Dalam konteks kepawangan orang Melayu dahulu, seekor kambing hitam disembelihkan untuk bomoh mempersembahkannya kepada semangat keramat tertentu sebagai pelembut hati.[1]

Dalam konteks kefahaman agama Kristian dan kitab suci para penganutnya pula, ungkapan "kambing hitam" digunakan untuk penterjemahan ke dalam bahasa Melayu kepada para penganut Kristian menuturkan bahasa ini mengungkapkan cara umat Yahudi menebus dosa-dosa mereka secara membuang seekor kambing (Ibrani: לַעֲזָאזֵֽל, rumi: la-'aza'zeyl) ditetapkan untuk ke padang pasir liar untuk membawa dosa-dosa komunitinya dalam Kitab Imamat.

"...dan Harun harus meletakkan kedua tangannya ke atas kepala kambing jantan yang hidup itu dan mengakui di atas kepala kambing itu segala kesalahan orang Israel dan segala pelanggaran mereka, apapun juga dosa mereka; ia harus menanggungkan semuanya itu ke atas kepala kambing jantan itu dan kemudian melepaskannya ke padang gurun dengan perantaraan seseorang yang sudah siap sedia untuk itu. Demikianlah kambing jantan itu harus mengangkut segala kesalahan orang Israel ke tanah yang tandus, dan kambing itu harus dilepaskan di padang gurun."
—[16:21-22, Alkitab]
Upacara kambing hitam yang digambarkan di Katedral Lincoln dalam kaca berwarna: "[Harun] hendaklah mengambil dua ekor kambing itu dan mempersembahkannya di hadapan Tuhan di pintu masuk ke khemah pertemuan. Dia harus membuang undi untuk dua kambing—satu undi untuk Tuhan dan satu lagi untuk kambing hitam." (Injil, Imamat 16:7–8)







Rujukan

sunting
  1. ^ Winstedt, R. O. (1924). ""Karamat": sacred places and persons in Malaya". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 2 (3 (92)): 264–279. ISSN 2304-7550.

Pautan luar

sunting