Pendiri ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid, mengatakan, tim ProFauna menemukan sedikitnya tiga jaring, masing-masing sepanjang 20 meter, saat melakukan pengamatan burung dan satwa liar lainnya pada 7 Desember lalu. Ia menduga pemasangan jaring pada diduga melibatkan petugas Tahura.
"Jaring itu dipasang untuk menangkap burung yang nantinya dimasukkan ke dalam kandang burung yang ada di tempat wisata air panas Cangar," kata Rosek, Selasa, 10 Desember 2013. "Penangkapan semua jenis satwa liar dari hutan harus mendapat izin dari BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam). Dugaan keterlibatan petugas Tahura harus diusut dan ditindak tegas bila terbukti terlibat."
ProFauna mencatat, Tahura Raden Soerjo menjadi habitat bagi lebih dari 90 jenis burung, termasuk burung elang jawa (Nisaetus bartelsi). Sebagai kawasan konservasi, seharusnya Tahura Raden Soerjo menjadi rumah yang aman bagi burung-burung liar agar keseimbangan ekosistem terjaga. Keberadaan burung-burung liar justru bisa menjadi atraksi wisata alam dengan mengembangkan kegiatan pengamatan burung atau bird watching. ProFauna sendiri sering melakukan pengamatan burung sejak 1994.
ProFauna mengkritik pemeliharaan burung di kandang obyek wisata air panas Cangar. Keberadaan kandang burung sangat tidak perlu karena bertentangan dengan prinsip konservasi. Kandang-kandang itu harus dibongkar dan sebaliknya pengelola Tahura Raden Soerjo menggiatkan pengamatan burung di alam bebas.
"Di sini lain pihak Tahura akan mengadakan kegiatan lomba pengamatan burung di hutan Cangar, tapi di sisi lain mereka malah mengurung burung dalam kandang," ujar Rosek.
ProFauna akan melaporkan penangkapan burung ke Gubernur Jawa Timur selaku kepala daerah yang bertanggung jawab atas pengelolaan taman hutan raya seluas 27.868 hektare itu.
Kepala Seksi Tahura Raden Soerjo Wilayah Malang-Pasuruan, Gatot Sundoro, membantah pernyataan ProFauna. "Itu bohong, bohong. Tidak ada dari kami yang memerintahkan pasang jaring, apalagi terlibat dalam perburuan burung," kata Gatot kepada Tempo. Ia sedang berada di Gunung Kidul, Yogyakarta, saat ditelepon.
Selama ini, kata Gatot, petugas Tahura Raden Soerjo sejak 2006 sudah beberapa kali menangkap pemburu liar dan sebagian diserahkan ke polisi. Selain itu, pengelola Tahura juga sering melepasliarkan burung-burung liar hasil tangkapan dari pemburu atau peliharaan warga ke alam bebas.
Burung-burung di kandang obyek air panas Cangar bukan milik Tahura Raden Soerjo. Burung-burung itu hanya sementara di kandang sampai mereka siap dilepas. Burung-burung yang selama ini dipelihara oleh masyarakat dan kemudian disita petugas atau diserahkan langsung ke petugas biasanya butuh waktu lama untuk menjalani masa rehabilitasi di kandang dibanding burung-burung hasil sitaan dari pemburu.
"Kalau musim hujan begini, sangat sulit berburu. Pemburu pun biasanya bukan cari burung, tapi kayu atau tanaman obat. Perburuan satwa biasanya terjadi di musim panas dan itu membuat kami ekstra ketat melakukan pengawasan. Kalau ada petugas kami yang tertangkap tangan berburu burung atau satwa lainnya, kami beri sanksi tegas," kata Gatot.
Tahura Raden Soerjo merupakan gabungan kawasan hutan lindung seluas 22.908 hektare dan cagar alam Arjuno Lalijiwo seluas 4.960 hektare. Luas Tahura membentang di lima daerah, yakni kabupaten Jombang, Mojokerto, Pasuruan, Malang, dan Kota Batu.
Kawasan Hutan Arjuno Lalijiwo ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya Soerjo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada 19 September 1992. Sedangkan pembangunannya dimulai pada 20 Juni 1992 dan diresmikan pada 19 Desember 1992.