu setengah.[5]

Struktur

sunting

Struktur teks merupakan struktur pembangunan teh sehingga bagian-bagian teks saling berhubungan dalam mendukung kekuatan cerita. Struktur teks cerpen adalah sebagai berikut.

• Abstrak, merupakan ringkasan atau inti dari cerita pendek yang akan dikembangkan menjadi sebuah rangkaian-rangkaian peristiwa, atau dapat juga dikatakan sebagai gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional, artinya setiap cerpen boleh tidak terdapat struktur abstrak tersebut.

• Orientasi, merupakan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan jalan cerita dari suatu cerpen.

• Komplikasi, berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Komplikasi biasanya menjelaskan karakter ataupun watak dari berbagai tokoh cerita pendek, hal ini karena pada bagian komplikasi kerumitan mulai bermunculan.

• Evaluasi, yaitu struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada klimaks serta sudah mulai mendapatkan penyelesaiannya dari konflik yang terjadi.

• Resolusi, pada bagian ini pengarang mulai mengungkapkan solusi yang dialami oleh tokoh utama.

• Koda, pada bagian ini terdapat nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari cerita pendek oleh pembaca.

Unsur penyusun

sunting

Unsur Intrinsik

sunting

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur intrinsik cerpen mencakup:[6]

  • Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber pada cerita.
  • Latar(setting) adalah tempat, waktu, suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
  • Alur (plot) adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.

Alur dibagi menjadi 3 yaitu:

  1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus.
  2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
  3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.

Alur meliputi beberapa tahap:

  1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
  2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
  3. Puncak ketegangan / klimaks: masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
  4. Ketegangan menurun / antiklimaks: masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
  5. Penyelesaian / resolusi: masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
  • Perwatakan

Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui:

  1. Dialog tokoh
  2. Penjelasan tokoh
  3. Penggambaran fisik tokoh
  • Tokoh

Tokoh adalah orang orang yang diceritakan dalam cerita dan banyak mengambil peran dalam cerita. tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:

  1. Tokoh Protagonis: tokoh utama pada cerita
  2. Tokoh Antagonis: tokoh penentang atau lawan dari tokoh utama
  3. Tokoh Tritagonis: penengah dari tokoh utama dan tokoh lawan
  • Nilai (amanat) adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.

Unsur Ekstrinsik

sunting

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi:

  • Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)
  • Latar belakang kehidupan pengarang
  • Situasi sosial ketika cerita itu diciptakan

Ukuran

sunting

Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang adalah sesuatu yang problematik. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.

Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam novelette, novella, atau novel.

Cerita pendek pada umumnya adalah suatu bentuk karangan fiksi, dan yang paling banyak diterbitkan adalah fiksi seperti fiksi ilmiah, fiksi horor, fiksi detektif, dan lain-lain. Cerita pendek kini juga mencakup bentuk nonfiksi seperti catatan perjalanan, prosa lirik dan varian-varian pasca modern serta non-fiksi seperti fikto-kritis atau jurnalisme baru.[7]

Perbedaan cerita pendek dan novel

sunting

Cerita pendek merupakan jenis prosa fiksi yang dibaca selesai sekali duduk berkisar antara setengah jam sampai dua jam sedangkan untuk membaca novel membutuhkan waktu lebih dari dua jam. Umumnya panjang cerita kurang dari 10.000 kata. Di lain sisi, panjang novel lebih dari 10.000 kata. Tema dalam cerita pendek hanya berisi satu tema karena berkaitan dengan keadaan plot dan pelaku yang terbatas. Sementara itu, novel menawarkan lebih dari satu tema yaitu satu tema utama dan tema-tema tambahan. Jika penokohan dalam cerpen sifatnya terbatas maka hal ini tidak berlaku dalam novel. Cerita pendek menggunakan pelukisan latar secara garis besar saja sedangkan penulisan latar dalam novel memerlukan detail khusus tentang keadaan luar misalnya tentang kondisi tempat dan sosial. Setiap rangkaian peristiwa dalam novel disusun sedemikian rupa karena novel terbagi atas bab dan masing-masing bab memiliki cerita yang berbeda-beda. Cerita pendek memiliki plot tunggal hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang terjadi darimana saja. Karena memiliki plot tunggal, maka konflik dan klimaks yang ditimbulkan pun bersifat tunggal.[8][9]

Gaya bahasa yang digunakan dalam cerita pendek lebih efisien dibandingkan dengan novel. Pengarang memilih diksi, kalimat hingga onomatope secara lebih efisien. Dalam cerpen kecermatan memilih diksi lebih kental daripada sebuah novel.[5]

Cerita pendek terkenal

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Sendari, Anugerah Ayu (2020-12-14). Fahrudin, Nanang, ed. "Cerpen adalah Cerita Pendek, Kenali Karakteristik dan Unsurnya". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-12-23. 
  2. ^ Ahyar 2019, hlm. 87.
  3. ^ Ahyar 2019, hlm. 87-88.
  4. ^ Ahyar 2019, hlm. 88.
  5. ^ a b Rohman, Saifur (2020-06-01). Pembelajaran Cerpen. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 36. ISBN 978-602-444-738-0. 
  6. ^ Saptoyo, Rosy Dewi Arianti. Nailufar, Nibras Nada, ed. "Menentukan Unsur Pembangun Teks Cerpen dan Contohnya". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-12-23. 
  7. ^ "Cerpen". Sastra.co.id. Diakses tanggal 12 Desember 2022. 
  8. ^ Emzir; Rohman, Syaifur; Wicaksono, Andri. Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya. Sleman: Garudhawaca. hlm. 244. ISBN 978-602-6581-36-5. 
  9. ^ Team, TeknoBae com. "Perbedaan Novel dan Cerpen Lengkap Dengan Penjelasannya". TeknoBae.com. Diakses tanggal 2022-07-07. 

Lihat pula

sunting

Daftar pustaka

sunting

Bacaan lanjutan

sunting
  • Browns, Julie, ed. (1997). Ethnicity and the American Short Story. New York: Garland. 
  • Goyet, Florence (2014). The Classic Short Story, 1870–1925: Theory of a Genre. Cambridge: Open Book Publishers. 
  • Gelfant, Blanche; Lawrence Graver, ed. (2000). The Columbia Companion to the Twentieth-Century American Short Story. Columbia University Press. 
  • Hart, James; Phillip Leininger, ed. (1995). Oxford Companion to American Literature. Oxford University Press. 
  • Ibáñez, José R; José Francisco Fernández; Carmen M. Bretones, ed. (2007). , Contemporary Debates on the Short Story. Bern: Lang. 
  • Iftekharrudin, Farhat; Joseph Boyden; Joseph Longo; Mary Rohrberger, ed. (2003). Postmodern Approaches to the Short Story. Westport, CN: Praeger. 
  • Kennedy, Gerald J., ed. (2011). Modern American Short Story Sequences: Composite Fictions and Fictive Communities. Cambridge: Cambridge University Press. 
  • Lohafer, Susan (2003). Reading for Storyness: Preclosure Theory, Empirical Poetics, and Culture in the Short Story. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press. 
  • Magill, Frank, ed. (1997). Short Story Writers. Pasadena, California: Salem Press. 
  • Patea, Viorica, ed. (2012). Short Story Theories: A Twenty-First-Century Perspective. Amsterdam: Rodopi. 
  • Scofield, Martin, ed. (2006). The Cambridge Introduction to the American Short Story. Cambridge: Cambridge University Press. 
  • Watson, Noelle, ed. (1994). Reference Guide to Short Fiction. Detroit: St. James Press. 
  • Winther, Per; Jakob Lothe; Hans H. Skei, ed. (2004). The Art of Brevity: Excursions in Short Fiction Theory and Analysis. Columbia, SC: University of South Carolina Press. 
  • Eikhenbaum, Boris, "How Gogol's 'Overcoat' is Made" in Elizabeth Trahan (ed.) (1982). Gogol's "Overcoat" : An Anthology of Critical Essays,. Ann Arbor, MI: Ardis. 
  • Hanson, Clare (1985). Short Stories and Short Fictions, 1880–1980. New York: St. Martin's Press. 
  • LoCicero, Donald (1970). Novellentheorie: The Practicality of the Theoretical. (About the German theories of the Short Story) The Hague: Mouton. 
  • Lohafer, Susan; Jo Ellyn Clarey, ed. (1990). Short Story Theory at a Crossroads. Baton Rouge, LA: Louisiana State University Press. 
  • Mann, Susan Garland (1989). The Short Story Cycle: A Genre Companion and Reference Guide. New York: Greenwood Press. 
  • O'Connor, Frank (1963). The Lonely Voice: A Study of the Short Story. Cleveland, OH: World Publishing Company. 
  • O'Faoláin, Seán (1951). The short story. Cork: Mercier, 1948; New York: Devin-Adair. 
  • Rohrberger, Mary (1966). Hawthorne and the Modern Short Story: A Study in Genre. The Hague: Mouton. 

Pranala luar

sunting