Nukleosintesis
Nukleosintesis adalah proses penciptaan inti-inti atom baru dari nukleon-nukleon (proton dan neutron) yang sudah ada sebelumnya. Diduga bahwa nukleon-nukleon primordial sendiri terbentuk dari plasma kuark-gluon dari Big Bang (Dentuman Besar) ketika ia mendingin di bawah dua triliun Kelvin. Beberapa menit kemudian, bermula hanya dengan proton dan neutron, terbentuklah inti-inti aton sampai litium dan berilium (kedua-duanya berbilangan massa 7), tetapi hanya berjumlah relatif kecil. Kemudian proses fusi secara esensial berhenti karena suhu dan kerapatan berkurang, karena semesta terus saja mengembang. Proses nukleosintesis primordial pertama ini dapat juga disebut sebagai nukleogenesis.
Nukleosintesis unsur-unsur yang lebih berat berikutnya memerlukan ledakan bintang-bintang berat dan supernova. Ini terjadi secara teoretis karena hidrogen dan helium dari Big Bang (mungkin dipengaruhi oleh konsentrasi materi gelap), mengembun menjadi bintang-bintang perdana 500 juta tahun setelah Big Bang. Unsur-unsur yang tercipta di dalam nukleosintesis bintang terentang pada nomor atom 6 (karbon) sampai sekurang-kurangnya 98 (kalifornium), yang sudah dideteksi dari spektra dari beberapa supernova. Sintesis unsur-unsur yang lebih berat ini muncul karena dua hal, yaitu fisi nuklir (termasuk penangkapan neutron ganda lambat dan cepat) atau fisi nuklir, kadang-kadang diikuti oleh peluruhan beta.
Sebaliknya, banyak proses bintang sebenarnya cenderung pada pemecahan deuterium dan isotop-isotop berilium, litium, dan boron yang ada di dalam bintang, setelah pembentukan primordial mereka pada saat Big Bang. Kuantitas unsur-unsur yang lebih ringan ini yang hadir di alam semesta sekarang kemudian dianggap terbentuk terutama melalui miliaran tahun sinar kosmos (terutama proton berenergi tinggi) yang memediasi pecahnya unsur-unsur yang lebih berat yang ada pada debu dan gas antarbintang.
Sejarah
suntingGagasan pertama tentang nukleosintesis adalah bahwa unsur kimia diciptakan pada permulaan alam semesta, tetapi tidak ada jalan cerita fisika yang berjaya menjelaskannya. Hidrogen dan helium jelas-jelas jauh lebih melimpah daripada kelimpahan unsur-unsur lainnya (semuanya itu hanya berjumlah kurang dari 2% massa tata surya, dan diduga tata bintang lainnya pun sedemikian). Pada saat yang sama, jelas bahwa karbon adalah unsur yang paling melimpah berikutnya, dan juga terdapat kecenderungan umum yang mengarah pada kelimpahan unsur-unsur ringan, khususnya mereka yang terdiri dari semua bilangan inti atom helium-4.
Arthur Stanley Eddington adalah yang pertama menganjurkan pada tahun 1920 bahwa bintang mendapatkan energi melalui hidrogen yang berfusi membentuk helium, tetapi gagasan ini pada umumnya belum dapat diterima karena mekanisme nuklir yang cacat. Segera beberapa tahun kemudian, sebelum Perang Dunia II, Hans Bethe adalah yang pertama memberikan mekanisme nuklir yang diperlukan, di mana hidrogen berfusi membentuk helium. Tetapi, kedua-dua karya dini tentang daya bintang ini tidak mampu menjelaskan asal mula unsur-unsur yang lebih berat daripada helium.
Karya asli Fred Hoyle tentang nukleosintesis unsur-unsur yang lebih berat di dalam bintang muncul setelah Perang Dunia II.[1] Karya ini menyertakan penciptaan semua unsur yang berat di dalam bintang selama proses evolusi nuklir dari komposisi mereka, mulai dari hidrogen. Hoyle mengajukan bahwa hidrogen diciptakan terus menerus di alam semesta dari vakum dan energi, tanpa keperluan akan permulaan alam semesta.
Karya Hoyle menjelaskan bagaimana kelimpahan unsur-unsur bertambah seiring waktu galaksi yang semakin menua. Secara bergantian, gambaran Hoyle diperluas pada tahun 1960-an oleh sumbangsih kreatif dari William A. Fowler, Alastair G. W. Cameron, dan Donald D. Clayton, dan kemudian oleh yang lainnya. Makalah tinjauan 1957 kreatif oleh Margaret Burbidge, Geoffrey Burbidge, Fowler, dan Hoyle (lihatlah daftar Referensi) adalah ikhtisar terkenal tentang keadaan cabang ilmu ini pada 1957. Makalah itu mendefinisikan proses-proses baru untuk mengubah satu inti berat menjadi yang lain di dalam sebuah bintang tunggal, proses-proses itu dapat didokumenkan oleh para astronom.
Big Bang sendiri diajukan pada tahun 1931, jauh sebelum periode ini, oleh Georges Lemaître, seorang fisikawan Belgia dan merupakan pendeta Katolik Roma, yang menganjurkan bahwa alam semesta meluas seiring waktu bergerak maju adalah berarti alam semesta juga mengerut seiring waktu bergerak mundur, dan akan terus berlaku demikian sampai alam semesta tidak dapat mengerut lagi, menggiring semua massa alam semesta ke dalam satu titik tunggal, "primeval atom", pada satu titik waktu sebelum ruang dan waktu nihil. Hoyle kemudian memberikan model Lemaître, istilah ejekan untuk Big Bang, tidak menyatakan bahwa model Lemaître diperlukan untuk menjelaskan keujudan deuterium dan nuklida-nuklida di antara helium dan karbon, juga jumlah yang banyak secara mendasar dari keujudan helium tidak hanya di dalam bintang, tetapi juga di dalam gas antarbintang. Ketika itu terjadi, model Lemaître dan model Hoyle tentang nukleosintesis pastilah diperlukan untuk menjelaskan kelimpahan unsur di alam semesta.
Proses
suntingDi dalam teori modern, terdapat sejumlah proses astrofisika yang diyakini bertanggung jawab atas nukleosintesis di alam semesta. Sebagian besar darinya terjadi pada materi panas di dalam bintang. Proses-proses fusi nuklir yang silih berganti yang terjadi di dalam bintang dikenal sebagai pembakaran hidrogen (melalui reaksi rantai proton-proton atau siklus CNO), fusi helium, proses pembakaran karbon, proses pembakaran neon, proses pembakaran oksigen, dan proses pembakaran silikon. Proses-proses ini mampu menghasilkan unsur-unsur hingga besi dan nikel, wilayah isotop-isotop ini memiliki energi pengikatan per inti tertinggi. Unsur-unsur yang lebih berat dapat dirakit di dalam bintang oleh suatu proses penangkapan elektron yang disebut proses s atau di dalam lingkungan ledakan, seperti supernova, oleh sejumlah proses. Beberapa dari yang lebih penting dari proses-proses ini termasuk proses r, yang melibatkan penangkapan neutron cepat, proses rp, yang melibatkan penangkapan proton cepat, dan proses p (kadang-kadang disebut proses gama), yang melibatkan fotodisintegrasi (fototransmutasi) dari inti-inti atom yang ada.
Empat jenis utama nukleosintesis
suntingNukleosintesis Big Bang
suntingNukleosintesis Big Bang terjadi pada tiga menit pertama penciptaan alam semesta dan bertanggung jawab atas banyak perbandingan kelimpahan 1H (protium), 2H (deuterium), 3He (helium-3), dan 4He (helium-4), di alam semesta.
Meskipun 4He terus saja dihasilkan oleh mekanisme lainnya (seperti fusi bintang dan peluruhan alfa) dan jumlah jejak 1H terus saja dihasilkan oleh spalasi dan jenis-jenis khusus peluruhan radioaktif (pelepasan proton dan pelepasan neutron), sebagian besar massa isotop-isotop ini di alam semesta, dan semua kecuali jejak-jejak yang tidak signifikan dari 3He dan deuterium di alam semesta yang dihasilkan oleh proses langka seperti peluruhan kluster, dianggap dihasilkan di dalam proses Big Bang. Inti atom unsur-unsur ini, bersama-sama 7Li, dan 7Be diyakini terbentuk ketika alam semesta berumur 100 sampai 300 detik, setelah plasma kuark-gluon primordial membeku untuk membentuk proton dan neutron. Karena periode nukleosintesis Big Bang sangat singkat sebelum terhentikan oleh pengembangan dan pendinginan, tidak ada unsur yang lebih berat daripada litium yang dapat dibentuk. (Unsur-unsur terbentuk pada waktu ini adalah dalam keadaan plasma, dan tidak mendingin ke keadaan atom-atom netral hingga waktu lama).
Nukleosintesis bintang
suntingNukleosintesis bintang terjadi pada bintang selama proses evolusi bintang. Nukleosintesis bintang bertanggung jawab atas penciptaan unsur-unsur dari karbon sampai besi melalui proses fusi nuklir. Bintang adalah tungku pembakaran nuklir di mana H dan He difusikan menjadi inti-inti atom yang lebih berat, suatu proses yang terjadi oleh rantai-rantai proton di dalam bintang yang lebih dingin daripada matahari, dan oleh siklus CNO di dalam bintang yang lebih massif daripada matahari.
Di antara beberapa kepentingan khusus adalah karbon, sebab pembentukannya dari He adalah leher botol di dalam proses keseluruhan. Karbon dihasilkan oleh proses tripel-alfa di semua bintang. Karbon juga merupakan unsur utama yang digunakan di dalam produksi neutron bebas pada bintang, membangkitkan proses s yang melibatkan penyerapan lambat neutron untuk menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat daripada besi dan nikel (57Fe dan 62Ni). Karbon dan unsur lain dibentuk oleh proses ini yang juga sangat mendasar bagi kehidupan.
Produk dari nukleosintesis bintang pada umumnya disebarkan ke alam semesta melalui episode kehilangan massa dan angin bintang pada bintang yang bermassa kecil, seperti di dalam fase evolusi nebula planet, juga melalui peristiwa ledakan yang dihasilkan di dalam supernova untuk kasus bintang massif.
Bukti langsung pertama yang menunjukkan bahwa nukleosintesis muncul di dalam bintang adalah terdeteksinya teknesium di dalam atmosfer raksasa merah pada permulaan dasawarsa 1950-an,[2] purwarupa untuk kelas bintang teknesium. Karena teknesium radioaktif, dengan waktu paro yang jauh lebih singkat daripada umur bintang, kelimpahannya harus mencerminkan penciptaannya di dalam bintang itu selama waktu hidupnya. Tidak begitu dramatis, tetapi bukti yang sama meyakinkannya adalah terlihat dari kelimpahannya yang sangat banyak dari unsur-unsur stabil tertentu di dalam atmosfer bintang. Sebuah kasus bersejarah yang penting adalah pengamatan kelimpahan barium kira-kira 20-50 kali lebih banyak daripada yang ada pada bintang yang tak mengembang, yakni bukti bagi terjadinya proses s pada bintang itu. Banyak bukti modern muncul di dalam komposisi isotopik debu bintang, butiran padat yang mengembun dari gas-gas bintang individual dan yang telah diekstraksi dari meteorit. Debu bintang adalah satu komponen dari debu kosmos. Komposisi isotopik yang terukur memperagakan banyak aspek dari nukleosintesis di dalam bintang, tempat berasalnya butir-butir debu bintang mengembun.[3]
Nukleosintesis eksplosif
suntingNukleosintesis eksplosif melibatkan nukleosintesis supernova, dan menghasilkan unsur-unsur yang lebih berat daripada besi oleh suatu hamburan reaksi nuklir yang intensif yang biasanya berlangsung hanya dalam beberapa detik pada peristiwa ledakan inti supernova. Di dalam lingkungan supernova yang penuh ledakan, unsur-unsur antara silikon dan nikel disintesis oleh fusi yang cepat. Juga di dalam supernova, proses lanjut nukleosintesis dapat terjadi, seperti proses r, di mana isotop-isotop yang paling banyak neutronnya dari unsur-unsur yang lebih berat daripada nikel dihasilkan oleh penyerapan yang cepat dari neutron bebas yang dilepaskan ketika ledakan terjadi. Kejadian ini bertanggung jawab atas gugus alami unsur-unsur radioaktif, seperti uranium dan torium, juga isotop-isotop yang paling banyak neutronnya dari unsur-unsur berat.
Proses rp melibatkan penyerapan cepat proton bebas juga neutron, tetapi perannya kurang begitu pasti.
Nukleosintesis eksplosif terjadi terlalu cepat untuk peluruhan radioaktif untuk menaikkan jumlah neutron, sehingga ada banyak kelimpahan isotop yang sama jumlah proton dan neutronnya disintesis oleh proses alfa untuk menghasilkan nuklida-nuklida yang mengandung seluruh bilangan inti atom helium, sampai 16 (mewakili 64Ge). Nuklida-nuklida itu stabil hingga 40Ca (terbuat dari 10 inti atom helium), tetapi inti yang lebih berat dengan jumlah proton dan neutron yang sama adalah radioaktif. Bagaimanapun, proses alfa berlanjut untuk memengaruhi penciptaan isobar nuklida-nuklida ini, sekurang-kurangnya termasuk nuklida radioaktif 44Ti, 48Cr, 52Fe, 56Ni, 60Zn, dan 64Ge, yang sebagian besar di antaranya (memelihara 44Ti dan 60Zn) diciptakan di dalam kelimpahan itu karena meluruh setelah ledakan untuk menciptakan isotop stabil yang paling melimpah dari unsur-unsur yang berpadanan pada tiap-tiap bobot atom. Dengan demikian, isotop-isotop berpadanan yang paling banyak ditemui (melimpah) dari unsur-unsur yang dihasilkan menurut cara ini adalah 48Ti, 52Cr, 56Fe, dan 64Zn. Banyak peluruhan itu diiringi oleh pelepasan garis-garis sinar-gama yang mampu mengenali isotop yang baru saja tercipta pada saat ledakan terjadi.
Bukti yang paling meyakinkan dari nukleosintesis eksplosif di dalam supernova ditemukan pada tahun 1987 ketika garis-garis sinar-gama terdeteksi muncul dari supernova 1987A. Garis-garis sinar gama mengenali 56Co dan 57Co, yang limit waktu paro radioaktif mereka adalah satu tahun, terbukti bahwa 56Fe dan 57Fe dihasilkan oleh induk-induk radioaktif. Astronomi nuklir ini diduga pada tahun 1969 [4] sebagai suatu cara untuk mengonfirmasi nukleosintesis eksplosif pada unsur, dan dugaan itu memainkan peran penting di dalam perencanaan untuk Observatorium Sinar-Gama Compton milik NASA.
Bukti-bukti lain nukleosintesis eksplosif ditemukan di dalam butir-butir debu bintang yang mengembun di bagian dalam supernova ketika supernova itu mengembang dan mendingin. Butir-butir debu bindang adalah satu komponen debu kosmos. Secara khusus, radioaktif 44Ti terukur sangat melimpah di dalam butir-butir debu bintang supernova pada waktu supernova itu mengembun ketika supernova terus saja mengembang,[5] ini mengonfirmasi dugaan dari tahun 1975 untuk mengenali debu bintang supernova. Perbandingan keisotopan tak biasa lainnya di dalam butir-butir ini menyibak banyak aspek-aspek khusus nukleosintesis eksplosif.
Spalasi sinar kosmos
suntingSpalasi sinar kosmos menghasilkan beberapa unsur paling ringan yang hadir di alam semesta (meskipun bukan deuterium signifikan). Umum dikenal, spalasi diyakini bertanggung jawab atas dihasilkannya hampir semua 3He dan unsur-unsur litium, berilium, dan boron (beberapa litium-7 dan berilium-7 diduga telah dihasilkan pada saat Big Bang). Proses spalasi dihasilkan dari dampak sinar kosmos (terutama proton cepat) melawan medium antarbintang. Kejadian ini menyebabkan inti-inti atom karbon serpih, nitrogen, dan oksigen hadir di dalam sinar kosmos, dan juga unsur-unsur ini ditembak oleh proton di dalam sinar kosmos. Proses yang dihasilkan di dalam unsur-unsur ringan ini (Be, B, dan Li) hadir di dalam sinar kosmos pada proporsi yang lebih tinggi daripada mereka yang hadir di dalam atmosfer matahari, padahal inti-inti atom H dan He hadir di dalam sinar kosmos dengan kelimpahan yang menyamai pada keadaan primordial satu sama lain.
Berilium dan boron tidak dihasilkan secara signifikan di dalam proses fusi bintang, karena ketakstabilan 8Be yang dibentuk dari dua inti atom 4He mencegah reaksi 2-partikel sederhana membentuk unsur-unsur ini.
Bukti empirik
suntingTeori-teori nukleosintesis diuji dengan menghitung kelimpahan isotop dan membandingkannya dengan hasil amatan. Kelimpahan isotop biasanya dihitung dengan menghitung laju transisi antara isotop-isotop di dalam sebuah jejaring. Seringkali perhitungan ini dapat disederhanakan sebagai sebuah kendali reaksi kunci laju reaksi-reaksi lainnya.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Otobiografi William A. Fowler
- ^ S. Paul W. Merrill (1952). "Spectroscopic Observations of Stars of Class S". The Astrophysical Journal. 116: 21. doi:10.1086/145589.
- ^ D. D. Clayton and L. R. Nittler (2004). "Astrophysics with Presolar Stardust". Annual Review of Astronomy and Astrophysics. 42: 39–78. doi:10.1146/annurev.astro.42.053102.134022+.
- ^ D. D. Clayton, S.A. Colgate, G.J. Fishman (1969). "Gamma ray lines from young supernova remnants". The Astrophysical Journal. 155: 75–82. doi:10.1086/149849+.
- ^ D. D. Clayton, L. R.Nittler (2004). "Astrophysics with Presolar stardust". Annual Reviews of Astronomy and Astrophysics. 42: 39–78. doi:10.1146/annurev.astro.42.053102.134022+.
Bacaan tingkat lanjut
sunting- E. M. Burbidge, G. R. Burbidge, W. A. Fowler, F. Hoyle, Synthesis of the Elements in Stars, Reviews of Modern Physics 29 (1957) 547 (artikel Diarsipkan 2008-07-24 di Wayback Machine. di dalam Arsip Daring Jurnal Physical Review (memerlukan pendaftaran)).
- F. Hoyle, Monthly Notices Roy. Astron. Soc. 106, 366 (1946)
- F. Hoyle, Astrophys. J. Suppl. 1, 121 (1954)
- D. D. Clayton, "Principles of Stellar Evolution and Nucleosynthesis", McGraw-Hill, 1968; University of Chicago Press, 1983, ISBN 0-226-10952-6
- C. E. Rolfs, W. S. Rodney, Cauldrons in the Cosmos, Univ. of Chicago Press, 1988, ISBN 0-226-72457-3.
- D. D. Clayton, "Handbook of Isotopes in the Cosmos", Cambridge University Press, 2003, ISBN 0 521 823811.