Soga
Soga, Peltophorum pterocarpum
menurut Blanco
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Spesies:
P. pterocarpum
Nama binomial
Peltophorum pterocarpum
(DC.) Backer ex K. Heyne
Sinonim

Inga pterocarpa DC. (1825)[1]
Peltophorum ferrugineum (Decne.) Benth. (1864)
Peltophorum inerme (Roxb.) Naves & Villar (1880)

Soga (Peltophorum pterocarpum) adalah nama pohon penghasil bahan pewarna batik yang penting. Tumbuhan ini termasuk ke dalam suku polong-polongan (Fabaceae, atau Leguminosae) dan secara alami menyebar luas mulai dari Srilanka, Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara, hingga ke Papua Nugini.[2]

Pohon yang anggun dan berbunga indah ini dikenal dengan banyak nama. Di antaranya Yellow Flame Tree, Yellow Poinciana, Copperpod, Yellow Flamboyant, Golden Flamboyant (Ingg.); batai laut, jemerlang laut (Mal.); siár (Sulu); non see (Thai); dan lim sét, trac vàng (Viet.).[2] Di Indonesia sendiri dikenal dengan berbagai nama seperti soga, soga jambal (Jw.); kaju jhuwek (Md. Kangean); hau kolo, laru (Tim.); lalu loëh (Rote); léwĕttĕr (Alor).[3] Nama ilmiahnya berasal dari perkataan Yunani lawas: pelte (=perisai), pherein (=membawa), serta pteron (=sayap), dan karpos (=buah).[4]

Pengenalan

sunting
 
Bunga soga, dikunjungi sejenis bajing di Kalkuta, India
 
Sejenis bentet (Lanius) bertengger di atas polong soga; di Kalkuta, India

Pohon yang menggugurkan daun; biasanya berukuran sedang (tinggi hingga sekitar 30 m), namun terkadang bisa mencapai 50 m; gemang batang hingga 70 cm. Pepagan tebal, hingga 15 mm, merah jambu di dalam. Sesekali berbanir.[2]

Daun majemuk menyirip berganda, 6–16 inci panjangnya, dengan 5–11 pasang sirip; daun penumpu kecil bentuk garis, lekas tanggal. Anak daun 9–20 pasang pada sirip yang tengah; lonjong, 0,5–0,7 × 0,3 inci, ujungnya melekuk atau meruncing kecil, pangkalnya sangat tak simetris; agak seperti kertas, sisi bawah atau kedua-dua permukaan berambut amat halus.[4]

Perbungaan bentuk malai terminal, tegak, besar, hingga 18 inci; dengan sumbu berambut beledu cokelat kemerahan, dan daun pelindung yang lekas gugur. Diameter kuntum bunga sekitar 1,5 inci; mahkota kuning menggelombang, berambut cokelat di pangkalnya; benangsari kuning belerang dengan serbuksari berwarna jingga. Buah polong cokelat merah keunguan, 2,5–5,5 × 1 inci, berisi 1–5 biji.[4]

Kegunaan

sunting
 
Sebagai peneduh tepi jalan

Soga terutama terkenal karena pepagannya yang, utamanya pada masa lalu, diperdagangkan dalam jumlah besar sebagai bahan pewarna. Pepagan soga merupakan bahan utama untuk menghasilkan warna cokelat kekuningan pada industri batik di Jawa, khususnya pada masa ketika bahan pewarna sintetik masih langka.[3]

Untuk membuat pewarna, pepagan soga dikeping menjadi potongan kecil-kecil dan direbus bersama beberapa bahan lain. Variasi warna diperoleh dengan mengatur komposisi bahan-bahan pencampur seperti pepagan tengar (Ceriops), kayu sejenis Maclura, kayu secang (Caesalpinia), pepagan tekik (Albizia lebbekoides), atau bahan-bahan lain.[2]

Pepagan soga juga mengandung sekitar 17,7% tanin, yang digunakan sebagai bahan penyamak kulit atau sebagai ubar jala.[3]

Kayunya yang cokelat kemerahan atau kehitaman bermutu sedang, cukup keras dan agak berat, dipergunakan sebagai kayu konstruksi ringan, bahan perabotan rumah tangga, atau ukir-ukiran. Soga juga menghasilkan kayu bakar.[5]

Dalam agroforestri, soga ditanam sebagai pohon peneduh, penahan angin, pengikat nitrogen, serta sebagai pupuk hijau. Soga juga ditanam sebagai tanaman pengisi di hutan-hutan tanaman jati dan mahoni. Di samping itu, daun-daunnya bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan bunga-bunganya –di India– menghasilkan serbuk sari untuk budidaya lebah Trigona.[5]

Dengan tajuk yang rindang, perawakan yang anggun, dan bunganya yang indah semarak, soga digemari sebagai pohon hias. Tumbuhan ini kerap ditanam di taman-taman, serta sebagai peneduh tepi jalan.[2][4][5]

Habitat dan penyebaran

sunting

Habitat alami soga adalah dataran rendah; pohon ini di alam jarang ditemui di atas ketinggian 100 m dpl. Soga acap didapati tumbuh di sekitar pantai dan sisi belakang hutan bakau. Di Jawa, soga juga diketahui hidup liar di hutan-hutan jati dan padang ilalang. Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat terbuka dan hutan-hutan yang terganggu.[5]

Soga hidup di lingkungan tropis dengan 1–3 bulan kering (kemarau); di hutan hujan atau vegetasi pantai dengan musim kemarau yang jelas, atau di lingkungan sabana berpohon, dengan kisaran curah hujan antara 1.500–4.500 mm pertahun. Soga juga dapat tumbuh hingga ketinggian 1.600 m dpl.[5]

Soga menyebar alami mulai dari Srilanka, Andaman, Bangladesh, Burma, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, Papua Nugini, dan Australia. Tanaman ini juga diintroduksi ke Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Amerika Serikat.[5]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ De Candolle, A.P. 1825. Prodr. 2: 441
  2. ^ a b c d e Wulijarni-Soetjipto, N. & R.H.M.J. Lemmens, 1991. Peltophorum pterocarpum (DC.) Backer ex K. Heyne Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine.. [Internet] Record from Proseabase. R.H.M.J. Lemmens and N. Wulijarni-Soetjipto (Editors). PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Accessed from Internet: 09-Feb-2011
  3. ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2: 937-939. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta.
  4. ^ a b c d Whitmore, T.C. 1983. Leguminosae. in T.C. Whitmore (ed.). Tree Flora of Malaya 1: 267-268. Longman Mly., Sdn.Bhd.
  5. ^ a b c d e f ICRAF Agroforestry Tree Database: Peltophorum pterocarpum Diarsipkan 2007-09-28 di Wayback Machine.. Diakses 10/02/2011

Pranala luar

sunting