Skripsi Agung Batria Putra

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 52

SKRIPSI

OPTIMASI DENSITAS BENIH IKAN TAMBAKAN


(Helostoma temminckii) PADA TRANSPORTASI SISTEM
TERTUTUP DAN PENENTUAN JENIS PAKAN YANG SESUAI
PASCATRANSPORTASI

THE DENSITY OPTIMALIZATION OF Helostoma temminckii


FINGERLING ON CLOSED SYSTEM TRANSPORTATION AND
SUITABLE FEED FOR POST TRANSPORTATION

Agung Batria Putra


05051281621018

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
SUMMARY

AGUNG BATRIA PUTRA. The Density Optimalization of Helostoma


temminckii Fingerling on Closed System Transportation and Suitable Feed for
Post Transportation (Supervised by FERDINAND HUKAMA TAQWA and
DADE JUBAEDAH).

Helostoma temminckii culture is still not widely practiced, whereas on the


other hand it needed to balance the exploitation of Helostoma temminckii from its
nature. Fish transportation is an early stage in fish farming, especially for
transport of captured wild fish to the culture area. The purpose of this study were
to determine the optimal density of Helostoma temminckii fingerling in a closed
transportation system for 24 hours and the suitable of feed type for recovery that
has high survival rate and good physiological conditions for better aquaculture
activities. This research conducted in 2 stages use completely randomized design.
The first stage was closed transportation system for 24 hours with difference
densities of fingerling with 6 treatments and 3 replications, namely 100 fish L -1,
120 fish L-1, 140 fish L-1, 160 fish L-1, 180 fish L-1 dan 200 fish L-1. The second
stage, it was carried out by using different feed treatments, with 3 treatments and
3 replications (Tubifex sp., Chironomus sp., and commercial feed). Results of
transportation test showed that density of 140 fish L-1 was the highest density for
24 hours with 92.38% of survival rate and blood glucose levels of 39.67 mg dL -1.
While results in second stage showed that the most suitable feed for recovery was
Chironomus sp., with survival rate 74.17%, feed efficiency 57.49% and absolute
weight growth 0.19 g. The results of water quality measurements before and after
transportation and recovery showed that the water quality was still within the
tolerance limits for aquaculture fish.

Keywords : Helostoma temminckii, density, feed, transportation.

ii Universitas Sriwijaya
RINGKASAN

AGUNG BATRIA PUTRA. Optimasi Densitas Benih Ikan Tambakan


(Helostoma temminckii) pada Transportasi Sistem Tertutup dan Penentuan Jenis
Pakan yang Sesuai Pascatransportasi (Dibimbing oleh FERDINAND HUKAMA
TAQWA dan DADE JUBAEDAH).

Budidaya ikan tambakan (Helostoma temminckii) masih belum banyak


dilakukan, padahal di sisi lain budidaya secara intensif diperlukan untuk dapat
mengimbangi eksploitasi ikan tambakan dari alamnya. Transportasi menjadi tahap
awal dalam budidaya ikan terutama untuk mengangkut ikan dari hasil tangkapan
alam menuju area budidaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui densitas
optimal benih ikan tambakan pada sistem transportasi tertutup selama 24 jam dan
jenis pakan yang sesuai pascatransportasi sehingga dihasilkan kelangsungan hidup
tinggi dan kondisi fisiologis yang menunjang untuk kegiatan budidaya yang lebih
baik. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap penelitian menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL). Tahap pertama transportasi tertutup selama 24 jam dengan
perbedaan kepadatan benih ikan tambakan dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan
yaitu 100 ekor L-1, 120 ekor L-1, 140 ekor L-1, 160 ekor L-1, 180 ekor L-1 dan 200
ekor L-1. Penelitian tahap kedua berupa perbedaan pemberian pakan selama 10
hari masa pemulihan (Tubifex sp., Chironomus sp., dan pakan komersial) dengan
3 ulangan. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa kepadatan benih
ikan tambakan sebanyak 140 ekor L -1 merupakan kepadatan tertinggi yang
memberikan hasil terbaik dengan kelangsungan hidup 92,38% dan kadar glukosa
darah 39,67 mg dL-1. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa pemberian
pakan berupa Chironomus sp., menghasilkan hasil terbaik selama masa pemulihan
benih ikan tambakan dengan tingkat kelangsungan hidup 74,17%, efisiensi pakan
57,49% dan pertumbuhan bobot mutlak 0,19 g. Hasil pengukuran kualitas air dari
sebelum dan setelah masa transportasi serta pemulihan menunjukkan bahwa
kualitas air masih dalam batas toleransi bagi ikan tambakan.

Kata kunci: ikan tambakan, kepadatan, pakan, transportasi.

iii Universitas Sriwijaya


SKRIPSI

OPTIMASI DENSITAS BENIH IKAN TAMBAKAN


(Helostoma temminckii) PADA TRANSPORTASI SISTEM
TERTUTUP DAN PENENTUAN JENIS PAKAN YANG SESUAI
PASCATRANSPORTASI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Perikanan pada


Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Agung Batria Putra


05051281621018

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

iv Universitas Sriwijaya
LEMBAR PENGESAHAN

OPTIMASI DENSITAS BENIH IKAN TAMBAKAN


(Helostoma temminckii) PADA TRANSPORTASI SISTEM
TERTUTUP DAN PENENTUAN JENIS PAKAN YANG SESUAI
PASCATRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Oleh :

Agung Batria Putra


05051281621018

Indralaya, Oktober 2021


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ferdinand H. Taqwa, S.Pi., M.Si. Dr. Dade Jubaedah, S.Pi., M.Si.
NIP. 197602082001121003 NIP. 197707212001122001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Koordinator Program Studi
Perikanan Budidaya Perairan

Dr. Ferdinand H. Taqwa, S.Pi., M.Si. Dr. Dade Jubaedah, S.Pi., M.Si.
NIP. 197602082001121003 NIP. 197707212001122001

v Universitas Sriwijaya
PERNYATAAN INTEGRITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Agung Batria Putra


NIM : 05051281621018
Judul : Optimasi Densitas Benih Ikan Tambakan (Helostoma temminckii)
pada Transportasi Sistem Tertutup dan Penentuan Jenis Pakan
yang Sesuai Pascatransportasi

Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dimuat dalam skripsi
ini merupakan hasil pengamatan saya sendiri di bawah supervisi pembimbing,
kecuali yang disebutkan dengan jelas sumbernya, dan bukan hasil penjiplakan /
plagiat. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiasi dalam skripsi
ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar dari
Universitas Sriwijaya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
mendapat paksaan dari pihak manapun.

Indralaya, Oktober 2021

Agung Batria Putra

vi Universitas Sriwijaya
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1998 di Kota Palembang, Provinsi


Sumatera Selatan, merupakan kedua pertama dari tiga bersaudara. Orang tua
bernama Bakaruddin dan Zulfitri.
Pendidikan penulis dimulai dari TK Mahardika Palembang pada tahun
2003, dilanjutkan Sekolah Dasar di SD Dharmajaya Palembang yang diselesaikan
pada tahun 2010. Tahun 2013, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Palembang, dan tahun 2016 menyelesaikan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6 Palembang. Sejak Agustus 2016
penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, melalui jalur SBMPTN.
Pada tahun 2016, penulis menjadi bagian dari Himpunan Mahasiswa
Akuakultur (HIMAKUA) Unsri dan dipercaya sebagai ketua pelaksana LKTI
tingkat Nasional Himakua Paper Competition pada tahun 2018. Pada tahun 2018
penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2019 penulis mengikuti
kegiatan praktek lapangan di UPR Sumatera Mandiri dengan judul “Penggunaan
Sistem Pakan Otomatis pada Usaha Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”.

vii Universitas Sriwijaya


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang
diberikan sehingga penelitian ini diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Penulis mengambil judul “Optimasi Densitas Benih Ikan Tambakan
(Helostoma temminckii) pada Transportasi Sistem Tertutup dan Penentuan Jenis
Pakan yang Sesuai Pascatransportasi”.
Dalam proses penyusunan skripsi peneitian ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. A. Muslim, M.Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya.
2. Bapak Dr. Ferdinand Hukama Taqwa, S.Pi., M.Si selaku ketua Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya serta selaku dosen
pembimbing I yang telah menjadi dosen pembimbing yang sabar dalam
memberikan bimbingan, motivasi, saran dan masukan selama penyusunan
skripsi penelitian ini
3. Ibu Dr. Dade Jubaedah, S.Pi., M.Si selaku Koordinator Program Studi
Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya serta selaku dosen pembimbing II yang telah menjadi dosen
pembimbing yang sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, saran dan
masukan selama penyusunan skripsi penelitian ini.
4. Kedua orang tua penulis, Bakaruddin dan Zulfitri, yang selalu memberikan
doa, nasihat, dukungan moril serta materil selama ini.
5. Teman-teman seperjuangan Budidaya Perairan angkatan 2016, yang selalu
memberikan dukungan, semangat dan motivasi selama ini.
6. Tim “Penelitian Transportasi”, Gion, Best, Efraim, Nata, Feri dan Debi yang
telah membantu selama penelitian, saling mendukung, memberikan saran
serta masukannya, semangat, kebersamaan, hiburan, pengalaman dan sudut
pandang selama penelitian dan penulisan skripsi penulis ini.

viii Universitas Sriwijaya


Penulis berharap kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan yang lebih baik
untuk dikemudian hari.

Indralaya, Oktober 2021

Penulis

ix Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

Halama

DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3. Tujuan...............................................................................................................3
1.4. Manfaat.............................................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1. Deskripsi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii).........................................4
2.2. Potensi Ikan Tambakan....................................................................................5
2.3. Transportasi Ikan..............................................................................................5
2.4. Kualitas Air Media Transportasi Benih Ikan...................................................6
2.5. Kondisi Fisiologis Ikan....................................................................................7
2.6. Pemulihan Ikan................................................................................................8
BAB 3. METODE PENELITIAN...........................................................................9
3.1. Waktu dan Tempat............................................................................................9
3.2. Bahan dan Metoda...........................................................................................9
3.3. Analisis Data...................................................................................................14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................15
4.1. Kondisi Fisiologis Ikan Pratransportasi dan Pascatransportasi.......................15
4.2. Kondisi Fisiologis Ikan Pascapemulihan........................................................18
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................22
5.1. Kesimpulan.....................................................................................................22
5.2. Saran................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
LAMPIRAN...........................................................................................................29

x Universitas Sriwijaya
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Peta lokasi sebaran ikan tambakan (H. temminckii) 4
Gambar 4.1. Kelangsungan hidup ikan tambakan (H. temminckii)
sesaat pascatransportasi. Nilai dengan huruf superscript
yang berbeda menunjuk-kan hasil yang berbeda nyata
pada uji BNT taraf 5% 15
Gambar 4.2. Efisiensi pakan ikan tambakan (H. temminckii)
pascapemulihan 18
Gambar 4.3. Pertumbuhan bobot mutlak ikan tambakan
(H. temminckii) pascapemulihan. Nilai dengan huruf
superscript yang menunjukkan hasil yang berbeda
nyata pada uji BNT taraf 5%. 19

xi Universitas Sriwijaya
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1. Bahan-bahan yang digunakan 9
Tabel 3.2. Alat-alat yang digunakan 9
Tabel 4.1. Kondisi fisiologis benih ikan tambakan sesaat
pascatransportasi 15
Tabel 4.2. Kualitas fisika dan kimia air pascatransportasi 18
Tabel 4.3. Kelangsungan hidup, kadar glukosa darah dan tingkat
konsumsi oksigen ikan tambakan (H. temminckii)
pascapemulihan denganpakan yang berbeda 18
Tabel 4.4. Kualitas fisika dan kimia air selama masa pemulihan 21

xii Universitas Sriwijaya


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Kelangsungan hidup pascatransportasi 24 jam 30
Lampiran 2. Kadar glukosa darah pascatransportasi 24 jam 31
Lampiran 3. Tingkat konsumsi oksigen pascatransportasi 24 jam 32
Lampiran 4. Kelangsungan hidup pascapemulihan 10 hari 33
Lampiran 5. Kadar glukosa darah pascapemulihan 10 hari 34
Lampiran 6. Tingkat konsumsi oksigen pascapemulihan 10 hari 35
Lampiran 7. Pertumbuhan bobot mutlak pascapemulihan 10 hari 36
Lampiran 8. Efisiensi pakan pascapemulihan 10 hari 37
Lampiran 9. Dokumentasi penelitian 38

xiii Universitas Sriwijaya


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan tambakan (Helostoma temminckii) merupakan salah satu komoditas
yang diminati baik di dalam maupun luar negeri sehingga memiliki potensi
budidaya yang tinggi. Menurut FAO (2016), jumlah produksi penangkapan ikan
tambakan dari perairan umum mengalami penurunan dari tahun 2013 sebanyak
14.701 ton dan pada tahun 2016 menjadi 10.232 ton, sedangkan produksi ikan
tambakan dari budidaya mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebanyak 5.991
ton dan pada tahun 2016 menjadi 11.000 ton. Produksi ikan tambakan di
Indonesia masih sangat bergantung pada hasil tangkapan dan pada musim tertentu
ikan tambakan tidak dapat ditemui sehingga belum mampu memenuhi permintaan
pasar secara lanjut (Setijaningsih et al., 2020).
Dalam usaha budidaya ikan, benih merupakan hal yang sangat diperlukan
untuk menjaga kesinambungan usaha budidaya ikan. Kualitas benih ikan sangat
dipengaruhi oleh perlakuan terhadap ikan saat dan setelah ditangkap dari alam, di
mana penanganan setelah proses penangkapan dan transportasi ikan yang tidak
tepat dapat menyebabkan ikan menjadi stres (Sampaio dan Freire, 2016; Cogliati
et al., 2019). Ikan merupakan makhluk hidup yang rentan mengalami stres lalu
mati, terutama pada saat ukuran benih (Barbas et al., 2019). Stres pada ikan dipicu
oleh sistem hormonal, metabolisme, osmoregulasi dan hematologi yang terganggu
selama transportasi (Balamurugan et al., 2016; Nasichah et al., 2016).
Pascatransportasi menjadi fase kritis bagi ikan karena tingkat kematian
yang tinggi dan menurunnya respons ikan terhadap pakan selama masa pemulihan
bila penanganan yang dilakukan tidak tepat (Honryo et al., 2017). Pemulihan ikan
setelah ditransportasikan membutuhkan energi yang berasal dari pakan sehingga
dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kondisi fisiologis pada ikan
(Kayali et al., 2011; Vanderzwalmen et al., 2019). Kondisi fisiologis yang ideal
pascatransportasi akan mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, pertumbuhan
serta efisiensi pakan pada proses budidaya dari ukuran benih (Taqwa et al., 2018).

1 Universitas Sriwijaya
2

Faktor penting dalam transportasi ikan hidup yang perlu diperhatikan


meliputi sistem transportasi yang digunakan, densitas benih ikan serta perlakuan
benih sebelum dan setelah ditransportasikan (Sampaio and Freire, 2016). Menurut
penelitian yang telah dilakukan Siraj (1985), kepadatan ikan tambakan saat
transportasi dapat dilakukan hingga 750 ekor L-1 dengan ukuran ikan 2 cm.
Meskipun demikian, penggunaan 1 L air untuk 750 ekor ikan merupakan
kepadatan dengan risiko kematian yang tinggi apabila penanganan yang tidak
tepat pada ikan. Transportasi benih ikan dan pemberian pakan yang sesuai
menjadi awal dari tahapan proses budidaya ikan tambakan dalam wadah yang
terkontrol. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian densitas optimal transportasi
dan pakan yang sesuai untuk benih ikan tambakan agar dihasilkan kelangsungan
hidup yang tinggi, kondisi fisiologis yang optimal dan pertumbuhan yang
maksimal setelah proses transportasi.

1.2. Rumusan Masalah


Ikan tambakan (Helostoma temminckii) merupakan salah satu jenis ikan
rawa yang belum banyak dibudidayakan. Penangkapan yang dilakukan secara
terus menerus mengakibatkan populasi ikan lokal semakin terancam (Herjayanto
et al., 2018). Budidaya ikan tambakan menjadi suatu peluang bagi pembudidaya
ikan karena minat pasar yang tinggi terhadap ikan tambakan untuk dijadikan ikan
konsumsi maupun ikan hias (Setijaningsih et al., 2020). Maka dari itu perlu
dilakukan kegiatan budidaya agar populasi ikan di alam tetap terjaga dan
permintaan pasar tetap terpenuhi.
Transportasi benih ikan tambakan menjadi suatu proses awal yang cukup
kritis dalam budidaya ikan tambakan. Transportasi ikan yang belum
dibudidayakan sebelumnya menjadi tantangan tertentu karena faktor kesulitan
yang tinggi sehingga dibutuhkan teknik transportasi yang baik untuk mendapatkan
kelangsungan hidup yang tinggi (Bar et al., 2015). Transportasi ikan ukuran benih
dengan menggunakan sistem tertutup merupakan sistem transportasi ikan yang
paling sering digunakan karena biaya produksi yang relatif murah dan risiko
mortalitas yang rendah. Penanganan yang kurang tepat terhadap benih pada saat
penangkapan dan transportasi akan mempengaruhi kualitas dari benih ikan

2 Universitas Sriwijaya
3

(Sampaio dan Freire, 2016), sehingga dapat menyebabkan mortalitas tinggi pada
saat ditransportasikan dan pertumbuhan ikan tidak maksimal saat dibudidayakan
dalam wadah terkontrol.
Stres yang dialami ikan selama transportasi perlu dipulihkan dengan
menyesuaikan wadah pemulihan yang sesuai dengan habitatnya dan pemberian
pakan yang tepat. Pemberian pakan yang sesuai pada ikan tambakan
pascatransportasi dapat mengurangi risiko kematian ikan pascatransportasi dan
mengembalikan kondisi fisiologis menjadi optimal. Masih terbatasnya kajian
penelitian yang dilakukan dalam transportasi benih ikan tambakan serta
pemulihan benih ikan tambakan pascatransportasi, maka perlu dilakukan
penelitian transportasi sistem tertutup ikan tambakan dengan densitas yang
optimal dan rezim pakan yang optimal pascatransportasi agar dapat menjadi acuan
standar produksi budidaya ikan tambakan.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui densitas optimal benih ikan
tambakan pada sistem transportasi tertutup selama 24 jam dan jenis pakan yang
sesuai pascatransportasi sehingga dihasilkan kelangsungan hidup tinggi dan
kondisi fisiologis yang menunjang untuk kegiatan budidaya yang lebih baik.

1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mempertahankan kualitas benih
ikan tambakan yang ditransportasikan sehingga kelangsungan hidup tetap tinggi
dan kondisi fisiologis pascatransportasi yang menunjang untuk dibudidayakan
pada tahap berikutnya.

3 Universitas Sriwijaya
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii)


Klasifikasi ikan tambakan menurut Kottelat (2013) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Helostomatidae
Genus : Helostoma
Spesies : Helostoma temminckii
Ikan tambakan atau juga dikenal dengan ikan biawan merupakan ikan
yang tersebar di Asia bagian tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan
sebagian kecil ada di Vietnam, Kamboja dan Filipina (Gambar 2.1).

Sumber: https://www.iucnredlist.org/species/180925/1678711
Gambar 2.1 Peta lokasi sebaran ikan tambakan (H. temminckii)

Ikan tambakan masih satu famili dengan ikan gurami karena memiliki
beberapa kesamaan (Rani et al., 2011). Ikan tambakan memiliki ciri tubuh yang
pipih dan memanjang, bentuk mulut terminal dengan bibir yang cukup tebal. Ikan
tambakan memiliki warna pada daerah punggung kehijau-hijauan atau kelabu dan
warna yang lebih terang pada daerah perut. Ikan tambakan memiliki sistematika

4 Universitas Sriwijaya
5

tubuh dari sirip dorsal XVI–XVIII jari-jari keras dan 13–16 jari-jari lunak, sirip
anal XIII–XV jari-jari keras dan 17–19 jari-jari lunak, sirip caudal 13–16 jari-jari
lunak dan memiliki sisik di garis rusuk sejumlah 44–48 sisik (Muryati et al.,
2013).

2.2. Potensi Ikan Tambakan


Budidaya ikan tambakan masih belum banyak dilakukan sedangkan
permintaan ikan tambakan semakin meningkat baik untuk dikonsumsi maupun
menjadi ikan hias. Minat masyarakat terhadap ikan tambakan sangatlah besar
karena merupakan ikan konsumsi yang sering dicari di pasar pada saat memasuki
musimnya. Permintaan ikan tambakan di pasar semakin meningkat karena
ketertarikan masyarakat terhadap ikan tambakan itu sendiri baik sebagai ikan
konsumsi dan juga merupakan salah satu ikan hias air tawar yang diminati. Nilai
ekonomis yang cukup tinggi pada pasar lokal pada saat tidak musim ikan
tambakan merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan (Akbar, 2014).

2.3. Transportasi Ikan


Transportasi ikan harus dilakukan dengan efisien untuk mengurangi biaya
produksi, sehingga dapat diperoleh keuntungan yang lebih besar. Penggunaan
transportasi sistem tertutup memiliki keunggulan dalam kepraktisan dan biaya
produksi yang relatif murah selain itu juga merupakan standar yang biasa
digunakan dalam transportasi ikan (Becker et al., 2012; Mazandarani et al., 2017).
Transportasi menyebabkan stres pada ikan yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, kualitas air, kepadatan, gejolak air selama transportasi dan faktor
lainnya (Manuel et al., 2014), sehingga terganggunya fungsi sistem imun serta
kondisi fisiologis dan menyebabkan penyakit hingga kematian pada ikan yang
ditransportasikan (Tacchi et al., 2015).
Penentuan kepadatan transportasi ikan yang tepat disesuaikan dengan lama
waktu transportasi, spesifikasi wadah, ukuran ikan, jenis dan karakteristik ikan
(Kamalam et al., 2017). Kepadatan yang terlalu tinggi akan berdampak pada
penurunan kualitas air secara drastis dan tingkat mortalitas tinggi, sedangkan
kepadatan yang terlalu rendah menyebabkan biaya transportasi yang besar
sehingga tidak efisien bagi usaha budidaya ikan. Menurut Siraj (1985), padat tebar

5 Universitas Sriwijaya
6

ikan tambakan yang dapat digunakan 750 ekor L-1 dengan ukuran ikan 2 cm.
Dalam survei yang dilakukan Hapsari (2014), kepadatan yang umum digunakan
petani ikan untuk transportasi benih ikan gurami sebesar 40 ekor L -1 dengan
ukuran 3-5 cm selama 20 jam.
Penanganan ikan saat penangkapan dan sebelum ditransportasikan harus
dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar. Prosedur penanganan dilakukan
dengan hati-hati dan mampu mengurangi stres yang dialami ikan pada saat
penangkapan ikan. Penanganan ikan yang tepat sebelum proses transportasi
berdampak pada pertumbuhan, kelangsungan hidup, kondisi fisiologis ikan
pascatransportasi (Treasurer et al., 2012). Transportasi ikan harus dilakukan
dengan seefisien mungkin dan mampu mengurangi biaya produksi, sehingga
mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar (Mazandarani et al., 2017).

2.4. Kualitas Air Media Transportasi Benih Ikan


Selama proses transportasi kualitas air menjadi faktor penting keberhasilan
transportasi. Benih ikan masih sangat rentan mengalami stres dan mati karena
perubahan kualitas air yang drastis (Barbas et al., 2019). Kualitas air dan suhu air
merupakan penyebab utama kematian ikan selama transportasi, suhu air yang
tinggi akan mempercepat metabolisme dan mengeluarkan sisa metabolisme dan
air mengalami penurunan kualitas (Bittencourt et al., 2018). Pengendalian kualitas
air merupakan hal yang kritis dalam keberhasilan transportasi ikan. Kualitas air
selama transportasi berdampak pada pertumbuhan, kelangsungan hidup dan
efisiensi pakan pascatransportasi (Treasurer et al., 2012).
Perubahan kualitas air akibat konsumsi oksigen dan sisa hasil metabolisme
ikan akan memperburuk kualitas air yang akan menyebabkan ikan stres lalu mati.
Feses dan urine yang dikeluarkan oleh ikan menjadi amonia dan konsentrasi
semakin meningkat dengan bertambahnya kepadatan ikan saat transportasi.
Peningkatan kadar amonia dan CO2 dalam air akan menyebabkan ikan melakukan
penyesuaian tubuh sehingga kadar glukosa darah ikan naik karena banyaknya
energi yang digunakan. Kadar pH air selama transportasi terjadi fluktuasi yang
disebabkan oleh kadar CO2 dan amonia yang naik (Nirmala et al., 2013).

6 Universitas Sriwijaya
7

2.5. Kondisi Fisiologis Ikan


Kondisi fisiologis ikan merupakan respons ikan terhadap suatu kondisi.
Terganggunya kondisi fisiologis ikan dipengaruhi oleh hormon dan metabolisme
yang mengakibatkan stres pada ikan. Menurut Omeji et al. (2017), respons stres
pada ikan pada umumnya disebabkan oleh prosedur dan perlakuan yang tidak
tepat saat dan pascapenangkapan, penyakit, genetik dan perubahan kualitas air.
Stres pada ikan menyebabkan kebutuhan energi menjadi lebih tinggi sehingga
terjadi peningkatan kadar glukokortikoid yang mengakibatkan kadar glukosa
darah ikan meningkat (Nasichah et al., 2016). Respons fisiologis ikan terbagi atas
dua kelompok yaitu primer dan sekunder. Respons fisiologis primer dipengaruhi
oleh perubahan sistem endokrin dalam aliran darah yang disebabkan oleh
pelepasan katekolamin dan kortikosteroid yang beredar. Sedangkan respons
fisiologis sekunder berkaitan dengan proses metabolisme, osmoregulasi, respirasi,
fungsi kardiovaskular dan imun tubuh (Suwandi et al., 2020).
Kondisi fisiologis yang buruk akan meningkatkan tingkat mortalitas pada
ikan dan juga menghambat pertumbuhan ikan pascatransportasi. Ikan yang
mengalami gangguan kondisi fisiologis dapat dilihat dari perubahan respons
fisiologis ikan melalui sistem respirasi serta kemampuan daya cerna yang
terganggu. Penurunan kualitas air dari penumpukan kadar CO 2 dan amonia serta
penurunan kadar O2 terlarut di air dari metabolisme ikan selama proses
transportasi dapat mengganggu kondisi fisiologis ikan (Hapsari, 2014). Kondisi
fisiologis ikan yang terganggu dapat dilihat dari gerak ikan yang tidak aktif serta
respons ikan saat diberikan pakan yang tidak dimakan. Metode yang tidak tepat
saat transportasi akan memperburuk kondisi fisiologis ikan dan sulit untuk
mengembalikan kondisi fisiologis ikan menjadi normal. Kondisi fisiologi dapat
dikembalikan ke kondisi normalnya dengan dilakukan pemulihan kondisi
fisiologis (Braun dan Nuñer, 2014). Stres selama transportasi menyebabkan kadar
glukosa darah ikan pascatransportasi mengalami peningkatan selama 48 jam dan
mulai stabil setelahnya (Honryo et al., 2017).
2.6. Pemulihan Ikan
Proses transportasi akan membuat ikan menjadi stres dan mengakibatkan
penurunan kondisi fisiologis yang dapat menyebabkan ikan mati saat dan setelah

7 Universitas Sriwijaya
8

ditransportasikan (Balamurugan et al., 2016). Kematian pada ikan tidak hanya


terjadi pada saat transportasi tetapi juga terjadi pada pascatransportasi yang
menjadi fase kritis ikan karena penurunan kondisi fisiologis selama proses
transportasi. Pemulihan kondisi ikan pascatransportasi yang berada pada kondisi
kritis dilakukan agar ikan dapat pulih dan kembali ke kondisi optimalnya. Proses
transportasi dapat dikatakan berhasil apabila ikan mampu tumbuh dengan baik
dan memiliki kelangsungan hidup yang tinggi dengan penanganan ikan
pascatransportasi yang dilakukan secara tepat (Treasurer et al., 2012).
Ikan yang telah ditransportasikan perlu dilakukan pemulihan karena stres
yang dialami selama proses transportasi. Stres pada ikan disebabkan perubahan
hormon serta terganggunya kondisi fisiologis ikan (Bar et al., 2015). Pemulihan
ikan pascatransportasi dilakukan dengan mengembalikan kondisi tubuh ikan
seperti semula dengan mengontrol kualitas air agar tetap optimal dan pemberian
pakan yang sesuai bagi ikan di dalam wadah yang terkontrol (Cogliati et al.,
2019). Menurut Refaey et al. (2017), pemulihan ikan secara total kembali normal
atau saat awal sebelum transportasi membutuhkan waktu selama 168 jam
pascatransportasi.
Hasil penelitian dari Honryo et al. (2018), menunjukkan bahwa waktu
yang dibutuhkan benih ikan untuk pulih dari proses transportasi yaitu selama 72
jam, sehingga menimbulkan respons stres yang menghambat konsumsi pakan dan
kematian massal. Stres pada transportasi mangakibatkan peningkatan kadar
kortisol dan berkurang pada saat pemulihan dengan menggunakan pakan dengan
kadar vitamin C yang tinggi, karena peran askrobat dalam metabolisme hormon
kortikostreroid (Peng et al., 2013). Keberhasilan proses pemulihan dilihat dari
kelangsungan hidup ikan yang tinggi setelah dilakukan pemulihan
pascatransportasi dan juga pertumbuhan ikan yang bertambah setelah dilakukan
pemberian pakan.

8 Universitas Sriwijaya
9

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan dan
Laboratorium Dasar Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2021.

3.2. Bahan dan Metode


3.2.1. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan secara
berturut-turut pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian


Bahan Spesifikasi
Ikan tambakan (H. temminckii) Ukuran panjang 4,0 ± 0,5 cm; bobot 1,0 ± 0,5 g
Plastik PE (Polyethylene) Ukuran 25 cm x 45 cm
Pakan alami Tubifex sp., dan Chironomus sp.
Pakan komersial (PF-500) Kadar protein 39%
Kalium permanganat Desinfektan
Es balok -
Akuades -

Tabel 3.2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian


Alat Spesifikasi
Kolam penampungan Ukuran diameter 2 m
Bak plastik Ukuran 50 cm x 34 cm x 30 cm
Styrofoam Ukuran 75 cm x 45 cm x 40 cm
Coolbox Ukuran 44,5 cm x 26 cm x 35 cm
Botol PP (Polupropylene) Volume 100 mL
Gelas beker Volume 1 L
DO meter Ketelitian 0,1 mg L-1
pH meter Ketelitian 0,1 unit pH
Termometer Ketelitian 0,1 °C
Timbangan digital Ketelitian 0,01 g
Penggaris Ketelitian 0,1 cm
Gluco Kit Test Ketelitian 1 mg dL-1
Stopwatch Ketelitian 0,01 detik
Aerator -

9 Universitas Sriwijaya
10

3.2.2. Metode
3.2.2.1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu transportasi benih ikan
tambakan selama 24 jam dengan perbedaan kepadatan benih ikan dan dilanjutkan
proses pemulihan dengan pakan berbeda. Rancangan percobaan yang digunakan
yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada penelitian tahap I, transportasi
sistem tertutup benih ikan tambakan selama 24 jam dengan perbedaan kepadatan
benih ikan, menggunakan 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan:
K1 : Kepadatan benih ikan tambakan 100 ekor L-1
K2 : Kepadatan benih ikan tambakan 120 ekor L-1
K3 : Kepadatan benih ikan tambakan 140 ekor L-1
K4 : Kepadatan benih ikan tambakan 160 ekor L-1
K5 : Kepadatan benih ikan tambakan 180 ekor L-1
K6 : Kepadatan benih ikan tambakan 200 ekor L-1

Pada penelitian tahap II, pemulihan benih ikan tambakan pascatransportasi


selama 10 hari dengan pemberian pakan yang berbeda, menggunakan 3 perlakuan
dengan 3 kali ulangan:
P1 : Tubifex sp. secara ad libitum
P2 : Chironomus sp. secara ad libitum
P3 : Pakan komersial secara at satiation

3.2.2.2. Aklimatisasi Ikan


Ikan tambakan yang didapatkan dari daerah rawa di Desa Tanjung Baru,
Indralaya Utara, Ogan Ilir dimasukkan ke dalam kolam penampungan sementara.
Sebelum benih ikan ditransportasikan dilakukan proses aklimatisasi. Proses
aklimatisasi perlu dilakukan agar ikan dapat bertahan hidup lebih lama pada saat
ditransportasikan. Penyortiran untuk penyeragaman ukuran benih ikan setelah
penangkapan dari alam dilakukan di kolam penampungan. Pemuasaan ikan
tambakan dilakukan selama 24 jam untuk mengurangi risiko kematian pada ikan
yang ditransportasi.

10 Universitas Sriwijaya
11

3.2.2.3. Transportasi Ikan


Transportasi benih ikan tambakan (H. temminckii) sistem tertutup
dilakukan dengan perlakuan perbedaan kepadatan benih ikan tambakan yaitu 100
ekor L-1, 120 ekor L-1, 140 ekor L-1, 160 ekor L-1, 180 ekor L-1 dan 200 ekor L-1.
Sebelum dilakukan transportasi suhu air kolam penampungan benih ikan
tambakan diturunkan secara bertahap hingga suhu 24ºC (Taqwa et al., 2018).
Penurunan suhu dengan cara penggunaan es batu yang dimasukkan ke dalam
wadah pemeliharaan sebanyak 10 gr L-1 es batu dalam kolam pemeliharaan untuk
menurunkan 1ºC setiap 1 jam. Plastik PE (Polyethylene) berukuran 25 x 45 cm
diisi air sebanyak 1 liter setelah itu dimasukkan ikan sesuai dengan perlakuan
kepadatan. Penambahan oksigen dengan perbandingan volume air dan ruang
oksigen 1:3. Selanjutnya kantong plastik ditutup menggunakan karet dan
dimasukkan ke dalam styrofoam secara acak, dalam satu styrofoam mampu
menampung sebanyak 10 plastik yang telah berisi ikan dan oksigen. Setelah itu
dilakukan simulasi perjalanan selama 24 jam melalui jalur darat.

3.2.2.4. Pemulihan Ikan Pascatransportasi


Pada tahap pemulihan benih ikan tambakan diberi perlakuan pakan yang
berbeda setelah dilakukan transportasi selama 24 jam. Wadah pemulihan ikan
tambakan dilengkapi aerasi dan dilakukan penyifonan pakan yang tidak
terkonsumsi dan sisa dari hasil metabolisme serta pergantian air sebanyak 30%.
Tahapan tersebut dilakukan agar ikan dapat pulih dari stres dan dapat memiliki
pertumbuhan yang baik pascatransportasi. Pemulihan benih ikan tambakan
dilakukan selama 10 hari dengan pemberian pakan yang berbeda pada densitas
transportasi ikan tambakan yang memiliki respons fisiologis dan kelangsungan
hidup yang terbaik. Padat tebar benih ikan tambakan yang diterapkan selama
proses pemulihan yaitu 2 ekor L-1 (Setijaningsih et al., 2020). Pemulihan ikan
tambakan pascatransportasi dilakukan selama 10 hari dengan 3 perlakuan
pemberian pakan berbeda yaitu Tubifex sp. secara ad libitum, Chironomus sp.
secara ad libitum dan pakan komersial secara at satiation dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali sehari.

11 Universitas Sriwijaya
12

3.2.2.6. Peubah yang Diamati


3.2.2.6.1. Kelangsungan Hidup Ikan (Survival Rate)
Kelangsungan hidup ikan sesaat setelah transportasi dan akhir masa
pemulihan dihitung menurut rumus Lukas et al. (2019), dengan menghitung
jumlah ikan yang mati pascatransportasi dan selama masa pemulihan.

Nt
SR = x 100
No

Keterangan : SR = Kelangsungan hidup ikan (%)


Nt = Jumlah ikan pada waktu t- (ekor)
No = Jumlah ikan di awal pengamatan (ekor)

3.2.2.6.2. Kadar Glukosa Darah Ikan


Pengukuran kadar glukosa darah ikan dilakukan pada awal dan sesaat
setelah transportasi serta akhir masa pemulihan. Pemuasaan dilakukan sebelum
pengukuran kadar glukosa darah ikan agar ikan dalam kondisi basal. Kadar
glukosa darah diukur menggunakan alat Gluco Kit Test dengan membutuhkan
1 μL darah sampel pada strip tes mengacu metode yang dilakukan Eames et al.
(2010). Pengambilan darah untuk pengukuran kadar glukosa darah ikan melalui
bagian ekor menggunakan teknik Severing Caudal Peduncle (Putri et al., 2014).

3.2.2.6.3. Tingkat Konsumsi Oksigen


Tingkat konsumsi oksigen bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen
yang dibutuhkan ikan dan besarnya oksigen yang dikonsumsi oleh ikan selama
periode waktu tertentu pada keadaan basal. Pemanfaatan oksigen terlarut oleh ikan
ditentukan dari perbandingan penurunan oksigen terlarut di air yang digunakan
oleh biomassa hewan uji selama periode waktu tertentu. Pengukuran tingkat
konsumsi oksigen pada ikan sampel dilakukan sebelum, sesat setelah transportasi
dan di akhir masa pemulihan. Pengambilan data tingkat konsumsi oksigen dengan
menggunakan 1 L air yang telah diaerasi dengan 10 ekor ikan sampel selama
1 jam (Pérez-Robles et al., 2012).

12 Universitas Sriwijaya
13

V x (DO¿−DO tt)
TKO =
W xt

Keterangan : TKO = Tingkat konsumsi oksigen (mg O2 g-1 jam-1)


V = Volume air dalam wadah (L)
DOto = Konsentrasi oksigen terlarut pada awal (mg L-1)
DOtt = Konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t- (mg L-1)
W = Biomassa hewan uji (g)
t = Periode waktu pengamatan (jam)

3.2.2.6.4. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan


Pertumbuhan bobot mutlak ikan dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
W = Wt – Wo

Keterangan : W = Pertumbuhan bobot mutlak ikan (g)


Wo = Bobot ikan awal (g)
Wt = Bobot ikan akhir (g)

3.2.2.6.5. Efisiensi Pakan Ikan


Efisiensi pakan ikan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Wt + D) – Wo
EP = x 100 %
F

Keterangan : EP = Efisiensi pakan ikan (%)


F = Jumlah konsumsi pakan (g)
Wt = Biomassa ikan akhir (g)
Wo = Biomassa ikan awal (g)
D = Bobot ikan mati (g)

3.2.2.6.6. Kualitas Air


Pengukuran kualitas air dilakukan sebelum dan sesaat setelah transportasi
serta saat awal dan akhir pemulihan ikan. Parameter kualitas air yang diamati dari
suhu, DO (dissolved oxygen), pH dan amonia. Pada saat sebelum dan sesudah

13 Universitas Sriwijaya
14

transportasi serta masa pemulihan ikan dilakukan pengukuran suhu, pH, DO dan
amonia. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap hari masa pemulihan,
sedangkan DO dan amonia hanya dilakukan pada awal dan akhir pemulihan.

3.3. Analisis Data


Data kelangsungan hidup, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen,
pertumbuhan bobot mutlak dan efisiensi pakan diuji dengan menggunakan
analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila hasil pengujian berbeda
nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) dengan
bantuan perangkat lunak SPSS Ver.25. Data kualitas air dilakukan analisis secara
deskriptif.

14 Universitas Sriwijaya
15

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Fisiologis Ikan Pratransportasi dan Pascatransportasi


Kondisi fisiologis ikan sesaat pascatransportasi selama 24 jam dengan
kepadatan yang berbeda disajikan pada Tabel 4.1. Kelangsungan hidup ikan
tambakan sesaat pascatransportasi selama 24 jam disajikan pada Gambar 4.1.
Hasil pengukuran kondisi fisiologis sebelum proses transportasi menunjukkan
kadar glukosa darah sebesar 39,00 ± 1,00 mg dL-1 dan tingkat konsumsi oksigen
sebesar 0,032 ± 0,007 mg O2 g-1 jam-1.

100 97.33
94.44
Kelangsungan hidup (%)

95 92.38

90
89.17

85 82.59
80 77.33
75

70
100 120 140 160 180 200

Kepadatan ikan (ekor L-1)


Gambar 4.1. Kelangsungan hidup ikan tambakan (H. temminckii) sesaat pasca-
transportasi. Nilai dengan huruf superscript berbeda menunjukkan
hasil yang berbeda nyata pada uji BNT taraf 5% (6,19).

Tabel 4.1. Kondisi fisiologis benih ikan tambakan sesaat pascatransportasi


BNT
Kepadatan (ekor L-1)
Parameter 0,05
100 120 140 160 180 200
Kadar glukosa 39,00 ± 39,33 ± 39,67 ± 42,67 ± 47,67 ± 53,00 ±
10,80
darah (mg dL-1) 3,61a 1,53a 2,52a 2,31ab 6,66ab 5,00b
Tingkat konsumsi
0,084 ± 0,088 ± 0,088 ± 0,090 ± 0,091 ± 0,094 ±
oksigen (mg O2 g-1 tn
0,007 0,008 0,011 0,008 0,002 0,008
jam-1)
* Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan hasil yang
berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%.

Berdasarkan hasil analisis ragam dan dilanjutkan uji beda nyata terkecil
(BNT) dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan pada kelangsungan hidup
dan kadar glukosa darah terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan,
sedangkan pada tingkat konsumsi oksigen berpengaruh tidak nyata pada setiap

15 Universitas Sriwijaya
16

perlakuannya. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan tambakan pascatransportasi


pada perlakuan K1 dengan kepadatan 100 ekor L-1 sebesar 97,33% berbeda nyata
lebih tinggi dengan kelangsungan hidup pada perlakuan K4, K5 dan K6 namun
berbeda tidak nyata kelangsungan hidup pada K2 dan K3. Kepadatan ikan
tambakan yang semakin tinggi selama transportasi 24 jam menunjukkan hasil
kelangsungan hidup yang semakin rendah. Pada perlakuan dengan kepadatan yang
semakin tinggi menyebabkan mortalitas yang tinggi dalam proses transportasi
disebabkan oleh berbagai faktor seperti kepadatan, kualitas air, keterbatasan ruang
gerak ikan, guncangan air dan juga faktor penanganan sebelum transportasi
sehingga dapat meningkatkan stres yang mengganggu kondisi fisiologis dan
menyebabkan kematian selama transportasi (Treasurer et al., 2012; Manuel et al.,
2014; Tacchi et al., 2015; Hong et al., 2019). Semakin tinggi kepadatan ikan
mampu mengurangi biaya transportasi, namun berdampak pada mortalitas dan
tingkat stres yang tinggi (Sampaio and Freire, 2016). Kepadatan ikan yang tinggi
saat transportasi menyebabkan menurunnya kadar oksigen dan meningkatnya sisa-
sisa dari proses metabolisme yang menurunkan kualitas air (Manuel et al., 2014;
Hong et al., 2019). Oleh karena itu, semakin tinggi kepadatan ikan dalam suatu
wadah transportasi akan mengakibatkan tingkat stres yang tinggi dan
kelangsungan hidup yang rendah.
Kondisi fisiologis ikan tambakan berupa kadar glukosa darah dan tingkat
konsumsi oksigen mengalami peningkatan sesaat pascatransportasi selama 24 jam.
Kadar glukosa darah ikan menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan. Kadar
glukosa darah pada K1 (39 mg dL-1) hanya berbeda nyata lebih rendah dengan K5
(53 mg dL-1) dan berbeda tidak nyata dengan kadar glukosa darah pada perlakuan
lainnya. Respons stres sekunder dapat dilihat melalui pengukuran kadar glukosa
darah. Kadar glukosa yang optimal bagi ikan berkisar antara 40-90 mg dL-1
(Patriche, 2009). Pada ikan uji yang dilakukan pengukuran terlihat bahwa kadar
glukosa masih dalam kisaran yang optimal. Kadar glukosa darah dapat meningkat
yang disebabkan oleh respons stres ikan terhadap lingkungannya yang memicu
proses biomolekular dan biokimia (Malini et al., 2018) hingga mengakibatkan
hiperglikemia (Hong et al., 2019).

16 Universitas Sriwijaya
17

Transportasi menyebabkan kadar glukosa darah ikan meningkat karena


stres yang dialami (Patriche, 2009; Honryo et al., 2017). Semakin tinggi
kepadatan ikan yang digunakan selama transportasi berdampak pada stres yang
semakin tinggi, sehingga kadar glukosa darah lebih tinggi pada kepadatan yang
lebih tinggi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah ikan yaitu
lama waktu pemuasaan dan umur ikan (Martinez et al., 2009) .
Tingkat konsumsi oksigen ikan pascatransportasi mengalami kenaikan
pada tiap perlakuan namun tidak cukup signifikan. Konsumsi oksigen pada
seluruh perlakuan berkisar antara 0,084 hingga 0,094 mg O2 g -1 jam-1. Tingkat
konsumsi oksigen yang rendah menunjukkan bahwa penggunaan energi yang juga
rendah oleh ikan (Lukas et al., 2017). Tingkat konsumsi oksigen dapat
menggambarkan jumlah energi yang digunakan untuk mempertahankan fungsi
normal terkait dengan tingginya tingkat stres seiring peningkatan kepadatan
selama proses transportasi (Taqwa et al., 2018). Kesesuaian ikan terhadap
lingkungan dapat dilihat melalui tingkat konsumsi oksigennya yang rendah
(Pérez-Robles et al., 2012).
Kualitas fisika dan kimia air diukur sebelum dan setelah ditransportasikan
selama 24 jam. Terdapat kecenderungan bahwa kepadatan ikan yang semakin
tinggi saat transportasi mempengaruhi penurunan kadar oksigen terlarut dan
peningkatan kadar amonia air di kantong plastik sesaat pascatransportasi. Kondisi
demikian berkaitan dengan produk metabolisme yang semakin tinggi di kantong
plastik seiring dengan peningkatan kepadatan ikan yang diterapkan (Setijaningsih
et al., 2020). Selama transportasi ikan nilai kualitas air akan semakin menurun,
sehingga dapat menjadi pemicu stres dan laju kelangsungan hidup ikan yang
rendah (Hong et al., 2019). Jumlah oksigen yang terbatas dan penumpukan
amonia menjadi masalah yang terjadi selama transportasi sistem tertutup
(Zeppenfeld et al., 2014). Menurut Arifin et al. (2017), ikan tambakan dapat
bertahan hidup pada kualitas air yang berada pada kisaran suhu 25-30°C, pH 5-9,
oksigen terlarut lebih besar dari 3 mg L-1, dan kadar amonia kurang dari 1 mg L -1.
Nilai kualitas air yang digunakan sebelum proses transportasi yaitu suhu 23,8-
24,0°C, pH 6,9-7,2, oksigen terlarut 6,1-7,7 mg L-1 dan NH3 0,032-0,067 mg L-1.

17 Universitas Sriwijaya
18

Hasil pengukuran suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia yang diukur pada
kantong plastik pascatransportasi selama 24 jam disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kualitas fisika dan kimia air sesaat pascatransportasi


Kepadatan (ekor L-1)
Parameter
100 120 140 160 180 200
Suhu (°C) 27,7-28,8 28,7-28,8 28,8-28,9 28,8-28,9 28,8-28,9 28,9-29,0
pH 6,1-6,4 6,0-6,3 6,0-6,2 6,0-6,1 5,9-6,1 5,8-6,0
Oksigen terlarut (mg L-1) 6,3-6,4 6,1-6,4 6,0-6,4 5,9-6,3 6,0-6,2 5,9-6,1
NH3 (mg L-1) 0,114- 0,124- 0,108- 0,136- 0,156- 0,143-
0,135 0,146 0,151 0,186 0,179 0,188

4.2. Kondisi Fisiologis Ikan Pascapemulihan


Kelangsungan hidup, kadar glukosa darah dan tingkat konsumsi oksigen
ikan tambakan (H. temminckii) pascapemulihan dengan pakan yang berbeda
disajikan pada Tabel 4.3. Nilai efisiensi pakan ikan tambakan di akhir pemulihan
disajikan pada Gambar 4.2, sedangkan pertumbuhan bobot mutlak ikan tambakan
pascapemulihan disajikan pada Gambar 4.3.

Tabel 4.3. Kelangsungan hidup, kadar glukosa darah dan tingkat konsumsi
oksigen ikan tambakan (H. temminckii) pascapemulihan dengan
pakan yang berbeda
Perlakuan
BNT
Parameter Chironomus
Tubifex sp. Pakan Komersial 0,05
sp.
Kelangsungan hidup (%) 70,00 ± 2,50a 74,17 ± 2,88a 63,33 ± 1,44b 4,71
Kadar glukosa darah
43,67 ± 1,76 44,33 ± 2,02 49 ± 1,01 tn
(mg dL-1)
Tingkat konsumsi
0,034 ± 0,006 0,041 ± 0,011 0,050 ± 0,005 tn
oksigen (mg O2 g-1 jam-1)
* Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang
berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%.

65

60 57.49
Efisiensi pakan (%)

55 53.18
49.64
50

45

40

35
Tubifex sp. Chironomus sp. Pakan Komersil

Perlakuan (pemberian pakan)


Gambar 4.2. Efisiensi pakan ikan tambakan (H. temminckii) pascapemulihan.

18 Universitas Sriwijaya
19

0.24

Pertumbuhan bobot mutlak (g)


0.22

0.2 0.19
0.18
0.18

0.16
0.14
0.14

0.12

0.1
Tubifex sp. Chironomus sp. Pakan Komersil

Perlakuan (pemberian pakan)


Gambar 4.3. Pertumbuhan bobot mutlak ikan tambakan (H. temminckii) pasca-
pemulihan. Nilai dengan huruf superscript berbeda menunjukkan
hasil yang berbeda nyata pada uji BNT taraf 5% (0,04).

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan bobot mutlak pascapemulihan


selama 10 hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata tiap perlakuannya,
sedangkan untuk kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen dan efisiensi
pakan berbeda tidak nyata pada tiap perlakuannya. Berdasarkan Tabel 4.3
kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan dengan pakan Chironomus sp. yaitu
sebesar 74,17% dan terendah pada perlakuan dengan pakan komersial sebesar
63,33%. Rendahnya kelangsungan hidup benih ikan tambakan pascapemulihan
pada perlakuan pakan komersial menunjukkan jenis pakan tersebut belum dapat
menunjang kehidupan secara maksimal (Herrera et al., 2019). Kelangsungan
hidup selama periode pemulihan cenderung lebih rendah dibandingkan
pascatransportasi (Kilgore et al., 2009). Dampak respons stres ikan setelah proses
transportasi yang belum pulih mengakibatkan mortalitas yang lebih tinggi pada
saat pemulihan dibandingkan kondisi sesaat pascatransportasi (Honryo et al.,
2017). Ukuran benih merupakan ukuran yang lebih rentan mengalami stres dan
mati (Gabriel and Akinrotimi, 2011). Pakan yang sesuai dapat mengurangi tingkat
mortalitas pada ikan selama pemulihan pascatransportasi. Kadar glukosa darah
dan tingkat konsumsi oksigen ikan pascapemulihan 10 hari berada pada kisaran
yang masih menunjang kelangsungan hidup ikan secara normal (Lukas et al.,
2019; Malini et al., 2020). Pemberian pakan yang berbeda pascatransportasi dapat
digunakan sebagai alternatif pakan untuk proses pemulihan karena masih dalam
kisaran glukosa darah dan tingkat konsumsi oksigen yang optimal untuk
digunakan dalam kegiatan budidaya ikan.

19 Universitas Sriwijaya
20

Pemberian pakan yang berbeda tidak menyebabkan pengaruh yang nyata


terhadap nilai efisiensi pakan pascapemulihan, sedangkan pada pertumbuhan
bobot mutlak ikan terdapat perbedaan yang nyata lebih tinggi antara perlakuan
Chironomus sp. dan pakan komersial, namun berbeda tidak nyata dengan
perlakuan Tubifex sp. Pertumbuhan bobot mutlak ikan tambakan pascapemulihan
selama 10 hari berkisar antara 0,19 g hingga 0,14 g. Proses transportasi yang
berhasil dapat dilihat dari pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi dan
juga ditunjang dengan penanganan ikan pascatransportasi secara tepat (Treasurer
et al., 2012). Pakan Chironomus sp. menghasilkan kelangsungan hidup, efisiensi
pakan dan pertumbuhan bobot mutlak ikan tambakan tertinggi dibandingkan
dengan menggunakan pakan Tubifex sp. dan pakan komersial. Kandungan nutrisi
dari Chironomus sp. yaitu protein sebesar 60,15% dan lemak sebesar 6,50%
sehingga mampu memberikan pertumbuhan yang optimal bagi ikan (Fard et al.,
2014; Ghazwan, 2015; Sulistiyarto and Susila, 2020). Kandungan protein pada
Chironomus sp. (58.0%) lebih tinggi dibandingkan Tubifex sp. (47.0%)
(Evangelista et al., 2005). Hasil penelitian dari Meilisza et al. (2011), ikan yang
diberi pakan alami Chironomus sp. dan Tubifex sp. memberikan hasil
pertumbuhan bobot mutlak yang berpengaruh tidak nyata.
Menurut Boerrigter et al., (2013), ikan memerlukan energi tambahan pada
tahap pemulihan. Pakan yang sesuai mampu mengurangi dampak negatif dari
respons stres dan menambah sistem imun pada ikan melalui nutrisi yang
terkandung dalam pakan (Herrera et al., 2019; Vanderzwalmen et al., 2019). Stres
yang dialami ikan selama transportasi menyebabkan kebutuhan energi dalam
jumlah besar sehingga ikan mampu mempertahankan keseimbangan di dalam
tubuhnya (Schreck, 2010). Oleh karena itu, penyesuaian pakan alami yang tepat
dapat menunjang kebutuhan energi ikan pascatransportasi, sehingga mampu
memaksimalkan performa pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan selama
proses pemulihan serta tahap budidaya.
Kualitas air merupakan faktor penunjang kelangsungan hidup ikan selama
proses transportasi dan pemulihannya (Mazandarani et al., 2017). Menurut Boyd
(2015), oksigen terlarut yang baik dalam kolam budidaya yaitu lebih dari
5 mg L-1. Nilai fisika kimia air selama masa pemulihan 10 hari berada pada

20 Universitas Sriwijaya
21

kondisi yang dapat menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan


tambakan. Data hasil pengukuran nilai kualitas fisika dan kimia air selama masa
pemulihan disajikan di Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kualitas fisika dan kimia air selama masa pemulihan
Perlakuan
Parameter
Tubifex sp. Chironomus sp. Pakan komersial
Suhu (0C) 27,5-30,2 27,5-30,3 27,6-30,2
pH 6,5-7,2 6,7-7,1 6,7-7,2
Oksigen terlarut (mg L-1) 5,8-6,8 5,9-6,8 5,9-6,8
NH3 (mg L-1) 0,067-0,121 0,044-0,115 0,062-0,127

21 Universitas Sriwijaya
22

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Transportasi ikan tambakan (H. temminckii) selama 24 jam menunjukkan
bahwa kepadatan hingga 140 ekor L-1 merupakan batas tertinggi yang masih
menunjang kelangsungan hidup hingga 92,38% dan kondisi fisiologis di saat
pembongkaran kemasan transportasi. Pemberian pakan Chironomus sp. secara ad
libitum merupakan jenis pakan terbaik terbaik yang menghasilkan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan tertinggi di akhir masa pemulihan ikan tambakan selama
10 hari. Hasil pengukuran kualitas air dari sebelum dan setelah transportasi serta
pemulihan menunjukkan bahwa kualitas air masih dalam batas toleransi bagi ikan
tambakan.

5.2. Saran
Kepadatan ikan tambakan sebesar 140 ekor L-1 selama 24 jam tranportasi
dan pemulihan menggunakan pakan alami Chironomus sp. selama 10 hari dapat
digunakan dalam proses budidaya ikan tambakan yang berasal dari hasil
tangkapan perairan rawa.

22 Universitas Sriwijaya
23

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, J., 2014. Potensi dan Tantangan Budidaya Ikan Rawa (Ikan Hitaman dan
Ikan Putihan) di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Unlam Press.

Arifin, O.Z., Wahyulia, C., Jojo, S. dan Anang, H.K., 2017. Ketahanan ikan
tambakan (Helostoma temminckii) terhadap beberapa parameter kualitas
air dalam lingkungan budidaya. Jurnal Riset Akuakultur, 12(3), 241-251.

Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sumatera


Selatan 2013-2017. Palembang: Badan Pusat Statistik.

Balamurugan, J., Kumar, T.T.A., Prakash, S., Meenakumari, B., Balasundaram,


C. and Harikrishnan R., 2016. Clove extract: A potential source for stress
free transport of fish. Aquaculture, 454, 171–175.

Bar, I., Dutney, L., Peter Lee, P., Yazawa, R., Yoshizaki, G., Takeuchi, Y.,
Cummins, S. and Elizur, A., 2015. Small-scale capture, transport and tank
adaptation of live, medium-sized Scombrids using “tuna tubes”. Springer
Plus, 4(604).

Barbas, L.A.L., Araújo, E.R.L.d., Torres, M.F., Maltez, L.C., Garcia, L.d.O.,
Heinzmann, B.M. and Sampaio, L.A., 2019. Stress relieving potential of
two plant-based sedatives in the transport of juvenile tambaqui Colossoma
macropomum. Aquaculture, 734681.

Becker, A.G., Cunha, M.A.D., Garcia, L.d.D.O., Zeppenfeld, C.C., Parodi, T.V.,
Maldaner, G., Morel, A.F. and Baldisserotto, B., 2013. Efficacy of eugenol
and the methanolic extract of Condalia buxifolia during the transport of
the silver catfish Rhamdia quelen. Neotropical Ichthyol, 11, 675–681.

Bittencourt, F., Damasceno, D.Z., Lui, T.A., Signor, A., Sanches, E.A. and Neu,
D.H., 2018. Water quality and survival rate of Rhamdia quelen fry
subjected to simulated transportation at different stock densities and
temperatures. Acta Scientiarum. Animal Sciences, 40, 1–8.

Boerrigter, J.G., Manuel, R., Bos, R., Roques, J.A., Spanings, T., Flik, G. and
Vis, H.W., 2013. Recovery from transportation by road of farmed
European eel (Anguilla anguilla). Aquacult Res., 46(5), 1248-1260.

Braun, N. and Nuñer, A.P.d.O., 2014. Stress in Pimelodus maculatus


(Siluriformes: Pimelodidae) at different densities and times in a simulated
transport. Zoologia, 31(1), 101–104.

Cogliati, K.M., Herron, C.L., Noakes, D.L.G. and Schreck, C.B., 2019. Reduced
stress response in juvenile Chinook Salmon reared with structure.
Aquaculture, 504, 96–101.

23 Universitas Sriwijaya
24

Eames, C.S., Philipson, L.H., Prince, V.E. and Kinkel, M.D., 2010. Blood sugar
measurement in zebrafish reveals dynamics of glucose homeostasis.
Zebrafish, 7(2), 205-213.

Emmanuel, B.E., Fayinka, D.O. and Aladetohun, N.F., 2013. Transportation and
the effects of stocking density on the survival and growth of Nile tilapia,
Oreochromis niloticus (Linnaeus). World Journal of Agricultural Sciences,
1(1), 1–7.

Evangelista, A.D., Fortes, N.R. and Santiago, C.B., 2005. Comparison of some
live organisms and artificial diet as feed for Asian catfish Clarias
macrocephalus (Günther) larvae. Journal of Applied Ichthyology, 21(5),
437–443.

FAO. 2016. Species fact sheets Helostoma temminckii (Cuvier, 1829). Fisheries
and Aquaculture Department, 1–4.

Fard, M.S., Pasmans, F., Adriaensen, C., Laing, G.D., Janssens, G. P. and Martel,
A. 2014. Chironomidae bloodworms larvae as aquatic amphibian
food. Zoo biology, 33(3), 221–227.

Fitriliyani, I., Suhanda, J. dan Sari D.S., 2019. Screening profile albumin dan
protein jenis ikan konsumsi dari perairan umum Kalimantan Selatan.
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah, 4(1), 18–22.

Gabriel, U.U. and Akinrotimi, O.A., 2011. Management of stress in fish for
sustainable aquaculture development. Researcher, 3(4), 28–38.

Ghazwan, M. I., 2015. Use of dried bloodworms Chironomus riparius to motivate


the growth of young common carp Cyprinus carpio L. Journal of Biology,
Agriculture and Healthcare, 5(24), 80-83.

Hapsari, A.Y., 2014. Efektivitas penambahan zeolit 20 g/ℓ, karbon aktif 10 g/ℓ
dan garam 5 g/ℓ dalam transportasi tertutup benih ikan gurame
Osphronemus goramy Lac. dengan kepadatan berbeda. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.

Herrera, M., Mancera, J.M. and Costas, B., 2019. The use of dietary additives in
fish stress mitigation: comparative endocrine and physiological
responses. Frontiers in endocrinology, 10(447).

Herjayanto, M., Waris, A., Suwarni, Y., Halia, M., Gani, A., Findayani, N. dan
Cahyani, R., 2018. Studi habitat dan pengangkutan sistem tertutup pada
ikan rono Oryzias sarasinorum popta, 1905 endemik Danau Lindu sebagai
dasar untuk domestikasi. Jurnal Akuatika Indonesia, 3(2), 103–109.

Herjayanto, M., Syamsunarno, M.B., Prasetyo, N.A., Mauliddina, A.M., Agung,


L.A.,Widiyawan, E.R., Rahmayanti, N., Irianingrum, N., Nurkhotimah, E.,
Gani, A. dan Salsabila, V.N., 2020. Studi awal pengangkutan sistem

24 Universitas Sriwijaya
25

tertutup, pemeliharaan dan pengamatan telur Oryzias javanicus (Bleeker


1854) asal Pulau Tunda. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 20(1), 93–103.

Hong, J., Chen, X., Liu, S., Fu, Z., Han, M., Wang, Y., Gu, Z. and Ma, Z., 2019.
Impact of fish density on water quality and physiological response of
golden pompano (Trachinotus ovatus) flingerlings during transportation.
Aquaculture, 507, 60–65.

Honryo, T., Oakada, T., Kawahara, M., Kurata, M., Agawa, Y., Sawada, Y.,
Miyashita, S., Takii, K. and Ishibashi, Y., 2017. Estimated time for
recovery from transportation stress and starvation in juvenile Pacific
bluefin tuna Thunnus orientalis. Aquaculture, 484, 175–183.

Hoseini, S.M., Yousefi, M., Hoseinifar, S.H. and Doan, H.V., 2019. Cytokines'
gene expression, humoral immune and biochemical responses of common
carp (Cyprinus carpio, Linnaeus, 1758) to transportation density and
recovery in brackish water. Aquaculture, 504, 13–21.

Kamalam, J.B.S., Françoise, M. and Stephane. P., 2016. Utilization of dietary


carbohydrates in farmed fishes: new insights on influencing factors,
biological limitations and future strategies. Aquaculture, 290.

Kasim, K., Prianto, E., Husnah. dan Triharyuni, S., 2017. Pengelolaan
sumberdaya perikanan melalui pendekatan ekosistem banjiran Giam Siak
Kecil. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 9(2), 115–124.

Kottelat, M., 2013. The fishes of the inland waters of southeast Asia: a catalogue
and core bibliography of the fishes known to occur in freshwaters,
mangroves and estuaries. Raffles Bulletin of Zoology, Supplement 27,
1–663.

Lukas, A.Y.H., Santoso, P. and Tobuku, R., 2019. Physiological study of


Indonesian shortfin eel Anguilla bicolor on different temperature medium
using a recirculation system. AACL Bioflux, 12(6), 2227–2235.

Ma’ruf, I., Kamal, M.M., Satria, A. and Sulistiono., 2019. Culture-based fisheries
in Rawa Lebak Lebung, South Sumatera, is it applicable?. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science, 399.

Malini, D.M., Madihah, A.F., Apriliandri. and Arista, S., 2018. Increased blood
glucose level on pelagic fish as response to environmental disturbances at
East Coast Pangandaran, West Jawa. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science, 166.

Mazandarani, M., Hoseini, S.M. and Dehghani, G.M., 2017. Effects of linalool on


physiological responses of Cyprinus carpio (Linnaeus, 1758) and water
physico-chemical parameters during transportation. Aquaculture Research,
48(12).

25 Universitas Sriwijaya
26

Martinez, P.M.P., Martinez, C.L.R. dan Ramos, R.E., 2009. Cortisol and glucose:
reliable indicators of fish stress?. Pan-American Journal of Aquatic
Sciences. 4(2), 158-178.

Meilisza, N., Hirnawati, R., Rohmy, S., Priyadi, A. and Slembrouck, J., 2011. The
utilization of the kinds of live food on clown loach fish juveniles
(Chromobotia macracanthus Bleeker). Indonesian Aquaculture Journal,
6(1), 47–58.

Muryati, S., Putra, R.M. and Efizon, D., 2015. A study on morphometric and
meristic of Helostoma temminckii from swarm area in the Bencah Kelubi
Village, Tapung Kiri Sub-Regency, Kampar Regency, Riau Province.
Faculty of Fisheries and Marine Science, 1-10.

Muthmainnah, D., Dahlan, Z., Susanto, R.H., Gaffar, A.K. and Priadi, D.P., 2016.
Utilization of freshwater fish biodiversity as income source of poor rural
people (case study in Pampangan Subdistrict of South Sumatra Province,
Indonesia). Aquatic Biodiversity Conservation and Ecosystem Services,
1(7), 89–99.

Nirmala, K., Hadiyoseyani, Y. dan Widiaysto R.P., 2012. Penambahan garam


dalam air media yang berisi zeolit dan arang aktif pada transportasi sistem
tertutup benih ikan gurami Osphronemus goramy Lac. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 11(2), 109–121.

Omeji, S., Apochi, J.O. and Egwumah, K.A., 2017. Stress concept in
transportation of live fishes – a review. Journal of Research in Forestry,
Wildlife & Environment, 9(2), 57–64.

Patriche, T., 2009. The Importance of glucose determination in the blood of the
Cyprinids. Zootehnie şi Biotehnologii, 42(2).

Peng, S.M., Shi, Z.H., Fei, Y., Gao, Q.X., Sun, P. and Wang, J.G., 2013. Effect of
high-dose vitamin C supplementation on growth, tissue ascorbic acid
concentrations and physiological response to transportation stress in
juvenile silver pomfret, Pampus argenteus. J. Appl. Ichthyol., 29, 1337-
1341.

Pérez-Robles, J., Re, A.D., Giffard-Mena, I. and Díaz, F., 2011. Interactive effects
of salinity on oxygen consumption, ammonium excretion, osmoregulation
and Na+/K+-ATPase expression in the bullseye puffer Sphoeroides
annulatus, Jenyns 1842. Aquaculture Research, 43, 1372–1383.

Putri, A.K., Anggoro, S. dan Djuwito., 2014. Tingkat kerja osmotik dan
perkembangan biomassa benih bawal bintang (Trachinotus blochii) yang
dikultivasi pada media dengan salinitas berbeda. Management of Aquatic
Resources Journal (MAQUARES), 4(1), 159-168.

26 Universitas Sriwijaya
27

Rakhmawati, R., Suprayudi, M., Setiawati, M., Widanarni, W., Zairin, M.J. dan
Jusadi, D., 2018. Stress responses of transportation on red tilapia which
given feed containing chromium. Jurnal Akuakultur Indonesia, 17(1),
16–25.

Rani, S., Mabrur, M., Ummy, R., Ellet, B., 2019. Genetic diversity and
phylogenetic relationship among Anabantoidei fish (Anabantiformes) in
South Kalimantan, Indonesia based on SDS-PAGE analysis. Biodiversitas
Journal of Biological Diversity. 20, 2519–2527.

Refaey, M.M., Tian, X., Tang, R. and Li, D., 2017. Changes in physiological
responses, muscular composition and flesh quality of channel catfish
Ictalurus punctatus suffering from transport stress. Aquaculture, 478, 9–15.

Sampaio, F.D. and Freire, C.A., 2016. An overview of stress physiology of fish
transport: changes in water quality as a function of transport duration. Fish
Fisheries, 17(4), 1055–1072.

Schreck, C.B., 2010. Stress and fish reproduction: the roles of allostasis and
hormesis. General and comparative endocrinology, 165(3), 549–556.

Setijaningsih, L., Taufik, I., Radona, D. dan Mulyasari, M., 2020. Kinerja
perbedaan salinitas terhadap respon pertumbuhan dan gambaran darah
benih ikan tambakan (Helostoma temminckii). Berita Biologi, 19(1),13–20.

Siraj, S.S., Cheah, S.H. and Aizam, Z.A., 1985. Effects of packing densities in
plastic bags on survival of larvae and fry of Helostoma temminckii (C&V).
Pertanika, 8(3), 387-390.

Sulistiyarto, B. and Susila, N., 2020. Techniques for bloodworm (Chironomid


larvae: Diptera) mass culture in tarpaulin tanks. AACL Bioflux, 13(3),
1229-1234.

Supriyono, E., Nirmala, K. dan Harris, E., 2017. Pengaruh kepadatan ikan selama
pengangkutan terhadap gambaran darah, pH darah, dan kelangsungan
hidup benih ikan gabus Channa striata (Bloch, 1793). Jurnal Iktiologi
Indonesia, 15(2), 165–177.

Suwandi, R., Nugraha, S., Fathihatunnisa, R., Jacoeb, A.M. and Suptijah, P.,
2020. Effect of stunning and freezing on carp (Cyprinus carpio L) survival
rate. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, 414.

Tacchi, L., Lowrey, L., Musharrafieh, R., Crossey, K., Larragoite, E.T. and
Salinas, I., 2015. Effects of transportation stress and addition of salt to
transport water on the skin mucosal homeostasis of rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss). Aquaculture, 435(1), 120–127.

Taqwa, F.H., Supriyono, E., Budiardi, T., Utomo, N.B.P. and Affandi, R., 2018.
Optimization of physiological status of glass eel (Anguilla bicolor bicolor)

27 Universitas Sriwijaya
28

for transport by salinity and temperature acclimatization. AACL Bioflux,


11, 856–867.

Treasurer, J.W., 2012. Changes in pH during transport of juvenile cod Gadus


morhua L. and stabilisation using buffering agents. Aquaculture, 330–333,
92–99. 

Vanderzwalmen, M., Eaton, L., Mullen, C., Henriquez, F., Carey, P., Snellgrove,
D. and Sloman, K.A., 2019. The use of feed and water additives for live
fish transport. Reviews in Aquaculture, 11, 263–278.

Yustiati, A., Pribadi, S.S., Rizal, A. dan Lili, W., 2017. Pengaruh kepadatan pada
pengangkutan dengan suhu rendah terhadap kadar glukosa dan darah
kelulusan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Akuatika
Indonesia, 2(2), 137–145.

Zeppenfeld, C., Toni, C., Becker, A., Miron, D., Parodi, T., Heinzmann, B.,
Barcellos, L., Koakoski, G., Rosa, J., Loro, V., Cunha, M. and
Baldisserotto, B., 2014. Physiological and biochemical responses of silver
catfish, Rhamdia quelen, after transport in water with essential oil of
Aloysia triphylla (L'Herit) Britton. Aquaculture, 418–419. 101–107.

28 Universitas Sriwijaya
29

LAMPIRAN

29 Universitas Sriwijaya
30

Lampiran 1. Kelangsungan hidup pascatransportasi 24 jam


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata Standar deviasi
1 2 3
K1 100,00 96,00 96,00 292,00 97,33 2,31
K2 95,00 95,00 93,33 283,33 94,44 0,96
K3 90,00 92,86 94,29 277,14 92,38 2,18
K4 91,25 90,00 86,25 267,50 89,17 2,60
K5 78,89 85,56 83,33 247,78 82,59 3,39
K6 79,00 76,00 77,00 232,00 77,33 1,53
Jumlah 1599,75 88,88

Fk 142178,49
Jk total 926,15
Jk perlakuan 862,85
Jk galat 63,30

Sk Db Jk Kt F hit. F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 862,85 431,43 102,24 3,68 **
Galat 15 63,30 4,22
Total 17 926,15

Sd T 5% BNT
2,91 2,131 6,19

Uji BNT
Perlakua
Rerata Notasi
n
K1 97,33 a
K2 94,44 ab
K3 92,38 ab
K4 89,17 b
K5 82,59 c
K6 77,33 c

30 Universitas Sriwijaya
31

Lampiran 2. Kadar glukosa darah pascatransportasi 24 jam


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata Standar deviasi
1 2 3
K1 40 35 42 117,00 39,00 3,61
K2 41 38 39 118,00 39,33 1,53
K3 37 40 42 119,00 39,67 2,52
K4 44 44 40 128,00 42,67 2,31
K5 42 46 55 143,00 47,67 6,66
K6 53 58 48 159,00 53,00 5,00
Jumlah 784,00 43,56

Fk 34147,56
Jk total 674,44
Jk perlakuan 481,78
Jk galat 192,67

Sk Db Jk Kt F hitung F tabel 5% Notasi


Perlakuan 2 481,78 240,89 18,75 3,68 **
Galat 15 192,67 12,84
Total 17 674,44

Sd T 5% BNT
5,07 2,131 10,80

Uji BNT
Perlakua
Rerata Notasi
n
K1 39,00 a
K2 39,33 a
K3 39,67 a
K4 42,67 ab
K5 47,67 ab
K6 53,00 b

31 Universitas Sriwijaya
32

Lampiran 3, Tingkat konsumsi oksigen pascatransportasi 24 jam


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rerata
U1 U2 U3 deviasi
K1 0,080 0,079 0,092 0,25 0,08 0,01
K2 0,082 0,097 0,084 0,26 0,09 0,01
K3 0,076 0,096 0,093 0,26 0,09 0,01
K4 0,089 0,099 0,083 0,27 0,09 0,01
K5 0,093 0,090 0,091 0,27 0,09 0,00
K6 0,100 0,096 0,084 0,28 0,09 0,01
Jumlah 1,60 0,09

Fk 0,1430
Jk total 0,0009
Jk perlakuan 0,0002
Jk galat 0,0007

Sk Db Jk Kt F hitung F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 0,00017 0,00009 1,75 3,68 Tn
Galat 15 0,00073 0,00005
Total 17 0,00090

32 Universitas Sriwijaya
33

Lampiran 4. Kelangsungan hidup pascapemulihan 10 hari


Perlakua Ulangan Standar
Jumlah Rerata
n 1 2 3 deviasi
P1 67,50 72,50 70,00 210,00 70,00 2,50
P2 73 73 78 222,50 74,17 2,89
P3 65 63 63 190,00 63,33 1,44
Jumlah 622,50 69,17

Fk 43056,25
Jk total 212,50
Jk perlakuan 179,17
Jk galat 33,33

Sk Db Jk Kt F hitung F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 179,17 89,58 16,12 5,14 **
Galat 6 33,33 5,56
Total 8 212,50

Sd T 5% BNT
1,92 2,447 4,71

Uji BNT
Perlakua
Rerata Notasi
n
P3 63,33 a
P1 70,00 b
P2 74,17 b

33 Universitas Sriwijaya
34

Lampiran 5. Kadar glukosa darah pascapemulihan 10 hari


Standar
Ulangan Jumlah Rerata
Perlakuan deviasi
1 2 3
P1 48 40 43 131,00 43,67 4,04
P2 42 50 41 133,00 44,33 4,93
P3 49 46 52 147,00 49,00 3,00
Jumlah 411,00 45,67

Fk 18769,00
Jk total 150,00
Jk perlakuan 50,67
Jk galat 99,33

Sk Db Jk Kt F hit. F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 50,67 25,33 1,53 5,14 Tn
Galat 6 99,33 16,56
Total 8 150,00

34 Universitas Sriwijaya
35

Lampiran 6. Tingkat konsumsi oksigen pascapemulihan 10 hari


Standar
Ulangan Jumlah Rerata
Perlakuan deviasi
1 2 3
P1 0,033 0,041 0,029 0,10 0,034 0,01
P2 0,039 0,054 0,031 0,12 0,041 0,01
P3 0,054 0,044 0,051 0,15 0,050 0,01
Jumlah 0,38 0,042

Fk 0,0157
Jk total 0,0007
Jk perlakuan 0,0003
Jk galat 0,0004

Sk Db Jk Kt F hit. F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 0,0003 0,0002 2,74 5,14 Tn
Galat 6 0,0004 0,0001
Total 8 0,0007

35 Universitas Sriwijaya
36

Lampiran 7. Pertumbuhan bobot mutlak pascapemulihan 10 hari


Ulangan Standar
Perlakuan Jumlah Rerata
U1 U2 U3 deviasi
P1 0,18 0,18 0,19 0,55 0,18 0,00
P2 0,20 0,22 0,16 0,58 0,19 0,03
P3 0,13 0,15 0,14 0,41 0,14 0,01
Jumlah 1,54 0,17

Fk 0,264
Jk total 0,007
Jk perlakuan 0,005
Jk galat 0,002

Sk Db Jk Kt F hit. F tab. 5% Notasi


Perlakuan 2 0,005 0,003 7,66 5,14 **
Galat 6 0,002 0,000
Total 8 0,007

Sd T 5% BNT
0,02 2,447 0,04

Uji BNT
Perlakua
Rerata Notasi
n
P3 0,14 a
P1 0,18 ab
P2 0,19 b

36 Universitas Sriwijaya
37

Lampiran 8. Efisiensi pakan pascapemulihan 10 hari


Standar
Perlakuan Jumlah Rerata
U1 U2 U3 deviasi
P1 51,20 54,99 53,33 159,53 53,18 1,90
P2 59,28 63,60 49,59 172,47 57,49 7,18
P3 47,51 52,46 48,94 148,91 49,64 2,55
Jumlah 480,91 53,43

Fk 25697,55
Jk total 216,04
Jk perlakuan 92,81
Jk galat 123,22

Sk Db Jk Kt F hitung F tabel 5% Notasi


Perlakuan 2 92,81 46,41 2,26 5,14 Tn
Galat 6 123,22 20,54
Total 8 216,04

37 Universitas Sriwijaya
38

Lampiran 9. Dokumentasi penelitian

Pengukuran bobot ikan Pengukuran panjang ikan

Tingkat konsumsi oksigen Pengukuran pH

Tingkat konsumsi oksigen

Suhu ruang strerofoam Kadar glukosa darah


transportasi

38 Universitas Sriwijaya
39

pH pemulihan Oksigen terlarut pemulihan

Simulasi transportasi Pemberian pakan

39 Universitas Sriwijaya

You might also like