Undang-Undang Penyiaran
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (atau Undang-Undang Penyiaran) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan penyiaran yang berlaku di Indonesia.[1] Hal itu mencakup tentang asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran nasional, mengatur tentang ketentuan Komisi Penyiaran Indonesia, jasa penyiaran, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Berlangganan, Lembaga Penyiaran Komunitas, Lembaga Penyiaran Asing, stasiun penyiaran dan jangkauan siaran, sistem siaran berjaringan (baik televisi maupun radio) serta perizinan dan kegiatan siaran.[1]
Undang-undang Penyiaran | |
---|---|
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran | |
Kutipan | Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252 |
Tanggal penerapan | 2002 |
Penjelasan | |
Mengatur asas dan ketentuan penyiaran Indonesia | |
Status: Diberlakukan |
Undang-Undang Penyiaran disetujui oleh DPR RI dan Sekretaris Negara Bambang Kesowo pada tanggal 28 Desember 2002, namun tidak disahkan oleh Presiden RI saat itu Megawati Soekarnoputri hingga 27 Januari 2003 (atau 30 hari setelah disetujui) sehingga undang-undang tersebut otomatis sah menjadi undang-undang sesuai dengan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.[2][3]
Pengertian
suntingDalam Undang-Undang Penyiaran terdapat pengertian siaran dan penyiaran. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.[4] Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.[4]
Asas
suntingAsas dalam Undang-Undang Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.[5] Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.[6]
Referensi
sunting- ^ a b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
- ^ Amr/APr (6 Februari 2003). "Presiden Mulai Pilah-pilih untuk Tandatangani UU". Hukumonline. Diakses tanggal 21 Desember 2022.
- ^ Dariyanto, Erwin (23 Februari 2018). "Saat Jadi Presiden, Megawati Tak Tandatangani 5 UU". detiknews. Diakses tanggal 21 Desember 2022.
- ^ a b Pasal 1 Bab 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
- ^ Pasal 2 Bab 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
- ^ Pasal 3 Bab 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran