0% found this document useful (0 votes)
20 views

JURNAL Psiko Resiliensi Korban Kekerasan

Uploaded by

Refi Hermofit
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
20 views

JURNAL Psiko Resiliensi Korban Kekerasan

Uploaded by

Refi Hermofit
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 29

ISSN 2502-9363 (print)

ISSN 2527-7456 (online)

Table of Contents

Pengaruh Modal Psikologis dan Totalitas Kerja terhadap


Kesejahteraan Subjektif
Dian Maulida, Abdul Rahman Shaleh ................................................... 107 - 124

Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap


Perempuan Berbasis Terapi Kelompok Pendukung
Yudi Kurniawan, N. Noviza .................................................................... 125 - 142

Komitmen Beragama dan Kepuasan Perkawinan pada Pasangan


yang Bekerja Menjadi Tenaga Kerja Indonesia
M. Nur Ghufron, Rini Risnawita Suminta ........................................... 143 - 157

Consideration of Future Consequences Berdasarkan Pengalaman


Melakukan Hubungan Seksual Pranikah pada Remaja Akhir
Khairatun Hisan, Kartika Sari ................................................................. 158 - 170

Hubungan Kelekatan dengan Teman Sebaya dan Kecerdasan


Emosi pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
Syahrani Paramitha Kurnia Illahi, Sari Zakiah Akmal ....................... 171 - 181

Religiositas, Kecerdasaan Emosi, dan Tawadhu pada Mahasiswa


Pascasarjana
Yola Tiaranita, Salma Dias Saraswati, Fuad Nashori .......................... 182 - 193

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian di Toko Daring:


Peran Faktor Psikologis Persepsi Kualitas Produk dan Tingkat
Kepercayaan
Irfan Aulia Syaiful, Khairul Rizal, Anggit Verdaningrum Kumala
Sari ............................................................................................................... 194 - 208

Author Guidelines
Acknowledgements

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi – Vol 2, No 2 (2017) │i


Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol 2, No 2 (2017), 125–142
DOI: http://dx.doi.org/10.21580/pjpp.v2i2.1968
Copyright (c) 2017 Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi

Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap


Perempuan Berbasis Terapi Kelompok Pendukung

Yudi Kurniawan,1 N. Noviza2


Universitas Semarang (USM), Semarang

Abstract: This study aims to examine the effect of support group therapy to increase
resilience among women who were survived from violent action. This research is important
because the number of violence against women shows an increasing trend from year to year.
The hypothesis in this study is that there are differences in resilience of survivors of violence
against women in experimental group and control group after group therapy. Subjects in
this study were 10 womens, survivors of violence, aged 35-40 years old. All of them were
clients in an integrated care and service center called Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Seruni Kota Semarang. Subjects were
divided into experimental and control groups. The measuring tool used is Modified Connor-
Davidson Resilience Scale. Modules derived from support group therapy (Brabender,
Smolar, & Fallon, 2004). The study used quasi experiment with non-randomized pretest-
posttest control group design. Data were analyzed using different test of independent
sample t-test. The result of the research shows that there is difference of resilience scores of
survivors against women in experimental group and control group with p = 0,001 (p <0,05).
In conclusion, support group therapy is effective to increase resilience to survivors of
violence against women.
Keywords: resilience; therapy support groups; violence against women

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh terapi kelompok pendukung
terhadap peningkatan resiliensi penyintas kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini
penting karena jumlah kekerasan terhadap perempuan menunjukkan tren peningkatan dari
tahun ke tahun. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan resiliensi penyintas
kekerasan terhadap perempuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah
diberikan terapi kelompok pendukung. Subjek dalam penelitian ini adalah 10 perempuan
korban kekerasan berusia antara 35-40 tahundi Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPT PPA) Seruni Kota Semarang. Subjek dibagi ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan adalah Modified Connor-
Davidson Resilience Scale. Modul diambil dari terapi kelompok pendukung (Brabender,
Smolar, & Fallon, 2004). Penelitian menggunakan quasi experiment dengan non randomized
__________
Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dilakukan melalui email: [email protected];
[email protected]

ISSN 2502-9363 (print); ISSN 2527-7456 (online)


http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Psikohumaniora/
│ 125
Yudi Kurniawan, N. Noviza

pretest-posttest control group design. Data dianalisis menggunakan uji beda independent
sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan skor resiliensi penyintas
kekerasan terhadap perempuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
p=0,001 (p<0,05). Kesimpulannya, terapi kelompok pendukung efektif untuk meningkatkan
resiliensi pada penyintas kekerasan terhadap perempuan.
Kata Kunci: kekerasan terhadap perempuan; resiliensi; terapi kelompok pendukung

Angka Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan


tren peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Legal Resources
Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (Muzakki, 2016), sepanjang tahun
2015 terjadi 477 kasus KtP dengan jumlah korban 1.227 orang di Jawa Tengah. Jumlah ini
meningkat dari KtP 2014 yang berjumlah 358 kasus dengan 897 korban.

Sebaran kasus KtP ini didominasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan
201 kasus dan 201 korban. Kemudian diikuti dengan kasus Kekerasan dalam Pacaran (KdP)
sebanyak 94 kasus dan 274 korban, perkosaan dengan 68 kasus dan 102 korban, prostitusi
dengan 48 kasus dan 479 korban, buruh migran dengan 25 kasus dan 110 korban,
perbudakan seksual dengan 21 kasus dan 21 korban, pelecehan seksual dengan 13 kasus dan
19 korban, dan trafficking dengan 7 kasus dan 21 korban. Berdasarkan sebaran wilayah,
kasus KtP tertinggi ada di Kota Semarang dengan 177 kasus, diikuti Kabupaten Wonosobo
dengan 60 kasus, Kota Surakarta dengan 37 kasus, Kabupaten Kendal dengan 26 kasus, dan
Kabupaten Semarang dengan 15 kasus (Muzakki, 2016).

Data yang dihimpun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak,


Pengendalian Penduduk, dan, Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah menunjukkan tren
peningkatan kasus KtP di Kota Semarang pada periode 2015-2017. Tiga jenis kasus yang
menempati posisi tertinggi adalah kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.
Data dapat dicermati pada Tabel 1.

Tabel 1.
Tren Kasus KtP Kota Semarang 2015-2017
Tahun
Jenis KtP
2015 2016 2017 (Januari)
Psikis 256 239 17
Fisik 113 139 12
Seksual 64 89 10
Total 433 467 39
Sumber: Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk,
dan, Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah.

126 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

Peneliti bermitra dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan


Anak (PPT PPA) Seruni Kota Semarang. Secara umum, kasus kekerasan terhadap
perempuan memberikan tekanan psikologis yang jika tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan trauma bagi penyintas. PPA Seruni mengungkapkan tren data serupa.Pada
2015, terjadi 188 kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Semarang. Sebesar 95 persen
dari kasus tersebut (179 kasus) merupakan kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah
tangga (KDRT). Dari 179 kasus tersebut, 82 di antaranya merupakan kasus kekerasan fisik,
65 kasus kekerasan psikologis, 31 kasus penelantaran, dan 1 kasus kekerasan seksual dalam
rumah tangga. Selain masalah fisik, para penyintas KtP juga mengalami masalah psikologis
seperti kecemasan, ketergantungan dengan pendamping, tidak dapat membuat keputusan
sendiri, dan kesulitan berkomunikasi. PPA Seruni akan menawarkan rumah aman (shelter)
bagi penyintas yang merasa kondisinya terancam oleh pelaku. Secara umum, proses inter-
vensi psikologis terhadap penyintas KtP masih dilakukan secara individual, sehingga hasil
yang didapatkan juga tidak optimal.

Berdasarkan hasil wawancara, seorang penyintas kekerasan menyampaikan


keinginannya untuk bisa pulih dari kondisi tertekan.
“Siapa yang mau ditinggal suami kayak begini. Sudah dipukuli, harta juga dibawa
semua. Lha kalau tidak karena anak, mungkin saya sudah stres, Mas. Saya inginnya
bisa kuat dan jadi ibu yang baik buat anak.” (Subjek 1, 2017)

Konselor di PPT Seruni menyampaikan bahwa minimnya jumlah SDM pendamping


korban adalah hambatan utama terhadap pelayanan kekerasan terhadap perempuan.Hanya
ada 16 pendamping korban kekerasan bila dibandingkan dengan sektar 500 kasus yang ter-
jadi dalam setahun.Namun di sisi lain, Pemerintah Kota Semarang menunjukkan perhatian
yang besar terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dibuktikan dengan
adanya Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak
Kekerasan.

Berdasarkan wawancara terhadap korban dan PPT Seruni, masalah utama yang
dialami oleh korban kekerasan adalah pemulihan kondisi psikologis pasca kejadian,
penangananmasalah emosional, dan membangkitkan motivasi penyintas agar menjadi per-
empuan berdaya.Oleh karena itu, peneliti menyusun sebuah program intervensi kesehatan
mental komunitas yang berbasis Terapi Kelompok Pendukung.Modul terapi kelompok
pendukung ini disusun berdasarkan tahapan intervensi dengan pendekatan kelompok dan
suportif (Brabender, Smolar, & Fallon, 2004). Modul terapi kelompok pendukung lazim

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 127


Yudi Kurniawan, N. Noviza

digunakan pada kasus-kasus klinis seperti pasien penyakit kronis dan kelompok marjinal
seperti perempuan korban kekerasan adalah salah satunya (Brabender et al., 2004). Basis
terapi kelompok pendukung adalah universalitas pengalaman yang dialami oleh subjek
digunakan untuk mengurangi stigma negatif sebagai korban kekerasan dan saling berbagi
perasaan.Langkah awal yang dilakukan adalah pelaksanaan Terapi Kelompok Pendukung
pada penyintas KtP dengan tujuan meningkatkan kemampuan daya lenting psikologis atau
resiliensi.

Resiliensi dicirikan sebagai kemampuan individu untuk bangkit ketika menghadapi


peristiwa tidak menyenangkan, dengan kestabilan emosi serta fungsi fisik maupun
psikologis. Individu yang mengalami peristiwa tidak menyenangkan dan tidak memiliki ciri
tersebut dikatakan sebagai individu yang tidak resilien (Scali, Gandubert, Ritchie, Soulier,
Ancelin, & Chaudieu, 2012). Konsep resiliensi dapat menjadi indikator terhadap kesehatan
mental individu. Skor resiliensi yang rendah menjadi indikasi adanya masalah kesehatan
mental pada individu (Scali et al., 2012).

Resiliensi merupakan kualitas individu yang memungkinkan individu tersebut


berkembang dalam menghadapi kesulitan (Connor & Davidson, 2003). Resiliensi adalah
kemampuan individu untuk menghadapi, mengatasi, bangkit, dan bahkan mampu berubah
dalam menghadapi kesulitan. Resiliensi juga dapat didefinisikan sebagai ukuran
kemampuan coping stres, dan menggambarkan kualitas yang memungkinkan individu
untuk tumbuh dan berkembang dalam menghadapi kesulitan. Resiliensi bisa juga
dipandang sebagai ukuran daya tahan emosi dan dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial
dalam kelompok yang terdiri dari individu dengan masalah yang sama (Ablah & Dong,
2013). Dengan kata lain, resiliensi dapat difahami sebagai kapasitas individu yang membuat
mereka mampu bertahan dan tegar menghadapi banyak stressor (Bukhori, Hassan, Hadjar,
& Hidayah, 2017).

Interaksi dalam kelompok dapat dilakukan dalam bentuk terapi kelompok


pendukung.Terapi Kelompok Pendukung merupakan bagian dari terapi kelompok (Yalom,
2010). Terapi kelompok terdiri dari lima hingga sepuluh individu yang bertemu untuk
menyelesaikan masalah tertentu. Anggota kelompok didorong untuk memberikan umpan
balik terhadap anggota kelompok lainnya. Umpan balik dapat berbentuk ekspresi perasaan
ataupun respons perilaku terhadap anggota kelompok lain. Interaksi antar anggota
kelompok terjadi dalam bentuk saling memberikan dorongan dan kesempatan kepada
masing-masing anggota untuk mencoba cara baru dalam berinteraksi dengan orang lain.

128 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

Proses ini dilakukan dengan kesepakatan bahwa kerahasiaan informasi yang disampaikan
dalam kelompok tetap terjaga (Yalom & Leszcz, 2005).

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan resiliensi korban KtP dengan terapi
kelompok pendukung. Penelitian ini dapat memperkaya bahasan mengenai teknik
intervensi psikologi yang digunakan untuk membantu korban kekerasan.Setelah proses
intervensi kelompok pendukung selesai, peneliti bekerjasama dengan PPA Seruni Kota
Semarang dan para penyintas KtP untuk membuat komunitas Perempuan Berdaya.
Komunitas ini bertujuan sebagai wadah komunikasi dan berbagi para penyintas KtP di Kota
Semarang. Dalam waktu 3-4 tahun ke depan, ditargetkan komunitas ini dapat bergerak
mandiri di bawah koordinasi PPA Seruni dan psikolog dari Universitas Semarang.

Metode
Penelitian ini menggunakan quasi experimentdengan non randomizedpretest-posttest
control group design. Desain ini bertujuan untuk melihat pengaruh suatu intervensi terhadap
kelompok yang dikenakan perlakuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dikena-
kan perlakuan (Neuman, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi kelompok
pendukung dan variabel tergantung yang digunakan adalah resiliensi.

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang mendapatkan kekerasan
dalam rumah tangga dibuktikan dengan laporan di PPT Seruni Kota Semarang, mengalami
kekerasan lebih dari setahun, memiliki anak, dan memiliki skor resiliensi rendah. Seluruh
subjek diberikan inform consent sebelum proses intervensi dilakukan. Subjek dalam peneliti-
an ini ditentukan dengan non-random sampling, di mana subjek bukan merupakan repre-
sentasi dari populasi umum karena kategori kasus klinis yang unik, sulit mengambil sampel
dalam jumlah besar, dan membutuhkan investigasi mendalam.Penentuan anggota
kelompok kontrol dan eksperimen menggunakan teknik screening dan matching.

Tabel 2.
Rancangan Penelitian

Kelompok Prates Perlakuan Pascates Tindak Lanjut


Eksperimen (KE) Y1 X Y2 Y3
Kontrol (KK) Y1 -X Y2 Y3
Keterangan:
KE : Kelompok Eksperimen Y3 : Tindak lanjut
KK : Kelompok Kontrol X : Perlakuan
Y1 : Pengukuran pra-tes -X : Tanpa perlakuan
Y2 Pengukuran pasca-tes

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 129


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Prates dilakukan sebelum intervensi dilaksanakan. Tingkat resiliensi anggota ke-


lompok diukur dengan menggunakan Modified Connor-Davidson Resilience Scale. Subjek yang
memiliki skor resiliensi rendah akandipilih sebagai anggota kelompok eksperimen. Tindak
lanjut akan dilakukan untuk melihat pengaruh intervensi kelompok pendukung terhadap
skor resiliensi subjek.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui metode wawancara,


observasi, dan skala psikologi. Variabel resiliensi diukur dengan menggunakan skala
resiliensi CD-RISC 27 item. Skala tersebut menggunakan lima alternatif pilihan respon, yaitu
selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Rentang skor yang diberikan untuk
masing-masing item bergerak dari 1-5. Skor 1 untuk pilihan tidak pernah, skor 2 untuk
pilihan jarang, skor 3 untuk pilihan kadang-kadang, skor 4 untuk pilihan sering, dan skor 5
untuk pilihan selalu. Skor terendah yang mungkin diperoleh subjek adalah 27 dan skor
tertinggi yang mungkin diperoleh subjek adalah 135. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek, maka semakin tinggi pula resiliensinya. Selanjutnya peneliti akan melakukan
kategorisasi skor menjadi lima bagian, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan
sangat tinggi.

Tabel 3.
Blueprint Skala Resiliensi Modifikasi CD-RISC 27 item

Aspek Sebaran Item Jumlah


Fleksibilitas untuk mengatasi 1,4,5,6,8,12,14,16,18,19 10
perubahan dan tantangan
Dukungan dari keluarga dan 2,7,25,26 4
lingkungan sosial
Pengaruh spiritual, yakin kepada 3,9,13 3
Tuhan
Memiliki kehidupan yang berorientasi 10,11,15,17,20,21,22,23,24,27 10
pada tujuan

Hasil analisis item skala resiliensi pada 37 perempuan korban kekerasan menunjukk-
an bahwa dari 27 item yang digunakan untuk uji coba, terdapat dua item yang gugur, yaitu
item nomor 21 dan item nomor 25. Item yang dianggap valid sejumlah 25, dengan koefisien
validitas bergerak dari 0,560-0,905.Koefisien alpha reliabilitas sebesar 0,970.Setelah diuji
kembali dengan menggunakan 25 item yang valid, reliabilitas skala meningkat menjadi
0,975 dengan tidak ada item yang gugur.

130 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

Tabel 4.
Distribusi Item Skala Resiliensi Setelah Uji Coba

Aspek Sebaran Item (Favourable) Jumlah


Fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan 1, 4, 5, 6, 8, 12, 14, 16, 18, 19 10
tantangan
Dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial 2, 7, (25), 26 3
Pengaruh spiritual, yakin kepada Tuhan 3, 9, 13 3
Memiliki kehidupan yang berorientasi pada tujuan 10, 11, 15, 17, 20, (21), 22, 23, 24, 27 9
Keterangan: angka yang diberikan tanda kurung dan dicetak tebal adalah nomor item yang
gugur dalam uji coba.

Terapi kelompok pendukung berisi program serta aktivitas yang bertujuan memberi-
kan dukungan kepada pendamping sehingga dapat meningkatkan resiliensi ibu. Intervensi
akan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan dengan jeda waktu antar intervensi selama
tujuh hari. Durasi per intervensi adalah 120 menit. Jarak antara prates dan intervensi adalah
tujuh hari, sementara jarak antara terminasi dan pascates adalah empat belas hari.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji beda skor
rerata antara dua kelompok. Analisis data kuantiatif menggunakan paket perangkat lunak
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22. Analisis parametrik uji beda akan
menggunakan teknik independent sample t-test.

Hasil
Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas terapi kelompok pendukung
terhadap peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen penyintas kekerasan terhadap
perempuan. Intervensi dilakukan sebanyak tiga kali dengan jeda waktu satu minggu di antara
proses terapi kelompok pendukung. Hasil screening pada 37 korban KtP menunjukkan bahwa
ada 14 korban KtP yang memiliki skor resiliensi pada kategori sangat rendah dan rendah.

Tabel 5.
Kategorisasi Skor Subjek pada Variabel Resiliensi

Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase


Sangat Tinggi X>109 6 16,2%
Tinggi 97≤ X ≤109 10 27,0%
Sedang 71≤ X <97 7 18,9%
Rendah 63≤ X <71 8 21,6%
Sangat Rendah X<63 6 16,2%
Jumlah 37 100 %
Keterangan: X= Skor Subjek

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 131


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Dari empat belas korban tersebut, peneliti melibatkan sepuluh orang sebagai peserta
dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan tiap kelompoknya terdiri atas
lima orang peserta. Tabel 6. menunjukkan proses pelaksanaan terapi kelompok pendukung.

Tabel 6.
Pelaksanaan Terapi Kelompok Pendukung

Pertemuan Waktu Kegiatan Tujuan


I 5’ Pembukaan Membuka sesi terapi
140’ 10’ Perkenalan - Saling mengenal antara partisipan dan tim
fasilitator
- Menumbuhkan suasana akrab dalam
kelompok
10’ Penjelasan maksud - Partisipan mengerti mengenai maksud,
dan tujuan terapi tujuan dan manfaat terapi
- Penjelasan mengenai norma kelompok
60’ Masalahku (diawali - Partisipan mengetahui dan mengenali
oleh psikolog) tentang hal yang dirasakan sehubungan
dengan merawat pasien
- Memberikan kesempatan pada anggota
kelompok untuk mengungkapkan ide dan
perasaan
- Anggota kelompok saling terbuka dan
saling percaya untuk mengungkapkan
permasalahannya
- Mengungkapkan perasaan baik positif
maupun negatif
- Belajar mendengarkan, saling memberi
dukungan antar anggota kelompok
30’ “Semua tentang Kita” - Semua saling memahami pikiran dan
(Peserta saling perasaan yang lain
bertukar informasi
tentang pikiran dan
perasaan mereka
sebagai penyintas KtP)
20’ Peserta menanggapi Partisipan mengetahui dan memahami
apa yang disampaikan kondisi psikis yang terjadi di dalam diri
oleh peserta lainnya, penyintas lain
baik tanggapan secara
verbal, emosional,
maupun perilaku
5’ Menutup pertemuan - Mengingatkan anggota untuk
pertama (psikolog kehadirannya di pertemuan berikutnya
memberikan worksheet
berupa self report
kepada peserta)
II 50’ Melanjutkan agenda di - Semua anggota saling memahami pikiran
pertemuan I (jika ada dan perasaan anggota lainnya
peserta yang belum
sempat menyampai-
kan agenda
pribadinya)

132 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

10’ Menutup pertemuan - Mengingatkan anggota untuk


kedua (psikolog kehadirannya di pertemuan berikutnya
memberikan
worksheetberupa self
report kepada peserta)
III 45’ Pemantauan dan - Mengetahui sejauh mana partisipan
55’ sharing penerapan dan memahami materi di pertemuan I dan
kendala pelaksanaan pertemuan II serta aplikasinya secara
materi pertemuan I langsung dalam kehidupan penyintas
dan pertemuan II yang
dihadapi partisipan
saat mendampingi
pasien (bersama
psikolog)
10’ Menutup sesi ketiga - Menyimpulkan hasil pertemuan kedua
- Mengingatkan kepada anggota kelompok
untuk kehadirannya dalam pertemuan
berikutnya
Tindak lanjut 45’ Inisiasi pembentukan Mengetahui perkembangan psikologis
(15 hari komunitas perempuan peserta pascaterapi
setelah berdaya
pertemuan
IV)
60’
15’ Pengukuran resiliensi Mengukur resiliensi peserta
saat follow up

Tabel 7.
Data Deskriptif Skor Resiliensi Kelompok
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pretest Eksperimen 5 56,80 7,791 3,484
Kontrol 5 48,40 6,066 2,713
Posttest Eksperimen 5 69,60 6,229 2,786
Kontrol 5 44,40 7,635 3,415
Tindak Lanjut Eksperimen 5 73,00 4,690 2,098
Kontrol 5 48,40 8,173 3,655

Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti menerapkan uji asumsi normalitas dan
homogenitas terhadap skor resiliensi subjek penelitian.Uji normalitas dilakukan dengan
tujuan mengetahui normal atau tidaknya distribusi sebaran skor subjek pada variabel yang
akan dianalisis. Distribusi sebaran yang normal berarti bahwa subjek penelitian tergolong
representatif atau dapat mewakili populasi yang ada (Ebbinghaus, 2013). Hasil uji
normalitas dari skala pretest resiliensi diperoleh nilai shapiro-wilk p = 0,767 (p>0,05). Kaidah
uji normalitas yang digunakan adalah apabila p>0,05 maka sebaran data tersebut normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas, peneliti mendapatkan hasil bahwa sebaran data penelitian
ini normal.

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 133


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Tabel 8.
Hasil Uji Normalitas Data Resiliensi

Variabel Mean SD P Keterangan


Resiliensi 52,60 62,93 0,767 Distribusi Normal

Uji asumsi berikutnya adalah uji homogenitas.Uji homogenitas digunakan untuk


menentukan apakah frekuensi atau proporsi antara kedua kelompok yang diujikan tersebut
tidak berbeda secara signifikan atau untuk mengetahui apakah varian dalam setiap
kelompok relatif homogen atau tidak. Kaidah uji homogenitas yang digunakan adalah jika
p>0.05 maka data dapat dikatakan homogen, sementara jika p<0.05 maka dapat
disimpulkan sebaran data heterogen. Hasil uji homogenitas dari skala resiliensi ini
memperoleh nilai levene statistic = 1,162 dan nilai p = 0.313 (p>0.05). Berdasarkan hasil uji
homogenitas maka diperoleh bahwa data kedua kelompok adalah homogen.

Tabel 9.
Hasil Uji Homogenitas Data Resiliensi

Variabel Levene Stats P Keterangan


Resiliensi 1,162 0,313 Homogen

Berdasarkan uji asumsi, syarat untuk melakukan uji hipotesis secara parametrik
terpenuhi.Oleh karena itu, uji hipotesis dapat dilakukan dengan independent sample t-
test.Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada perbedaan skor resiliensi pada
kelompok perempuan korban kekerasan yang diberikan Terapi Kelompok Pendukung
dibandingkan dengan kelompok perempuan korban kekerasan yang tidak diberikan terapi.
Kelompok yang mendapatkan Terapi Kelompok Pendukunglebih tinggi skor resiliensinya
dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan Terapi Kelompok Pendukung.

Tabel 10.
Uji Beda dengan Menggunakan Skor Resiliensi Pascates

p
Resiliensi Prates 0,096
Resiliensi Pascates 0,001
Resiliensi Tindak Lanjut 0,001

Skor prates menunjukkan tidak ada perbedaan resiliensi antara kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan signifikansi p=0,096 (p>0,05). Hasil tersebut sesuai dengan
asumsi bahwa sebelum mendapatkan intervensi, skor resiliensi seluruh subjek berada pada
kategori yang sama (kategori rendah). Selanjutnya, tabel tersebut menunjukkan bahwa ada

134 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

perbedaan skor resiliensi antara subjek di kelompok eskperimen dan subjek di kelompok
kontrol pascaintervensi dan saat fase tindak lanjut. Skor dikatakan ada perbedaan jika nilai
p<0,05. Hal ini ditunjukkan oleh skor resiliensi pascates dengan p=0,001 (p<0,05), yang
berarti ada perbedaan antara skor resiliensi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Perbedaan juga terjadi pada skor resiliensi tindak lanjut antara kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan p=0,001 (p<0,05). Hasil ini membuktikan ada perbedaan
yang sangat signifikan antara skor resiliensi pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.

Bila dilihat dari skor kelompok kontrol saja, peneliti mendapatkan hasil bahwa tidak
ada perbedaan skor resiliensi pada kelompok kontrol antara sebelum dan setelah proses
intervensi, dibuktikan dengan nilai p=0,096 (p>0,05).Artinya, korban kekerasan yang tidak
diberikan intervensi tidak mengalami perubahan skor resiliensi. Data dapat dilihat pada
Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11.
Uji Beda Hasil Prates dan Pascates pada Kelompok Kontrol

p
Resiliensi Prates-Pascates 0,096

Jika dilihat lebih detail per aspek, peneliti menemukan hasil menarik berupa aspek
dukungan keluarga dan sosial. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12.
Uji Beda per Aspek Resiliensi antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
(Prates-Pascates-Tindak Lanjut)

p
Aspek 1 Prates 0,044
Aspek 2 Prates 0,761
Aspek 3 Prates 0,731
Aspek 4 Prates 0,365
Aspek 1 Pascates 0,024
Aspek 2 Pascates 0,021
Aspek 3 Pascates 0,016
Aspek 4 Pascates 0,025
Aspek 1 Tindak Lanjut 0,024
Aspek 2 Tindak Lanjut 0,020
Aspek 3 Tindak Lanjut 0,022
Aspek 4 Tindak Lanjut 0,024
Keterangan:
Aspek 1: Fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 135


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Aspek 2: Dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial


Aspek 3: Pengaruh spiritual
Aspek 4: Memiliki kehidupan yang berorientasi pada tujuan

Hasil uji beda per aspek menunjukkan bahwa pada saat prates, hanya aspek 1 yang
menunjukkan ada perbedaan skor antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,
dengan p=0,044 (p<0,05). Hasil pada aspek 2, aspek 3, dan aspek 4 menunjukkan tidak ada
perbedaan skor antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan signifikansi
lebih besar dari 0,05. Artinya, skor antara responden kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen pada aspek 1 berada pada kategori yang sama.

Pembentukan Komunitas Perempuan Berdaya

Proses inisiasi komunitas dilakukan setelah peneliti memberikan intervensi waiting


list terhadap kelompok kontrol. Komunitas perempuan berdaya melibatkan PPT Seruni
Kota Semarang, PKK Kota Semarang, dan perempuan korban kekerasan. Subjek dalam
penelitian ini menjadi inisiator kegiatan yang akan dilakukan oleh komunitas perempuan
berdaya. Fungsi utama komunitas perempuan berdaya adalah memberikan pendampingan
kepada perempuan korban kekerasan dan edukasi preventif pada perempuan yang berisiko
menjadi korban kekerasan. Komunitas ini dapat menjadi perpanjangan tangan psikolog dan
konselor di institusi formal di Kota Semarang.

Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, peneliti
menemukan bahwa ada perbedaan tingkat resiliensi antara kelompok eksperimen yang
diberikan intervensi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi. Data kuantitatif
memperlihatkan bahwa kelompok eksperimen mengalami perubahan skor resiliensi ketika
prates, pascates, dan tindak lanjut. Interpretasi perbedaan skor antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pascates dilihat dari nilai p=0,001 (p<0,05). Skor resiliensi pada
kelompok kontrol cenderung tetap dibuktikan dengan nilai p=0,096 (p>0,05). Jika dilihat per
aspek resiliensi pada Tabel 12, perubahan skor terlihat saat pascates dan tindak lanjut. Hasil
ini membuktikan bahwa terapi kelompok pendukungmampu meningkatkan resiliensi pada
perempuan korban kekerasan.

Penelitian ini mendukung hasil riset sebelumnya yang menunjukkan bahwaterapi


kelompok pendukung terhadap perempuan yang mengalami trauma kekerasan dapat
mengurangi gejala masalah emosional (Smith, Cumming, & Xeros-Constantinides, 2010).

136 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Paleg & Jongsma, 2011) juga menyebutkan bahwa
Terapi Kelompok Pendukung dapat mengurangi perasaan negatif yang dirasakan oleh
orangtua/caregiver yang merawat pasien dengan penyakit kronis, masalah kejiwaan, atau
lansia. Peneliti menemukan bahwa Terapi Kelompok Pendukung yang diterapkan terhadap
perempuan korban kekerasan dapat menjadi wadah untuk menyalurkan emosi negatif,
saling belajar dari pengalaman subjek lain, dan membuat diri mereka berharga dengan
membantu subjek lain. Hasil ini dapat dilihat dari perbedaan skor aspek resiliensi dukungan
keluarga dan lingkungan sosial pada Tabel 12.

Terapi kelompok pendukungmerupakan bentuk intervensi bagi perempuan korban


kekerasan yang di dalamnya terdapat proses saling berbagi informasi, penggalian masalah,
pengungkapan ide dan perasaan, saling berbagi pengalaman dan pembelajaran pemecahan
masalah dari peserta dan fasilitator. Sebelum terapi dimulai, fasilitator dan peneliti
mendiskusikan aturan kelompok agar proses selanjutnya disepakati oleh seluruh peserta.
Penjelasan tentang diskusi ini dapat dilihat pada prosedur intervensi kelompok pendukung
di Tabel 6 (Brabender et al., 2004).

Aturan di dalam kelompok perlu disepakati untuk membangun sikap saling percaya
antar anggota kelompok sehingga mereka saling terbuka terhadap masalahnya(Prawitasari,
2011).Pembentukan aturan di dalam kelompok menjadi hal yang sangat penting karena
aturan kelompok dapat membantu seseorang lebih terbuka dan percaya terhadap
kelompok. Peserta dapat memahami aturan kelompok sehingga dalam proses intervensi
antar anggota kelompok dapat saling menjaga rahasia dan dapat merasa nyaman untuk
menceritakan pengalaman hidup mereka. Lazimnya, sebelum pertemuan pertama diakhiri,
fasilitator perlu menggali pikiran ataupun perasaan yang muncul pada diri peserta terapi.

Terapi kelompok pendukungmemiliki beberapa unsur yang mendukung keberhasil-


an intervensi, diantaranya yaitu kelompok dapat memberikan kesempatan pada anggota
untuk saling memberi dan menerima umpan balik, dengan cara ini kelompok akan belajar
mengenai informasi dan perilaku yang baru. Perempuan korban kekerasan yang menjadi
subjek penelitian dapat berbagi pengalaman dengan sesama korban. Selain itu, mereka juga
memperoleh perasaan diterima dalam kelompok yang sama. Terapi kelompok pendukung
dapat menjadi sarana untuk berbagi pengalaman serta menuangkan ide dan perasaan
anggota kelompok sehingga anggota kelompok yang lain dapat memberikan pendapat yang
akan mengubah sikap dan perilaku anggota kelompok lainnya (Brabender et al., 2004)

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 137


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Dukungan dari sesama anggota menjadi unsur yang sangat penting dalam
keberhasilan Terapi Kelompok Pendukung. Melalui dukungan antar sesama, anggota
kelompok akan merasa diterima dan mendapatkan perhatian dari orang lain sekaligus
belajar untuk melatih keterampilan social (Heuvel, Witte, Stewart, Schure, Sanderman, &
Jong, 2002). Perempuan korban kekerasan juga dapat belajar untuk membuat suasana positif
bagi orang lain. Langkah seperti ini akan meningkatkan hubungan interpersonal yang
efektif. Hubungan yang efektif menjadikan antar anggota kelompok memiliki kepercayaan
dan kenyamanan untuk berbagi informasi dan pengalaman serta memberikan umpan balik
kepada anggota lainnya. Peneliti mengamati bahwa situasi saling dukung juga terjadi
selama proses intervensi.

Salah satu aspek resiliensi yang mengalami perubahan pada kelompok eksperimen
adalah fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan.Fleksibilitas untuk mengatasi
tantangan muncul karena terbentuknya pola pikir resiliensi pada individu (Goldstein &
Brooks, 2013). Pola pikir resiliensi merupakan asumsi individu terkait peristiwa tidak
menyenangkan yang ia alami berpengaruh terhadap perilaku dan kemampuan yang ia
lakukan untuk mengatasi masalah tersebut (Goldstein & Brooks, 2013). Pola pikir ini mulai
terlihat pada intervensi pertemuan kedua, ketika para subjek berusaha menerima situasi
yang terjadi pada diri mereka dan meyakini bahwa mereka dapat bangkit dari situasi tidak
menyenangkan.Lewat pola pikir seperti itu, subjek menerima apapun kondisi dirinya.

Temuan tersebut menguatkan riset sebelumnya yang menyatakan bahwa resiliensi


merupakan hasil dari proses penyesuaian diri terhadap kondisi kehidupan yang tidak
menguntungkan (Hayter & Dorstyn, 2014). Proses tersebut dapat berbentuk adaptasi pola
pikir yang memilih paradigma positif untuk melihat dan menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi oleh individu tersebut. Para korban kekerasan berhasil beradaptasi dengan
masalahnya dan belajar cara menyelesaikan masalah yang lebih baik dalam kelompoknya.

Resiliensi diawali oleh pola pikir yang membantu individu untuk mengembangkan
strategi saat menghadapi masalah (Goldstein & Brooks, 2013). Ada sepuluh ciri yang
dimiliki oleh individu yang mampu resilien ketika berhadapan dengan masalah, yaitu: (1)
Mampu melihat masalah sebagai tantangan, bukan hambatan, (2) Menghadapi masalah
dengan stres positif, bukan dengan stres negatif, (3) Mampu melihat masalah melalui
beragam perspektif, (4) Mampu berkomunikasi dengan efektif, (5) Menerima diri sendiri
dan orang lain, (6) Menjaga hubungan interpersonal dan menunjukkan kasih sayang
terhadap diri sendiri dan orang lain, (7) Menerima kesalahan sebagai bagian proses

138 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

kehidupan, (8) Menghargai keberhasilan (9) Mengembangkan disiplin dan kontrol diri yang
baik (10) Menjaga gaya hidup resilien.

Peneliti melihat resiliensi sebagai proses yang menjelaskan bagaimana individu berhasil
menghadapi dan melewati traumanya. Resiliensi seperti sebuah lintasan peluru yang dapat
berpengaruh terhadap banyak hal, seperti: peningkatan kualitas kesehatan mental dan atau
mengurangi gejala penyakit fisik tertentu. Hasil yang diperoleh pun berbeda-beda di tiap
wilayah, sehingga faktor kebudayaan dan agama menjadi salah satu penentu kemampuan
resiliensi individu (Dale, Cohen, Kelso, Cruise, Weber, Watson, Brody, 2014).

Resiliensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengurangi kerentanan


psikologis saat menghadapi risiko dari lingkungan, mengatasi stres dan situasi yang tidak
menguntungkan, atau mampu menghasilkan kebaikan meskipun dalam kondisi penuh
risiko (Rutter, 2012). Resiliensi merupakan konsep interaktif yang muncul dari keunikan
individu ketika menghadapi tekanan berat atau kemalangan. Literasi penelitian terdahulu
menganalogikan resiliensi seperti proses melentingnya bola bekel. Proses tersebut merupa-
kan perumpamaan bagi individu yang terpuruk namun mampu bangkit kembali ke kondisi
psikologis sebelum menghadapi kemalangan (Dale et al., 2014).

Penelitian ini membuktikan bahwa keterampilan fleksibilitas cara berpikir menjadi


aspek yang penting untuk meningkatkan resiliensi. Keterampilan tersebut dapat diperoleh
melalui dukungan sosial (Ablah & Dong, 2013). Dukungan sosial adalah hubungan antar
pribadi yang bersifat membantudan menolong yang diperoleh dari orang lain yang dapat
dipercaya (Bukhori, 2012). Dukungan sosial ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk,
salah satunya dari sesama penyintas KtP. Fungsi dukungan tersebut dapat diwujudkan
dalam bentuk terapeutik melalui terapi kelompok pendukung.

Ada dua tujuan terapeutik yang muncul dalam proses terapi kelompok pendukung
yang dilakukan oleh tim peneliti. Tujuan pertama merujuk pada outcome goals (hasil akhir
proses terapi). Outcome goals mengacu pada perubahan perilaku dan emosi anggota
kelompok setelah terapi berakhir. Perubahan perilaku dapat berupa peningkatan
kemampuan interpersonal, keterampilan analisis masalah, dan atau kemampuan untuk
bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Tujuan kedua merujuk pada process goal
(proses selama terapi berlangsung). Tujuan ini melekat pada anggota kelompok selama
proses terapi. Peningkatan level kenyamanan, kemauan untuk terbuka dengan anggota
kelompok lain, dan belajar untuk memberikan argumentasi terhadap pendapat anggota lain
adalah beberapa contoh process goal (Ward, 2010).

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 139


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Terapi Kelompok Pendukung berisi kelompok individu dengan masalah yang sama,
saling memberikan dukungan sosial dan emosional. Inspirasi bisa datang dari proses
pengamatan dan refleksi terhadap pengalaman peserta kelompok lain. Terapi Kelompok
Pendukung sangat memungkinkan terjadinya proses pembelajaran sosial melalui imitasi dan
modelling terhadap pengalaman anggota kelompok lain. Kelompok dapat berperan sebagai
penampung emosi negatif anggotanya sekaligus tempat yang aman untuk berbagi pikiran
dan pengalaman negatif. Proses pembelajaran dan dukungan yang diperoleh melalui anggota
kelompok dapat menjadi sumber kekuatan individu untuk bangkit dan memperoleh energi
baru dalam bentuk komunitas perempuan berdaya (Dalton, Elias, & Wandersman, 2011).

Proses inisiasi komunitas yang dilakukan setelah intervensi berakhir menjadi wadah
yang memberdayakan perempuan korban kekerasan. Komunitas adalah wadah di mana ide
muncul bersama di dalam beberapa kegiatan atau usaha bersama maupun hanya karena
adanya kedekatan secara geografis. Komunitas juga menjadi penyedia jaringan hubungan
yang saling mendukung satu sama lain dan masing-masing individu memiliki ke-
tergantungan saling menguntungkan di dalamnya (Dalton et al., 2011).

Simpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa intervensi kelompok pendukung efektif untuk
meningkatkan resiliensi penyintas kekerasan terhadap perempuan (p<0,05). Ada perubahan
rerata skor resiliensi antara sebelum dan setelah diberikan intervensi pada kelompok
eksperimen, yaitu dari 56,80 menjadi 69,60. Hasil kuantitatif menunjukkan keempat aspek
resiliensi yaitu fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan, dukungan dari
keluarga dan lingkungan sosial, pengaruh spiritual, dan memiliki kehidupan yang
berorientasi pada tujuan mengalami perubahan skor antara sebelum dan setelah intervensi
kelompok pendukung pada kelompok eksperimen.

Saran

Pengembangan komunitas psikologis akan lebih efektif bila diikuti dengan pember-
dayaan komunitas ekonomi. Peneliti berikutnya dapat berkolaborasi dengan pegiat usaha
untuk memberdayakan perempuan korban kekerasan. Mitra dapat melakukan asesmen
psikologi awal untuk melihat kebutuhan awal perempuan korban kekerasan. Jika
memungkinkan, beberapa korban dengan karakteristik yang sama dapat difasilitasi dengan
kelompok dukungan dan diberikan intervensi psikologi untuk mengurangi emosi negatif
yang mereka rasakan.[]

140 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan ….

Daftar Pustaka

Ablah, E., & Dong, F. (2013). [Erratum] A Modified CD-RISC: Including Previously
Unaccounted for Resilience Variables.
Brabender, V. M., Smolar, A. I., & Fallon, A. E. (2004). Essentials of group therapy (Vol. 29). John
Wiley & Sons.
Bukhori, B. (2012). Hubungan kebermaknaan hidup dan dukungan sosial keluarga dengan
kesehatan mental narapidana (Studi kasus nara pidana Kota Semarang). Ad-Din,
4(1), 1–19.
Bukhori, B., Hassan, Z., Hadjar, I., & Hidayah, R. (2017). The effect of sprituality and
social support from the family toward final semester university students’
resilience. Man in India, 97(19), 313–321.
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale: The
Connor's Davidson resilience scale (CD'RISC). Depression and Anxiety, 18(2), 76–82.
Dale, S. K., Cohen, M. H., Kelso, G. A., Cruise, R. C., Weber, K. M., Watson, C., …
Brody, L. R. (2014). Resilience among women with HIV: Impact of silencing the
self and socioeconomic factors. Sex Roles, 70(5–6), 221–231.
Dalton, J. H., Elias, M. J., & Wandersman, A. (2011). Community psychology: Linking
individuals and communities. Wadsworth/Thomson Learning.
Ebbinghaus, H. (2013). Memory: A contribution to experimental psychology. Annals of
Neurosciences, 20(4), 155.
Goldstein, S., & Brooks, R. B. (2013). Why study resilience? In Handbook of resilience in
children (pp. 3–14). Springer.
Hayter, M., & Dorstyn, D. (2014). Resilience, self-esteem and self-compassion in adults
with spina bifida. Spinal Cord, 52(2), 167.
Muzakki, K. (2016). Waduh, Semarang Menempati Peringkat Pertama Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan! - Tribun Jateng.
Neuman, W. L. (2013). Social research methods: Qualitative and quantitative approaches.
Pearson education.
Paleg, K., & Jongsma Jr, A. E. (2011). The group therapy treatment planner (Vol. 191). John
Wiley & Sons.

Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017) │ 141


Yudi Kurniawan, N. Noviza

Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta:
Erlangga.
Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic concept. Development and Psychopathology,
24(2), 335–344.
Scali, J., Gandubert, C., Ritchie, K., Soulier, M., Ancelin, M.-L., & Chaudieu, I. (2012).
Measuring resilience in adult women using the 10-items Connor-Davidson
Resilience Scale (CD-RISC). Role of trauma exposure and anxiety disorders. PloS
One, 7(6), e39879.
Smith, J. C., Cumming, A., & Xeros-Constantinides, S. (2010). A decade of parent and
infant relationship support group therapy programs. International Journal of Group
Psychotherapy, 60(1), 59–89.
Subjek 1. (2017). Informasi Kondisi Korban Kekerasan terhadap Perempuan.
van den Heuvel, E. T., de Witte, L. P., Stewart, R. E., Schure, L. M., Sanderman, R., &
Meyboom-de Jong, B. (2002). Long-term effects of a group support program and
an individual support program for informal caregivers of stroke patients: which
caregivers benefit the most? Patient Education and Counseling, 47(4), 291–299.
Ward, D. E. (2010). Definition of group counseling. The Oxford Handbook of Group
Counseling, 36–51.
Yalom, I. D. (2010). The gift of therapy. Piatkus London.
Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The Theory and Practice of Group Psychotherapy (5 th
edition). United States of America: Basic Book Publisher.

142 │ Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi — Vol 2, No 2 (2017)


ISSN 2502-9363 (print)
ISSN 2527-7456 (online)

Author Guidelines

PSIKOHUMANIORA: Jurnal Penelitian Psikologi is published twice a year. Articles


published in this journal are the results of empirical research in psychology, including
religious psychology, clinical psychology, social psychology, educational psychology,
industrial and organizational psychology, developmental psychology, psychology indige-
nous, experimental psychology, applied psychology and psychometrics, good research
quantitatively and qualitatively.

Editors invite experts, practitioners and enthusiasts in psychology to write a research


article in this journal. Articles should be original, research-based, unpublished and not under
review for possible publication in other journals. All submitted papers are subject to review
of the editors, editorial board, and blind reviewers. Submissions that violate our guidelines
on formatting or length will be rejected without review.

Articles typed in Book Antiqua letters with 1.5 spacing in Microsoft Word format with
a page size A4 (210 x 297 mm). The length of the article ranged between 6000-8000 words, or
about 20-25 pages, including pictures, graphs, and tables (if any). Articles written in Bahasa
Indonesia or English by using the rules of good grammar and correct. Articles in English in
general use the past tense.

The article has been formatted according to the pattern of writing scientific journal
articles. Writing articles follow the rules set out in the Publication Manual of the American
Psychological Association, Sixth Edition. http://www.apastyle.org/ manual/index.aspx

Articles sent to the Editor of Psikohumaniora: Journal of Psychological Research via


submission Open Journal Systems (OJS) on http://journal.walisongo.ac.id/index.php/
Psikohumaniora

General Instructions
1. Articles are formatted according to the writing pattern of scientific journal. Writing articles
follow the rules set out in Publication Manual of the American Psychological Association,
Sixth Edition. http://www.apastyle.org/manual/index.aspx

│ 107
2. The article is an original work (no plagiarism) and has never been published in a journal
printed/online.
3. Articles for Psikohumaniora sent to Editors: Psychological Research Journal via submission
Open Journal Systems (OJS) on http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ Psikohumaniora
4. Articles typed in Book Antiqua font with 1.5 spacing in Microsoft Word format with a page
size A4 (210 x 297 mm). The length of the article ranged between 6000-8000 words or
approximately 20-25 pages, including pictures, graphs, and tables (if any).
5. Article is written in Indonesian or English using grammatical rules. In general, English
article is in the past tense.

Particular Instructions
1. The article is the result of empirical research in psychology.
2. Because of "Blind Review" system, the the author hoped not to includ the name, the name
and address of the institution and email address in the cover of article. The author's name,
name of the institution, as well as the email address listed at the time of registration on the
OJS author. To facilitate the communication should include active mobile number.
3. The content and systematics of articles written using the format presented in a narrative
essay in the form of a paragraph, without numbering in front subtitles, and should include
these components:
• The title, provided that: a) The title is the formulation of a brief discussion of content,
compact, and clear. May use the title of creative and attract readers (maximum 14
words). b) The title is written in English and Indonesian. c) The title is typed in bold
capital letters (capital, bold).
• Abstract written in English and Indonesian. Abstract is the essence of the subject of the
whole article. Abstract written in one paragraph within one space, with a maximum
length of 200 words. Abstract presented briefly and clearly, it must contain four (4)
elements, namely: Reasons for the selection of topics or the importance of the research
topic, the hypothesis, research methods, and a summary of the results. Abstracts must be
terminated with a comment about the importance of the results or a brief conclusion.
• The keyword contains basic words in the study, can be drawn from the research
variables, characteristics of the subjects, and the theory of the referenced (minimum
three words or combinations of words, written in alphabetical order).
• Introduction (untitled) contains background of the problems, objectives and benefits of
the research, the study of theory, and concludes with the hypothesis (number of pages
approximately 20%).

108 │
• The method contains the identification of the variables, the research subjects, research
instruments and methods of research including data analysis techniques used (the
number of pages approximately 20%).
• The result shows exposure data analysis, consisted of descriptive statistics, test results
of the assumptions and results of hypothesis testing are presented sequentially or
integrated (number of pages approximately 20%).
• Discussion contains an explanation of the results of research associated with the results
of previous studies, critically analyzed and linked to relevant recent literature (page
number approximately 30-40%).
• Conclusions and suggestions answers from the research objectives written concise, clear,
and compact based on the results of research and discussion (approximately 1 page).
• Bibliography contains reference sources written alphabetically and chronologically,
Referral sources are published literature in last 10 years (especially of the journal).
Referral preferred are the primary sources in the form of books, reports (including
thesis, dissertation), or research articles in scientific journals and magazines.
The following are examples of bibliography writing:

Bibliography

(a) Example of journal article writing without a Digital Object Identifier (doi)
Costello, K. & Hodson, G. (2011). Social dominance–based threat reactions to immigrants in
need of assistance. European Journal of Social Psychology, 41(2), 220-231.
Baloach, A.G., Saifee, A.R., Khalid, I., & Gull, I. (2012). The teaching of the Holy Prophet to
promote peace and tolerance in an Islamic social culture. European Journal of Social
Sciences, 31(1), 36-41.

(b) Example of journal article writing with a Digital Object Identifier (doi)
Aritzeta, A., Balluerka, N., Gorostiaga, A., Alonso-Arbiol, I., Haranburu, M., & Gartzia, L.
(2016). Classroom emotional intelligence and its relationship with school
performance. European Journal of Education and Psychology, 9(1), 1–8.
http://doi.org/10.1016/j.ejeps.2015.11.001

(c) Example of manuscript writing from magazine


Chamberlin, J., Novotney, A., Packard, E., & Price, M. (2008, May). Enhancing worker well-
being: Occupational health psychologists convene to share their research on work,
stress, and health. Monitor on Psychology, 39(5), 26-29.

│ 109
(d) Example of manuscript writing from online magazine
Clay, R. (2008, June). Science vs. ideology: Psychologists fight back about the misuse of
research. Monitor on Psychology, 39(6). Diunduh dari: http://www.apa.org/monitor/
tanggal 10 Agustus 2012.

(e) Example of manuscript writing from news paper without writer


Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006, November/
December). OJJDP News @ a Glance. Diunduh dari: http://www.ncjrs.gov/
htmllojjdp/news_acglance/216684/topstory.html, tanggal 10 Agustus 2012.

(f) Example of manuscript writing from abstact in printed edition


Woolf, N. J., Young, S. L., Fanselow, M. S., & Butcher, L. L. (1991). MAP-2 expression in
choliboceptive pyramidal cells of rodent cortex and hippocampus is alterded by
Pavlovian conditioning [Abstract]. Society for Neuroscience Abstracts, 17, 480.

(g) Example of manuscript writing from abstact in electronic edition (online)


Lassen, S. R., Steele, M. M., & Sailor, W. (2006). The relationship of school-wide positive
behavior support to academic achievement in an urban middle school [Abstract].
Psychology in the Schools, 43, 701-702. Diunduh dari: http://www.interscience.
wiley.com

(h) Example of citation from unpublised thesis or dissertation

Bukhori, B. (2013). Model toleransi mahasiswa muslim terhadap umat Kristiani. (Disertasi tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(i) Example of citation from book


Hadjar, I. (2014). Dasar-dasar statistik untuk ilmu pendidikan, sosial, & humaniora. Semarang:
Pustaka Zaman.

(j) Example of citation from the same author and the same year with two books
Azwar, S. (2012a). Penyusunan skala psikologi (ed.2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012b). Reliabilitas dan validitas (ed.4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(k) Example of citation from a book with editor


Hogg, M. A. (2003). Social identity. Dalam M. R. Leary & J. P. Tangney (Eds.), Handbook of self
and identity (hlm. 462-479). New York: Guilford.

110 │
(l) Example of citation from electronic book that has been published
Shotton, M. A. (1989). Computer addiction? A study of computer dependency [DX Reader
version]. Diunduh dari: www.ebookstore.tandf.co.uk/html/index/asp.

(m) Example of citation from electronic book unpublished


O'keefe, E. (n.d.). Egoism & the crisis in Western values. Diunduh dari
http://www.onlineoriginals.com/showitem.asp?itemID=135

(n) Example of citation from university unpublished


Wahib, A. (2016). Psikologi Islam untuk masa depan kemanusiaan dan peradaban. Manuskrip
tidak dipublikasikan, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Walisongo, Semarang.

│ 111
112 │

You might also like