JURNAL Psiko Resiliensi Korban Kekerasan
JURNAL Psiko Resiliensi Korban Kekerasan
Table of Contents
Author Guidelines
Acknowledgements
Abstract: This study aims to examine the effect of support group therapy to increase
resilience among women who were survived from violent action. This research is important
because the number of violence against women shows an increasing trend from year to year.
The hypothesis in this study is that there are differences in resilience of survivors of violence
against women in experimental group and control group after group therapy. Subjects in
this study were 10 womens, survivors of violence, aged 35-40 years old. All of them were
clients in an integrated care and service center called Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Seruni Kota Semarang. Subjects were
divided into experimental and control groups. The measuring tool used is Modified Connor-
Davidson Resilience Scale. Modules derived from support group therapy (Brabender,
Smolar, & Fallon, 2004). The study used quasi experiment with non-randomized pretest-
posttest control group design. Data were analyzed using different test of independent
sample t-test. The result of the research shows that there is difference of resilience scores of
survivors against women in experimental group and control group with p = 0,001 (p <0,05).
In conclusion, support group therapy is effective to increase resilience to survivors of
violence against women.
Keywords: resilience; therapy support groups; violence against women
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh terapi kelompok pendukung
terhadap peningkatan resiliensi penyintas kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini
penting karena jumlah kekerasan terhadap perempuan menunjukkan tren peningkatan dari
tahun ke tahun. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan resiliensi penyintas
kekerasan terhadap perempuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah
diberikan terapi kelompok pendukung. Subjek dalam penelitian ini adalah 10 perempuan
korban kekerasan berusia antara 35-40 tahundi Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPT PPA) Seruni Kota Semarang. Subjek dibagi ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan adalah Modified Connor-
Davidson Resilience Scale. Modul diambil dari terapi kelompok pendukung (Brabender,
Smolar, & Fallon, 2004). Penelitian menggunakan quasi experiment dengan non randomized
__________
Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dilakukan melalui email: [email protected];
[email protected]
pretest-posttest control group design. Data dianalisis menggunakan uji beda independent
sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan skor resiliensi penyintas
kekerasan terhadap perempuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
p=0,001 (p<0,05). Kesimpulannya, terapi kelompok pendukung efektif untuk meningkatkan
resiliensi pada penyintas kekerasan terhadap perempuan.
Kata Kunci: kekerasan terhadap perempuan; resiliensi; terapi kelompok pendukung
Sebaran kasus KtP ini didominasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan
201 kasus dan 201 korban. Kemudian diikuti dengan kasus Kekerasan dalam Pacaran (KdP)
sebanyak 94 kasus dan 274 korban, perkosaan dengan 68 kasus dan 102 korban, prostitusi
dengan 48 kasus dan 479 korban, buruh migran dengan 25 kasus dan 110 korban,
perbudakan seksual dengan 21 kasus dan 21 korban, pelecehan seksual dengan 13 kasus dan
19 korban, dan trafficking dengan 7 kasus dan 21 korban. Berdasarkan sebaran wilayah,
kasus KtP tertinggi ada di Kota Semarang dengan 177 kasus, diikuti Kabupaten Wonosobo
dengan 60 kasus, Kota Surakarta dengan 37 kasus, Kabupaten Kendal dengan 26 kasus, dan
Kabupaten Semarang dengan 15 kasus (Muzakki, 2016).
Tabel 1.
Tren Kasus KtP Kota Semarang 2015-2017
Tahun
Jenis KtP
2015 2016 2017 (Januari)
Psikis 256 239 17
Fisik 113 139 12
Seksual 64 89 10
Total 433 467 39
Sumber: Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk,
dan, Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan wawancara terhadap korban dan PPT Seruni, masalah utama yang
dialami oleh korban kekerasan adalah pemulihan kondisi psikologis pasca kejadian,
penangananmasalah emosional, dan membangkitkan motivasi penyintas agar menjadi per-
empuan berdaya.Oleh karena itu, peneliti menyusun sebuah program intervensi kesehatan
mental komunitas yang berbasis Terapi Kelompok Pendukung.Modul terapi kelompok
pendukung ini disusun berdasarkan tahapan intervensi dengan pendekatan kelompok dan
suportif (Brabender, Smolar, & Fallon, 2004). Modul terapi kelompok pendukung lazim
digunakan pada kasus-kasus klinis seperti pasien penyakit kronis dan kelompok marjinal
seperti perempuan korban kekerasan adalah salah satunya (Brabender et al., 2004). Basis
terapi kelompok pendukung adalah universalitas pengalaman yang dialami oleh subjek
digunakan untuk mengurangi stigma negatif sebagai korban kekerasan dan saling berbagi
perasaan.Langkah awal yang dilakukan adalah pelaksanaan Terapi Kelompok Pendukung
pada penyintas KtP dengan tujuan meningkatkan kemampuan daya lenting psikologis atau
resiliensi.
Proses ini dilakukan dengan kesepakatan bahwa kerahasiaan informasi yang disampaikan
dalam kelompok tetap terjaga (Yalom & Leszcz, 2005).
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan resiliensi korban KtP dengan terapi
kelompok pendukung. Penelitian ini dapat memperkaya bahasan mengenai teknik
intervensi psikologi yang digunakan untuk membantu korban kekerasan.Setelah proses
intervensi kelompok pendukung selesai, peneliti bekerjasama dengan PPA Seruni Kota
Semarang dan para penyintas KtP untuk membuat komunitas Perempuan Berdaya.
Komunitas ini bertujuan sebagai wadah komunikasi dan berbagi para penyintas KtP di Kota
Semarang. Dalam waktu 3-4 tahun ke depan, ditargetkan komunitas ini dapat bergerak
mandiri di bawah koordinasi PPA Seruni dan psikolog dari Universitas Semarang.
Metode
Penelitian ini menggunakan quasi experimentdengan non randomizedpretest-posttest
control group design. Desain ini bertujuan untuk melihat pengaruh suatu intervensi terhadap
kelompok yang dikenakan perlakuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dikena-
kan perlakuan (Neuman, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi kelompok
pendukung dan variabel tergantung yang digunakan adalah resiliensi.
Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang mendapatkan kekerasan
dalam rumah tangga dibuktikan dengan laporan di PPT Seruni Kota Semarang, mengalami
kekerasan lebih dari setahun, memiliki anak, dan memiliki skor resiliensi rendah. Seluruh
subjek diberikan inform consent sebelum proses intervensi dilakukan. Subjek dalam peneliti-
an ini ditentukan dengan non-random sampling, di mana subjek bukan merupakan repre-
sentasi dari populasi umum karena kategori kasus klinis yang unik, sulit mengambil sampel
dalam jumlah besar, dan membutuhkan investigasi mendalam.Penentuan anggota
kelompok kontrol dan eksperimen menggunakan teknik screening dan matching.
Tabel 2.
Rancangan Penelitian
Tabel 3.
Blueprint Skala Resiliensi Modifikasi CD-RISC 27 item
Hasil analisis item skala resiliensi pada 37 perempuan korban kekerasan menunjukk-
an bahwa dari 27 item yang digunakan untuk uji coba, terdapat dua item yang gugur, yaitu
item nomor 21 dan item nomor 25. Item yang dianggap valid sejumlah 25, dengan koefisien
validitas bergerak dari 0,560-0,905.Koefisien alpha reliabilitas sebesar 0,970.Setelah diuji
kembali dengan menggunakan 25 item yang valid, reliabilitas skala meningkat menjadi
0,975 dengan tidak ada item yang gugur.
Tabel 4.
Distribusi Item Skala Resiliensi Setelah Uji Coba
Terapi kelompok pendukung berisi program serta aktivitas yang bertujuan memberi-
kan dukungan kepada pendamping sehingga dapat meningkatkan resiliensi ibu. Intervensi
akan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan dengan jeda waktu antar intervensi selama
tujuh hari. Durasi per intervensi adalah 120 menit. Jarak antara prates dan intervensi adalah
tujuh hari, sementara jarak antara terminasi dan pascates adalah empat belas hari.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji beda skor
rerata antara dua kelompok. Analisis data kuantiatif menggunakan paket perangkat lunak
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22. Analisis parametrik uji beda akan
menggunakan teknik independent sample t-test.
Hasil
Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas terapi kelompok pendukung
terhadap peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen penyintas kekerasan terhadap
perempuan. Intervensi dilakukan sebanyak tiga kali dengan jeda waktu satu minggu di antara
proses terapi kelompok pendukung. Hasil screening pada 37 korban KtP menunjukkan bahwa
ada 14 korban KtP yang memiliki skor resiliensi pada kategori sangat rendah dan rendah.
Tabel 5.
Kategorisasi Skor Subjek pada Variabel Resiliensi
Dari empat belas korban tersebut, peneliti melibatkan sepuluh orang sebagai peserta
dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan tiap kelompoknya terdiri atas
lima orang peserta. Tabel 6. menunjukkan proses pelaksanaan terapi kelompok pendukung.
Tabel 6.
Pelaksanaan Terapi Kelompok Pendukung
Tabel 7.
Data Deskriptif Skor Resiliensi Kelompok
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pretest Eksperimen 5 56,80 7,791 3,484
Kontrol 5 48,40 6,066 2,713
Posttest Eksperimen 5 69,60 6,229 2,786
Kontrol 5 44,40 7,635 3,415
Tindak Lanjut Eksperimen 5 73,00 4,690 2,098
Kontrol 5 48,40 8,173 3,655
Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti menerapkan uji asumsi normalitas dan
homogenitas terhadap skor resiliensi subjek penelitian.Uji normalitas dilakukan dengan
tujuan mengetahui normal atau tidaknya distribusi sebaran skor subjek pada variabel yang
akan dianalisis. Distribusi sebaran yang normal berarti bahwa subjek penelitian tergolong
representatif atau dapat mewakili populasi yang ada (Ebbinghaus, 2013). Hasil uji
normalitas dari skala pretest resiliensi diperoleh nilai shapiro-wilk p = 0,767 (p>0,05). Kaidah
uji normalitas yang digunakan adalah apabila p>0,05 maka sebaran data tersebut normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas, peneliti mendapatkan hasil bahwa sebaran data penelitian
ini normal.
Tabel 8.
Hasil Uji Normalitas Data Resiliensi
Tabel 9.
Hasil Uji Homogenitas Data Resiliensi
Berdasarkan uji asumsi, syarat untuk melakukan uji hipotesis secara parametrik
terpenuhi.Oleh karena itu, uji hipotesis dapat dilakukan dengan independent sample t-
test.Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada perbedaan skor resiliensi pada
kelompok perempuan korban kekerasan yang diberikan Terapi Kelompok Pendukung
dibandingkan dengan kelompok perempuan korban kekerasan yang tidak diberikan terapi.
Kelompok yang mendapatkan Terapi Kelompok Pendukunglebih tinggi skor resiliensinya
dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan Terapi Kelompok Pendukung.
Tabel 10.
Uji Beda dengan Menggunakan Skor Resiliensi Pascates
p
Resiliensi Prates 0,096
Resiliensi Pascates 0,001
Resiliensi Tindak Lanjut 0,001
Skor prates menunjukkan tidak ada perbedaan resiliensi antara kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan signifikansi p=0,096 (p>0,05). Hasil tersebut sesuai dengan
asumsi bahwa sebelum mendapatkan intervensi, skor resiliensi seluruh subjek berada pada
kategori yang sama (kategori rendah). Selanjutnya, tabel tersebut menunjukkan bahwa ada
perbedaan skor resiliensi antara subjek di kelompok eskperimen dan subjek di kelompok
kontrol pascaintervensi dan saat fase tindak lanjut. Skor dikatakan ada perbedaan jika nilai
p<0,05. Hal ini ditunjukkan oleh skor resiliensi pascates dengan p=0,001 (p<0,05), yang
berarti ada perbedaan antara skor resiliensi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Perbedaan juga terjadi pada skor resiliensi tindak lanjut antara kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dengan p=0,001 (p<0,05). Hasil ini membuktikan ada perbedaan
yang sangat signifikan antara skor resiliensi pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Bila dilihat dari skor kelompok kontrol saja, peneliti mendapatkan hasil bahwa tidak
ada perbedaan skor resiliensi pada kelompok kontrol antara sebelum dan setelah proses
intervensi, dibuktikan dengan nilai p=0,096 (p>0,05).Artinya, korban kekerasan yang tidak
diberikan intervensi tidak mengalami perubahan skor resiliensi. Data dapat dilihat pada
Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11.
Uji Beda Hasil Prates dan Pascates pada Kelompok Kontrol
p
Resiliensi Prates-Pascates 0,096
Jika dilihat lebih detail per aspek, peneliti menemukan hasil menarik berupa aspek
dukungan keluarga dan sosial. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12.
Uji Beda per Aspek Resiliensi antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
(Prates-Pascates-Tindak Lanjut)
p
Aspek 1 Prates 0,044
Aspek 2 Prates 0,761
Aspek 3 Prates 0,731
Aspek 4 Prates 0,365
Aspek 1 Pascates 0,024
Aspek 2 Pascates 0,021
Aspek 3 Pascates 0,016
Aspek 4 Pascates 0,025
Aspek 1 Tindak Lanjut 0,024
Aspek 2 Tindak Lanjut 0,020
Aspek 3 Tindak Lanjut 0,022
Aspek 4 Tindak Lanjut 0,024
Keterangan:
Aspek 1: Fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan
Hasil uji beda per aspek menunjukkan bahwa pada saat prates, hanya aspek 1 yang
menunjukkan ada perbedaan skor antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,
dengan p=0,044 (p<0,05). Hasil pada aspek 2, aspek 3, dan aspek 4 menunjukkan tidak ada
perbedaan skor antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan signifikansi
lebih besar dari 0,05. Artinya, skor antara responden kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen pada aspek 1 berada pada kategori yang sama.
Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, peneliti
menemukan bahwa ada perbedaan tingkat resiliensi antara kelompok eksperimen yang
diberikan intervensi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi. Data kuantitatif
memperlihatkan bahwa kelompok eksperimen mengalami perubahan skor resiliensi ketika
prates, pascates, dan tindak lanjut. Interpretasi perbedaan skor antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pascates dilihat dari nilai p=0,001 (p<0,05). Skor resiliensi pada
kelompok kontrol cenderung tetap dibuktikan dengan nilai p=0,096 (p>0,05). Jika dilihat per
aspek resiliensi pada Tabel 12, perubahan skor terlihat saat pascates dan tindak lanjut. Hasil
ini membuktikan bahwa terapi kelompok pendukungmampu meningkatkan resiliensi pada
perempuan korban kekerasan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh (Paleg & Jongsma, 2011) juga menyebutkan bahwa
Terapi Kelompok Pendukung dapat mengurangi perasaan negatif yang dirasakan oleh
orangtua/caregiver yang merawat pasien dengan penyakit kronis, masalah kejiwaan, atau
lansia. Peneliti menemukan bahwa Terapi Kelompok Pendukung yang diterapkan terhadap
perempuan korban kekerasan dapat menjadi wadah untuk menyalurkan emosi negatif,
saling belajar dari pengalaman subjek lain, dan membuat diri mereka berharga dengan
membantu subjek lain. Hasil ini dapat dilihat dari perbedaan skor aspek resiliensi dukungan
keluarga dan lingkungan sosial pada Tabel 12.
Aturan di dalam kelompok perlu disepakati untuk membangun sikap saling percaya
antar anggota kelompok sehingga mereka saling terbuka terhadap masalahnya(Prawitasari,
2011).Pembentukan aturan di dalam kelompok menjadi hal yang sangat penting karena
aturan kelompok dapat membantu seseorang lebih terbuka dan percaya terhadap
kelompok. Peserta dapat memahami aturan kelompok sehingga dalam proses intervensi
antar anggota kelompok dapat saling menjaga rahasia dan dapat merasa nyaman untuk
menceritakan pengalaman hidup mereka. Lazimnya, sebelum pertemuan pertama diakhiri,
fasilitator perlu menggali pikiran ataupun perasaan yang muncul pada diri peserta terapi.
Dukungan dari sesama anggota menjadi unsur yang sangat penting dalam
keberhasilan Terapi Kelompok Pendukung. Melalui dukungan antar sesama, anggota
kelompok akan merasa diterima dan mendapatkan perhatian dari orang lain sekaligus
belajar untuk melatih keterampilan social (Heuvel, Witte, Stewart, Schure, Sanderman, &
Jong, 2002). Perempuan korban kekerasan juga dapat belajar untuk membuat suasana positif
bagi orang lain. Langkah seperti ini akan meningkatkan hubungan interpersonal yang
efektif. Hubungan yang efektif menjadikan antar anggota kelompok memiliki kepercayaan
dan kenyamanan untuk berbagi informasi dan pengalaman serta memberikan umpan balik
kepada anggota lainnya. Peneliti mengamati bahwa situasi saling dukung juga terjadi
selama proses intervensi.
Salah satu aspek resiliensi yang mengalami perubahan pada kelompok eksperimen
adalah fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan.Fleksibilitas untuk mengatasi
tantangan muncul karena terbentuknya pola pikir resiliensi pada individu (Goldstein &
Brooks, 2013). Pola pikir resiliensi merupakan asumsi individu terkait peristiwa tidak
menyenangkan yang ia alami berpengaruh terhadap perilaku dan kemampuan yang ia
lakukan untuk mengatasi masalah tersebut (Goldstein & Brooks, 2013). Pola pikir ini mulai
terlihat pada intervensi pertemuan kedua, ketika para subjek berusaha menerima situasi
yang terjadi pada diri mereka dan meyakini bahwa mereka dapat bangkit dari situasi tidak
menyenangkan.Lewat pola pikir seperti itu, subjek menerima apapun kondisi dirinya.
Resiliensi diawali oleh pola pikir yang membantu individu untuk mengembangkan
strategi saat menghadapi masalah (Goldstein & Brooks, 2013). Ada sepuluh ciri yang
dimiliki oleh individu yang mampu resilien ketika berhadapan dengan masalah, yaitu: (1)
Mampu melihat masalah sebagai tantangan, bukan hambatan, (2) Menghadapi masalah
dengan stres positif, bukan dengan stres negatif, (3) Mampu melihat masalah melalui
beragam perspektif, (4) Mampu berkomunikasi dengan efektif, (5) Menerima diri sendiri
dan orang lain, (6) Menjaga hubungan interpersonal dan menunjukkan kasih sayang
terhadap diri sendiri dan orang lain, (7) Menerima kesalahan sebagai bagian proses
kehidupan, (8) Menghargai keberhasilan (9) Mengembangkan disiplin dan kontrol diri yang
baik (10) Menjaga gaya hidup resilien.
Peneliti melihat resiliensi sebagai proses yang menjelaskan bagaimana individu berhasil
menghadapi dan melewati traumanya. Resiliensi seperti sebuah lintasan peluru yang dapat
berpengaruh terhadap banyak hal, seperti: peningkatan kualitas kesehatan mental dan atau
mengurangi gejala penyakit fisik tertentu. Hasil yang diperoleh pun berbeda-beda di tiap
wilayah, sehingga faktor kebudayaan dan agama menjadi salah satu penentu kemampuan
resiliensi individu (Dale, Cohen, Kelso, Cruise, Weber, Watson, Brody, 2014).
Ada dua tujuan terapeutik yang muncul dalam proses terapi kelompok pendukung
yang dilakukan oleh tim peneliti. Tujuan pertama merujuk pada outcome goals (hasil akhir
proses terapi). Outcome goals mengacu pada perubahan perilaku dan emosi anggota
kelompok setelah terapi berakhir. Perubahan perilaku dapat berupa peningkatan
kemampuan interpersonal, keterampilan analisis masalah, dan atau kemampuan untuk
bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Tujuan kedua merujuk pada process goal
(proses selama terapi berlangsung). Tujuan ini melekat pada anggota kelompok selama
proses terapi. Peningkatan level kenyamanan, kemauan untuk terbuka dengan anggota
kelompok lain, dan belajar untuk memberikan argumentasi terhadap pendapat anggota lain
adalah beberapa contoh process goal (Ward, 2010).
Terapi Kelompok Pendukung berisi kelompok individu dengan masalah yang sama,
saling memberikan dukungan sosial dan emosional. Inspirasi bisa datang dari proses
pengamatan dan refleksi terhadap pengalaman peserta kelompok lain. Terapi Kelompok
Pendukung sangat memungkinkan terjadinya proses pembelajaran sosial melalui imitasi dan
modelling terhadap pengalaman anggota kelompok lain. Kelompok dapat berperan sebagai
penampung emosi negatif anggotanya sekaligus tempat yang aman untuk berbagi pikiran
dan pengalaman negatif. Proses pembelajaran dan dukungan yang diperoleh melalui anggota
kelompok dapat menjadi sumber kekuatan individu untuk bangkit dan memperoleh energi
baru dalam bentuk komunitas perempuan berdaya (Dalton, Elias, & Wandersman, 2011).
Proses inisiasi komunitas yang dilakukan setelah intervensi berakhir menjadi wadah
yang memberdayakan perempuan korban kekerasan. Komunitas adalah wadah di mana ide
muncul bersama di dalam beberapa kegiatan atau usaha bersama maupun hanya karena
adanya kedekatan secara geografis. Komunitas juga menjadi penyedia jaringan hubungan
yang saling mendukung satu sama lain dan masing-masing individu memiliki ke-
tergantungan saling menguntungkan di dalamnya (Dalton et al., 2011).
Simpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa intervensi kelompok pendukung efektif untuk
meningkatkan resiliensi penyintas kekerasan terhadap perempuan (p<0,05). Ada perubahan
rerata skor resiliensi antara sebelum dan setelah diberikan intervensi pada kelompok
eksperimen, yaitu dari 56,80 menjadi 69,60. Hasil kuantitatif menunjukkan keempat aspek
resiliensi yaitu fleksibilitas untuk mengatasi perubahan dan tantangan, dukungan dari
keluarga dan lingkungan sosial, pengaruh spiritual, dan memiliki kehidupan yang
berorientasi pada tujuan mengalami perubahan skor antara sebelum dan setelah intervensi
kelompok pendukung pada kelompok eksperimen.
Saran
Pengembangan komunitas psikologis akan lebih efektif bila diikuti dengan pember-
dayaan komunitas ekonomi. Peneliti berikutnya dapat berkolaborasi dengan pegiat usaha
untuk memberdayakan perempuan korban kekerasan. Mitra dapat melakukan asesmen
psikologi awal untuk melihat kebutuhan awal perempuan korban kekerasan. Jika
memungkinkan, beberapa korban dengan karakteristik yang sama dapat difasilitasi dengan
kelompok dukungan dan diberikan intervensi psikologi untuk mengurangi emosi negatif
yang mereka rasakan.[]
Daftar Pustaka
Ablah, E., & Dong, F. (2013). [Erratum] A Modified CD-RISC: Including Previously
Unaccounted for Resilience Variables.
Brabender, V. M., Smolar, A. I., & Fallon, A. E. (2004). Essentials of group therapy (Vol. 29). John
Wiley & Sons.
Bukhori, B. (2012). Hubungan kebermaknaan hidup dan dukungan sosial keluarga dengan
kesehatan mental narapidana (Studi kasus nara pidana Kota Semarang). Ad-Din,
4(1), 1–19.
Bukhori, B., Hassan, Z., Hadjar, I., & Hidayah, R. (2017). The effect of sprituality and
social support from the family toward final semester university students’
resilience. Man in India, 97(19), 313–321.
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale: The
Connor's Davidson resilience scale (CD'RISC). Depression and Anxiety, 18(2), 76–82.
Dale, S. K., Cohen, M. H., Kelso, G. A., Cruise, R. C., Weber, K. M., Watson, C., …
Brody, L. R. (2014). Resilience among women with HIV: Impact of silencing the
self and socioeconomic factors. Sex Roles, 70(5–6), 221–231.
Dalton, J. H., Elias, M. J., & Wandersman, A. (2011). Community psychology: Linking
individuals and communities. Wadsworth/Thomson Learning.
Ebbinghaus, H. (2013). Memory: A contribution to experimental psychology. Annals of
Neurosciences, 20(4), 155.
Goldstein, S., & Brooks, R. B. (2013). Why study resilience? In Handbook of resilience in
children (pp. 3–14). Springer.
Hayter, M., & Dorstyn, D. (2014). Resilience, self-esteem and self-compassion in adults
with spina bifida. Spinal Cord, 52(2), 167.
Muzakki, K. (2016). Waduh, Semarang Menempati Peringkat Pertama Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan! - Tribun Jateng.
Neuman, W. L. (2013). Social research methods: Qualitative and quantitative approaches.
Pearson education.
Paleg, K., & Jongsma Jr, A. E. (2011). The group therapy treatment planner (Vol. 191). John
Wiley & Sons.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta:
Erlangga.
Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic concept. Development and Psychopathology,
24(2), 335–344.
Scali, J., Gandubert, C., Ritchie, K., Soulier, M., Ancelin, M.-L., & Chaudieu, I. (2012).
Measuring resilience in adult women using the 10-items Connor-Davidson
Resilience Scale (CD-RISC). Role of trauma exposure and anxiety disorders. PloS
One, 7(6), e39879.
Smith, J. C., Cumming, A., & Xeros-Constantinides, S. (2010). A decade of parent and
infant relationship support group therapy programs. International Journal of Group
Psychotherapy, 60(1), 59–89.
Subjek 1. (2017). Informasi Kondisi Korban Kekerasan terhadap Perempuan.
van den Heuvel, E. T., de Witte, L. P., Stewart, R. E., Schure, L. M., Sanderman, R., &
Meyboom-de Jong, B. (2002). Long-term effects of a group support program and
an individual support program for informal caregivers of stroke patients: which
caregivers benefit the most? Patient Education and Counseling, 47(4), 291–299.
Ward, D. E. (2010). Definition of group counseling. The Oxford Handbook of Group
Counseling, 36–51.
Yalom, I. D. (2010). The gift of therapy. Piatkus London.
Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The Theory and Practice of Group Psychotherapy (5 th
edition). United States of America: Basic Book Publisher.
Author Guidelines
Articles typed in Book Antiqua letters with 1.5 spacing in Microsoft Word format with
a page size A4 (210 x 297 mm). The length of the article ranged between 6000-8000 words, or
about 20-25 pages, including pictures, graphs, and tables (if any). Articles written in Bahasa
Indonesia or English by using the rules of good grammar and correct. Articles in English in
general use the past tense.
The article has been formatted according to the pattern of writing scientific journal
articles. Writing articles follow the rules set out in the Publication Manual of the American
Psychological Association, Sixth Edition. http://www.apastyle.org/ manual/index.aspx
General Instructions
1. Articles are formatted according to the writing pattern of scientific journal. Writing articles
follow the rules set out in Publication Manual of the American Psychological Association,
Sixth Edition. http://www.apastyle.org/manual/index.aspx
│ 107
2. The article is an original work (no plagiarism) and has never been published in a journal
printed/online.
3. Articles for Psikohumaniora sent to Editors: Psychological Research Journal via submission
Open Journal Systems (OJS) on http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ Psikohumaniora
4. Articles typed in Book Antiqua font with 1.5 spacing in Microsoft Word format with a page
size A4 (210 x 297 mm). The length of the article ranged between 6000-8000 words or
approximately 20-25 pages, including pictures, graphs, and tables (if any).
5. Article is written in Indonesian or English using grammatical rules. In general, English
article is in the past tense.
Particular Instructions
1. The article is the result of empirical research in psychology.
2. Because of "Blind Review" system, the the author hoped not to includ the name, the name
and address of the institution and email address in the cover of article. The author's name,
name of the institution, as well as the email address listed at the time of registration on the
OJS author. To facilitate the communication should include active mobile number.
3. The content and systematics of articles written using the format presented in a narrative
essay in the form of a paragraph, without numbering in front subtitles, and should include
these components:
• The title, provided that: a) The title is the formulation of a brief discussion of content,
compact, and clear. May use the title of creative and attract readers (maximum 14
words). b) The title is written in English and Indonesian. c) The title is typed in bold
capital letters (capital, bold).
• Abstract written in English and Indonesian. Abstract is the essence of the subject of the
whole article. Abstract written in one paragraph within one space, with a maximum
length of 200 words. Abstract presented briefly and clearly, it must contain four (4)
elements, namely: Reasons for the selection of topics or the importance of the research
topic, the hypothesis, research methods, and a summary of the results. Abstracts must be
terminated with a comment about the importance of the results or a brief conclusion.
• The keyword contains basic words in the study, can be drawn from the research
variables, characteristics of the subjects, and the theory of the referenced (minimum
three words or combinations of words, written in alphabetical order).
• Introduction (untitled) contains background of the problems, objectives and benefits of
the research, the study of theory, and concludes with the hypothesis (number of pages
approximately 20%).
108 │
• The method contains the identification of the variables, the research subjects, research
instruments and methods of research including data analysis techniques used (the
number of pages approximately 20%).
• The result shows exposure data analysis, consisted of descriptive statistics, test results
of the assumptions and results of hypothesis testing are presented sequentially or
integrated (number of pages approximately 20%).
• Discussion contains an explanation of the results of research associated with the results
of previous studies, critically analyzed and linked to relevant recent literature (page
number approximately 30-40%).
• Conclusions and suggestions answers from the research objectives written concise, clear,
and compact based on the results of research and discussion (approximately 1 page).
• Bibliography contains reference sources written alphabetically and chronologically,
Referral sources are published literature in last 10 years (especially of the journal).
Referral preferred are the primary sources in the form of books, reports (including
thesis, dissertation), or research articles in scientific journals and magazines.
The following are examples of bibliography writing:
Bibliography
(a) Example of journal article writing without a Digital Object Identifier (doi)
Costello, K. & Hodson, G. (2011). Social dominance–based threat reactions to immigrants in
need of assistance. European Journal of Social Psychology, 41(2), 220-231.
Baloach, A.G., Saifee, A.R., Khalid, I., & Gull, I. (2012). The teaching of the Holy Prophet to
promote peace and tolerance in an Islamic social culture. European Journal of Social
Sciences, 31(1), 36-41.
(b) Example of journal article writing with a Digital Object Identifier (doi)
Aritzeta, A., Balluerka, N., Gorostiaga, A., Alonso-Arbiol, I., Haranburu, M., & Gartzia, L.
(2016). Classroom emotional intelligence and its relationship with school
performance. European Journal of Education and Psychology, 9(1), 1–8.
http://doi.org/10.1016/j.ejeps.2015.11.001
│ 109
(d) Example of manuscript writing from online magazine
Clay, R. (2008, June). Science vs. ideology: Psychologists fight back about the misuse of
research. Monitor on Psychology, 39(6). Diunduh dari: http://www.apa.org/monitor/
tanggal 10 Agustus 2012.
Bukhori, B. (2013). Model toleransi mahasiswa muslim terhadap umat Kristiani. (Disertasi tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(j) Example of citation from the same author and the same year with two books
Azwar, S. (2012a). Penyusunan skala psikologi (ed.2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012b). Reliabilitas dan validitas (ed.4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
110 │
(l) Example of citation from electronic book that has been published
Shotton, M. A. (1989). Computer addiction? A study of computer dependency [DX Reader
version]. Diunduh dari: www.ebookstore.tandf.co.uk/html/index/asp.
│ 111
112 │